saran; 5 sistem pengendalian, kedisiplinan, dan ketertiban; 6 sistem imbalan; 7 dukungan dan bantuan manajemen terhadap staf yang mengalami kesulitan.
Pada era desentralisasi budaya organisasi yang diharapkan adalah yang lebih demokratis, antara lain setiap kegiatan pendidikan harus diorganisasikan
berdasar tim dan bukan berdasar individu. Setiap individu diberikan kebebasan dalam melaksanakan tugasnya dan bertanggung jawab terhadap tugas masing-
masing sehingga harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan sesuai bidang tugasnya. Setiap individu harus diberikan dorongan untuk bertindak agresif,
inovatif, berani mengambil resiko, berani menyampaikan kritik, saran, pendapat serta konflik secara terbuka. Budaya disiplin dan tertib bagi seluruh warga sekolah
juga harus ditanamkan, sejumlah peraturan dan pengawasan langsung yang akan dipakai untuk mengendalikan perilaku siswa, guru maupun tenaga kependidikan
lain harus disampaikan secara tranpasran. Sasaran dan harapan tentang prestasi yang ingin dicapai oleh sekolah juga perlu dijelaskan kepada guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Hirarki kewenangan serta pola komunikasi juga harus diberi batasan-batasan yang jelas supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Sistem
imbalan baik yang bersifat materi maupun non materi misalnya kesejahteraan guru dan karyawan gaji, kenaikan pangkat, insentif, jaminan kesehatan;
penghargaan bagi siswa dan guru yang berprestasi atau sanksi bagi yang melakukan pelanggaran; perhatian terhadap pengembangan karir guru diklat,
seminar, loka karya, studi lanjut, promosi jabatan harus diperhatikan.
1.1.4 Konflik Organisasi pada Era Desentralisasi Pendidikan
Selain struktur dan budaya organisasi maka faktor lain yang mempengaruhi keefektifan organisasi adalah konflik organisasi. Perlu diketahui bahwa
berubahnya struktur organisasi pada era desentralisasi juga menyebabkan munculnya konflik organisasi, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
1 Perubahan tata laksana organisasi yang baru dengan berbagai peraturan baru menyebabkan setiap individu harus menyesuaikan atau bahkan mengubah
kebiasaan-kebiasaan rutinitas dalam organisasi. Bagi guru dan tenaga kependidikan yang profesional dan terbiasa bekerja dengan kemandirian tinggi
hal ini bukanlah sesuatu yang menyulitkan karena mereka sudah terbiasa untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang mendadak, akan
tetapi bagi para guru dan tenaga kependidikan yang hanya bekerja secara rutinitas sering mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan seperti itu. Perubahan-perubahan itu antara lain perubahan kurikulum dan sistem penilaian, perubahan sistem perencanaan dan
pengambilan keputusan di sekolah, pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, pembentukan komite sekolah, dst.
2 Masih belum dipahaminya berbagai peraturan-peraturan baru menyebabkan sebagian besar guru dan karyawan sering mempunyai persepsi yang berbeda-
beda. Misalnya perbedaan persepsi tentang sistem penilaian, kurikulum, manajemen berbasis sekolah, dll.
3 Isi dari peraturan-peraturan yang baru sering tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan sehingga menyebabkan peraturan tidak dapat dilaksanakan secara
penuh akan tetapi perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi aktual.
Mengingat tidak semua individu mampu dengan cepat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan baru maka terjadi konflik dalam organisasi pendidikan maupun
sekolah.
1.1.5 Lingkungan Organisasi pada Era Desentralisasi Pendidikan
Sekolah merupakan suatu organisasi, menurut kesepakatan para ahli organisasi bahwa perspektif sistem menawarkan pandangan penting mengenai
cara kerja sebuah organisasi. Sistem adalah kumpulan atau bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung yang diatur sedemikian rupa sehingga
menghasilkan suatu kesatuan. Ada dua macam sistem yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem disebut sistem terbuka jika mengakui interaksi yang
dinamis antara sistem tersebut dengan lingkungannya. Karakteristik dominan dari sistem tertutup adalah bahwa pada dasarnya
sistem mengabaikan efek lingkungan terhadap sistem tersebut. Sebuah sistem tertutup yang sempurna tidak akan menerima energi dari luar dan tidak ada energi
yang dikeluarkan untuk lingkungannya, bersifat idealis sehingga hanya sedikit manfaatnya bagi studi organisasi. Karakteristik sistem terbuka, adalah bahwa
pada dasarnya setiap sistem mempunyai output, proses transformasi, dan output. Sistem membutuhkan input bahan baku, energi, informasi, dan sumber daya
manusia dan mengubahnya menjadi output. Sekolah merupakan sistem terbuka karena selalu berinteraksi dengan
lingkungannya untuk memperoleh input dari luar sebaliknya juga menghasilkan output
yang akan dimanfaatkan oleh lingkungannya. Lingkungan eksternal
sekolah dibagi menjadi dua yaitu lingkungan yang umum dan lingkungan khusus. Lingkungan umum yaitu faktor-faktor lingkungan yang pengaruhnya tidak
langsung terhadap keefektifan organisasi sekolah, misalnya kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya, dll. Lingkungan khusus adalah faktor-faktor
lingkungan yang pengaruhnya langsung terhadap keefektifan organisasi sekolah, misalnya pelanggan siswa, guru, staf, orang tua, masyarakat, dunia usaha dan
dunia industri, kebijakan pemerintah, pesaing yaitu sekolah-sekolah lain, dan pressure groups.
Pada era desentralisasi pendidikan, kepekaan sekolah terhadap tuntutan lingkungan ditingkatkan untuk memperoleh lulusan yang berkualitas sesuai
dengan kebutuhan pasar kerja, perguruan tinggi, dunia usaha dan dunia industri, serta lembaga dan instansi pemerintah. Sekolah harus dirancang untuk mampu
menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan yaitu pemerintah, pelanggan, pesaing, maupun public pressure. Sekolah harus mampu menggali potensi peran
serta masyarakat dan orang tua siswa. Kehadiran sekolah swasta yang selama ini dianggap sebagai pesaing sekolah negeri juga harus dijadikan pemacu untuk
meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan sehingga sekolah mampu meraih prestasi tinggi.
1.1.6 Keefektifan Organisasi pada Era Desentralisasi Pendidikan