Struktur Organisasi pada Era Desentralisasi Pendidikan

menghapus dekonsentrasi, hanya peranan dekonsentrasi agak lebih kecil dibanding peranan desentralisasi. Mencari titik temu penggabungan asas dekonsentrasi dan asas desentralisasi bukan untuk meniadakan asas dekonsentrasi tetapi dapat memadukan kepentingan daerah dan kepentingan pusat.

1.1.2 Struktur Organisasi pada Era Desentralisasi Pendidikan

Pada era desentralisasi, keberadaan instansi vertikal bidang pendidikan di daerah sudah dihapus. P3D yaitu personalia, perlengkapan, pembiayaan, dan dokumen sudah diserahkan kepada pemerintah daerah baik provinsi maupun pemerintah kabupatenkota setempat. Penataan organisasi pendidikan dilaksanakan secara besar-besaran dan serempak di seluruh Indonesia untuk memperoleh suatu struktur organisasi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan desentralisasi pendidikan. Perencanaan pembangunan daerah disusun oleh pemerintahan daerah sesuai dengan kewenangannya, penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Kewenangan di bidang kepegawaian diserahkan kepada daerah dan dikelola dalam suatu sistem kepegawaian daerah yang merupakan satu kesatuan jaringan birokrasi dalam sistem kepegawaian nasional. Dengan penyerahan kewenangan tersebut diharapkan semua program dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Kewenangan sekolah juga menjadi lebih besar melalui pemberian otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipatif. Pergeseran kewenangan sekolah menengah atas sebelum era desentralisasi dan pada era desentralisasi dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Pergeseran Kewenangan Sekolah Menengah Atas pada Era Desentralisasi Pendidikan No Kewenangan Pendidikan Sebelum Desentralisasi Era Desentra lisasi 1 Penerimaan siswa baru Pusat KabKota 2 Kurikulum nasional Pusat Pusat 3 Kurikulum Muatan Lokal Provinsi Provinsi Provinsi 4 Kurikulum Muatan Lokal KabKota KabKota KabKota 5 Kalender pendidikan Pusat Pusat 6 Pengujian PusatSekolah PusatSekolah 7 Pengangkatan CPNS guru dan staf Pusat KabKota 8 Pengangkatan jabatan kepala sekolah Provinsi KabKota 9 Diklat kepala sekolah PusatProvinsi KabKota 10 Diklat guru dan staf PusatProvinsi KabKota 11 Penempatan, mutasi dan pemberhentian kepala sekolah, guru dan staf PusatProvinsi KabKota 12 Persyaratan kepala sekolah, guru dan staf Pusat Pusat 13 Pengadaan sarana dan prasarana Pusat KabKotaSek 10 Alokasi anggaran pendidikan Pusat KabKotaSek 11 Pengadaan alat-alat pelajaran Pusat KabKotaSek 12 Partisipasi masyarakat Pusat Sekolah 13 Pengelolaan anggaran pendidikan di sekolah Sekolah Sekolah Sebelum desentralisasi pendidikan sebagian besar urusan pendidikan dari ketenagaan, keuangan, sarana prasarana, serta program-program pendidikan lain seperti penerimaan siswa baru, kurikulum, ujian, serta partisipasi masyarkat semua menjadi kewenagan pusat dalam hal ini adalah departemen pendidikan nasional. Sekolah hanya mempunyai kewenangan mengelola anggaran pendidikan di sekolahnya serta melaksanakan ujian praktek saja, sedangkan ujian tertulis dilaksanakan secara terpusat. Pada era desentralisasi kewenangan pengelolaan pendidikan dasar dan menengah seluruhnya diserahkan kepada kabupaten atau kota, dan sebagian kewenangan tersebut dilakukan bersama dengan sekolah sehingga kewenangan sekolah meningkat. Beberapa kewenangan yang diberikan kepada sekolah antara lain adalah pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah, alokasi anggaran pendidikan di sekolah, pengadaan alat-alat pelajaran, serta pengelolaan partisipasi masyarakat di tiap-tiap sekolah. Sejalan dengan meningkatnya kewenangan sekolah pada era desentralisasi maka rancangan struktur organisasi pendidikan di tingkat sekolah juga perlu disesuaikan. Sebagai contoh adalah dibentuknya Komite Sekolah di setiap sekolah dan Dewan Pendidikan di kabupatenkota, dan provinsi. Bagan struktur organisasi SMA Negeri pada era desentralisasi pendidikan dapat dilihat pada Gambar 1.1. Dilihat dari bagan struktur organisasi tidak banyak terjadi perubahan karena hanya ada penambahan kotak untuk komite sekolah dengan garis koordinasi langsung dengan kepala sekolah. Jumlah wakil kepala sekolah masih tetap yaitu ada empat masing-masing membidangi kesiswaan, kurikulum, sarana prasarana, dan hubungan masyarakat. Selain wakil kepala sekolah ada koordinator musyawarah guru mata pelajaran, wali kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan karir, dan tenaga kependidikan seperti pustakawan dan laboran. Sedangkan untuk mengurusi administrasi sekolah ada kepala urusan tata usaha sekolah. Gambar 1.1 Struktur Organisasi SMA Negeri Walaupun secara fisik perubahan struktur organisasi sekolah hanya sedikit, akan tetapi perubahan kewenangannya cukup mendasar karena dengan adanya komite sekolah maka seluruh perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian program-program pendidikan, serta upaya menggerakkan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah semuanya KOMITE SEKOLAH KEPALA SEKOLAH KAUR TATA USAHA WAKASEK HUMAS WAKASEK SARPRAS WAKASEK KESIS WAAN WAKASEK KURIKU LUM KOORD INATOR MGMP WALI KELAS GURU BK TENAGA KEPEND GURU MAPEL SISWA menjadi kewenangan sekolah yang pelaksanaannya dibantu oleh komite sekolah dan seluruh stake holders. Pada struktur organisasi sekolah yang baru, sistem pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan sekolah tidak lagi harus selalu menunggu keputusan atau pedoman dari pemerintah pusat, akan tetapi cukup diputuskan di tingkat sekolah oleh kepala sekolah bersama dengan stake holders. Kepala sekolah harus menjadi manajer bagi sekolahnya yang mengatur seluruh kebutuhan sekolah bersama dengan guru, orang tua, masyarakat, dan komite sekolah. Kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan tidak lagi tergantung pada petunjuk pelaksanaan, pedoman dan peraturan yang ketat dari pemerintah pusat. Komite Sekolah dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044U2002 tanggal 2 April 2002. Komite Sekolah dibentuk dengan tujuan 1 mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan sekolahmadrasah; 2 meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; 3 menciptakan suasana dan kondisi transparansi, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan di satuan pendidikan. Peran Komite Sekolah adalah sebagai 1 pemberi pertimbangan advisory agency dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan; 2 pendukung supporting agency baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah; 3 pengontrol controlling agency dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di sekolah; 4 mediator antara pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan. Adapun fungsi Komite Sekolah adalah 1 mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; 2 melakukan kerjasama dengan masyarakat peroranganorganisasidunia usahadunia industri dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; 3 menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat; 4 memberi masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada sekolah mengenai kebijakan dan program pendidikan, RAPBS, kriteria kinerja sekolah, kriteria tenaga kependidikan, kriteria fasilitas pendidikan, dan lain-lain; 5 mendorong orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; 6 menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan; 7 melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan. Pada era desentralisasi manajemen pendidikan harus lebih terbuka dan akuntabilitas tetap dijaga agar sekolah dapat mempertanggung-jawabkan semua kegiatannya terhadap pemerintah dan masyarakat. Peran serta masyarakat dan orang tua siswa dalam memperoleh dan mengelola sumber daya dan lingkungan sekolah juga perlu ditingkatkan terus menerus sehingga mampu meningkatkan prestasi siswa serta kualitas pendidikan. Dalam rangka mengoptimalkan peran sekolah dan menghargai kebutuhan nyata di sekolah maka telah diterapkan manajemen berbasis sekolah yang merupakan suatu alternatif dalam melaksanakan desentralisasi pendidikan. Melalui manajemen berbasis sekolah, semua keputusan di sekolah dibuat secara kolektif oleh stakeholders yaitu kepala sekolah, staf, guru, orang tua siswa, siswa, serta tokoh masyarakat. Kualitas hasil pendidikan sangat tergantung pada komitmen daerah dan sekolah, bagi daerah dan sekolah yang memiliki komitmen kuat dan mengutamakan pendidikan sebagai human investment akan mempunyai konsep pendidikan yang lebih baik. Kebijakan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada sekolah ini sekaligus juga merupakan implementasi atas berbagai saran terhadap perbaikan sistem pendidikan nasional, antara lain yang disampaikan oleh Bank Dunia dalam Jalal 2001:120, bahwa beberapa kendala institusional dalam pembangunan pendidikan dasar di Indonesia sebelum era desentralisasi pendidikan adalah 1 institusi yang mengelola pendidikan dasar sangat rumit dan kurang terkoordinasi; 2 kebijakan pendidikan yang sentralistik menyebabkan hambatan serius karena pola perencanaan yang top-down seringkali kurang menyentuh kebutuhan masyarakat yang spesifik, yang akhirnya akan menurunkan gairah masyarakat siswa, orangtua, tokoh masyarakat, dan pihak swasta dan aparat sendiri untuk berpartisipasi dalam program pendidikan dan wajib belajar; 3 anggaran pendidikan nasional yang dikelola secara kaku dan terkotak-kotak baik jenis anggaran maupun instansi yang menangani anggaran, menyebabkan in-efisiensi; 4 manajemen pada tingkat sekolah tidak efektif, padahal sekolah adalah institusi yang memegang peranan kunci dalam menentukan kualitas pendidikan dan kepala sekolah merupakan pelaku utama dalam memainkan peranan tersebut. Pada umumnya kepala sekolah negeri di Indonesia memiliki otonomi yang terbatas dalam mengelola sekolah dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan. Kemampuan manajerial dan kepemimpinan kepala sekolah pada umumnya juga kurang memadai. Kemampuan kepala sekolah negeri belum memenuhi persyaratan kualitas untuk meningkatkan keefektifan manajemen sekolah. Kondisi ini makin menyulitkan kepala sekolah karena sekolah negeri umumnya tidak memiliki otonomi yang memadai untuk mengembangkan kreativitas kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas sekolah. Ringkasnya, laporan Bank Dunia mengungkapkan bahwa pengelolaan pendidikan nasional yang kompleks dan sentralistik serta tidak efektifnya pengelolaan tingkat sekolah, terutama disebabkan oleh keterbatasan otonomi dan kemampuan manajerial kepala sekolah.

1.1.3 Budaya Organisasi pada Era Desentralisasi Pendidikan