Keefektian Organisasi
Gambar 4.28 Diagram Alur Pengaruh Lingkungan Organisasi terhadap Keefektian Organisasi
4.2.4.1 Variabel yang Tidak Signifikan
Berdasarkan paradigma penelitian ini variabel konflik organisasi serta dimensi pelanggan, inisiatif individu, dukungan manajemen, sistem imbalan,
fleksibilitas dan perolehan sumber, ketersediaan informasi dan stabilitas, merupakan variabel-variabel yang signifikan, akan tetapi berdasarkan data empiris
ternyata tidak signifikan. Jadi terjadi ketidakcocokan antara data empiris dengan
Toleransi
Keefektif Organisas
i
Budaya Organis
Pola Komunikas
i Tenaga
kerja ang
Perencan aan,
produkti
Pemerintah Pesaing
Pressure groups
Keefektif Organisas
i
Lingku ngan
Tenaga kerja
ang Perencan
aan, produkti
paradigma penelitian. Ketidakcocokan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain adalah sebagai berikut.
4.2.4.1.1 Konflik Organisasi Menurut Hoy dan Miskel 1991 suatu organisasi formal sebagai suatu
sistem sosial juga disarankan mempunyai sejumlah konflik yang potensial dalam kehidupan organisasi sekolah. Sedangkan menurut Robbins 1994 konflik
meningkatkan organisasi dengan merangsang perubahan dan memperbaiki proses pengambilan keputusan. Namun bagi kebanyakan orang istilah konflik organisasi
mempunyai konotasi negatif. Organisasi yang efektif biasanya dianggap sebagai kelompok individu yang terkoordinasi dengan baik dan bekerjasama untuk
mencapai tujuan bersama. Dalam pandangan ini konflik hanya merintangi koordinasi dan kerjasama tim yang sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan
organisasi. Konflik
organisasi di
SMA Negeri Kota Semarang tidak signifikan, hal ini disebabkan pengaruh pandangan tradisional yang berasumsi bahwa semua konflik
adalah jelek dan mempunyai dampak negatif terhadap keefektifan organisasi sehingga tugas kepala sekolah adalah mencegah terjadinya konflik serta harus
segera menyelesaikan apabila terjadi konflik. Padahal sebetulnya konflik juga ada yang fungsional seperti misalnya jika konflik mampu meningkatkan prakarsa
untuk mencari ide-ide baru dan mengurangi rasa puas diri dalam organisasi. Kosmologi Jawa menyampaikan bahwa orang yang lebih tua, guru, dan
dan terutama orang tua adalah pribadi yang sangat dihormati, menjadi pepundhen,
ide bahwa menentang atau memberontak merupakan dosa duraka dan akan dihukum hidupnya oleh sanksi ghaib yang tidak terelakkan kuwalat. Kewajiban
anak adalah menerima dan mengikuti nurut dengan harapan kepemimpinan yang diberikan dapat sesuai dengan asa-asas Taman Siswa, yaitu ing ngarso sung
tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yang artinya di depan
memberikan teladan sehingga orang akan mengikuti atas dasar keyakinan, di tengah memberikan dorongan kemauan untuk berkreativitas sendiri, dan di
belakang membantu perkembangan inisiatif dan tanggung jawab. Jadi seorang pemimpin ibaratnya bapak yang menjadi pelindung yang dapat dipercaya yang
harus dihormati dan diteladani, perilaku dan keinginannya adalah perintah dan yang menaruh perhatian pada anak buahnya Mulders dalam Antlov dan
Caderroth 1994. Pada salah satu dimensi budaya organisasi yaitu dimensi inisiatif
individu indikator keberanian menyampaikan pendapat dan konflik secara terbuka juga ternyata tidak signifikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak
mudah mengungkap keberadaan konflik organisasi sekolah berdasarkan persepsi guru karena hasilnya akan bias. Salah satu cara untuk mengungkap keberadaan
konflik harus dilakukan melalui observasi dengan melibatkan diri secara langsung pada kegiatan di sekolah.
4.2.4.1.2 Pelanggan
Pelanggan merupakan salah satu dimensi lingkungan organisasi. Menurut paradigma penelitian pelanggan mempengaruhi keefektifan organisasi, namun
ternyata data empiris tidak mendukung. Hal ini disebabkan karena adanya dimensi-dimensi lingkungan yang lain yang pengaruhnya lebih kuat sehingga
mengalahkan pengaruh pelanggan yang berupa tuntutan dari orang tua, masyarakat, lembaga pemerintah, dunia usaha dan dunia industri, serta perguruan
tinggi yang merupakan pelanggan yang membutuhkan layanan pendidikan maupun yang memanfaatkan lulusannya.
Menurut Bruno 1985 ada dua macam lingkungan eksternal sekolah yaitu 1 lingkungan umum adalah kondisi-kondisi yang potensial mempengaruhi
orgnasisasi, misalnya perkembangan teknologi dan informasi, nilai-nilai budaya, ekonomi dan faktor pasar, ekologi dan karakteristik demografi seperti usia, jenis
kelamin, ras dan etnik; serta 2 lingkungan khusus yaitu hal-hal yang berpengaruh langsung terhadap organisasi sekolah misalnya orang tua, perguruan
tinggi, asosiasi pendidikan, perserikatan-perserikatan, badan pengatur pendidikan, legislatif, pembayar pajak, badan akreditasi.
Globalisasi telah mengubah pandangan sekolah terhadap lingkungan organisasinya, perhatian sekolah tidak hanya terfokus pada kondisi lingkungan
khusus saja akan tetapi juga memperhatikan lingkungan umumnya seperti kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya. Hal ini dapat dipahami mengingat pada era
globalisasi persaingan semakin ketat, sekolah bisa survival apabila memperhatikan perubahan situasi sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
Menurut Mahfud 2006 diantara kecenderungan sosial pada era globalisasi ini, yang menonjol adalah berkembanganya orientasi yang berlebihan
terhadap materi berikut jiwa konsumerisme. Bila tidak terkendali akan menjadikan masyarakat terperangkap dalam arus materialisme dan hedonisme.
Perekonomian dunia mengalami perubahan yang sangat cepat, menanggapi perubahan ini perlu dicermati oleh pemerintah, akademisi, dan dunia
bisnis untuk merumuskan kebijakan di bidang pendidikan. Meskipun pendidikan tidak semata-mata mempersiapkan manusia sebagai homo economicus, tetapi
diakui bahwa kehidupan ekonomi merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan di dalam seluruh kehidupan manusia, termasuk manusia Indonesia
dalam era globalisasi Tilaar: 2002.
4.2.4.1.3 Insiatif Individu, Dukungan Manajemen dan Sistem Imbalan
Ada tiga dimensi budaya organisasi yang tidak signifikan, yaitu inisiatif individu, dukungan manajemen, dan sistem imbalan. Perubahan ini disebabkan
karena munculnya nilai-nilai baru yang pengaruhnya lebih kuat yang berakibat lunturnya nilai-nilai lama seperti yang dikonseptualisasikan dalam paradigma
penelitian ini. Era global dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi telah
membawa dampak masuknya nilai-nilai budaya baru dalam pendidikan sehingga terjadi akulturasi budaya. Masuknya nilai-nilai universal seperti hak-hak asasi
manusia ternyata lebih sering diucapkan akan tetapi tidak dilaksanakan dalam praktek kehidupan sehari-hari, seperti disampaikan oleh Anderson seorang penulis
di Pacific News Service dalam Naisbitt 1997, bahwa budaya global yang sedang muncul saat ini bukan hanya baju kaos dan fast food, melainkan juga penerimaan
yang semakin luas terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip semacam ini menjadi norma global walaupun masih rentan dan mudah hancur, dan lebih sering
dijunjung tinggi dalam berbagai pidato tetapi terus diinjak-injak secara brutal di dalam praktek, tetapi toh merupakan pernyataan yang dapat dituntut oleh semua
orang diseluruh dunia bagi dirinya, maupun tuntutan orang lain terhadap dirinya. Jadi desentralisasi pendidikan sebagai perwujudan nilai-nilai demokrasi di
sekolah belum sepenuhnya dilaksanakan sehingga faktor-faktor kebebasan individu, tanggung jawab, dukungan dan bantuan manajemen, sistem imbalan dan
penghargaan tidak memberikan sumbangan pada peningkatan keefektifan organisasi sekolah.
4.2.4.1.4 Fleksibilitas dan Perolehan Sumber; serta Ketersediaan
Informasi dan Stabilitas
Fleksibilitas dan perolehan sumber; serta ketersediaan informasi dan stabilitas merupakan dimensi keefektifan organisasi yang tidak signifikan. Menurut
paradigma penelitian seharusnya signifikan, namun ternyata data empiris tidak mendukung. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi guru yang masih
memprihatinkan sehingga mampu mengubah persepsi guru yang standar. Menurut Robbins 2003 individu-individu dalam memandang satu obyek
yang sama namun kemungkinan mempersepsikannya secara berbeda. Sejumlah faktor yang berperan dalam membentuk dan kadang memutarbalik persepsi adalah
1 orang yang melakukan persepsi, yaitu sikap, motif, kepentingan, pengalaman, dan pengharapan; 2 situasi, yaitu waktu, keadaan, tempat kerja, dan keadaan
sosial; 3 obyek atau target yang dipersepsikan, dapat berupa hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, kedekatan.
Berdasarkan pendapat Robbins tersebut, terjadinya perubahan peserpsi guru sebagai responden penelitian salah satu penyebabnya adalah karena
permasalahan internal guru, situasi lingkungan eksternal, maupun hubungan antara guru dengan kepala sekolah sebagai obyek yang dinilai.
Kondisi internal guru terutama kondisi kondisi sosial ekonomi dan tingkat kesejahteraan guru saat ini yang masih belum memadai dibandingkan dengan
beban tugas yang diembannya, latar belakang keluarga, tuntutan profesionalitas guru, kualifikasi pendidikan, sertifikasi, penilaian angka kredit, perubahan
kurikulum, perubahan sistem penilaian pendidikan dan ujian nasional, tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas hasil pendidikan, perkembangan
teknologi, persaingan global. Kondisi ekternal guru khususnya kepemimpinan kepala sekolah dan kemampuan manajerial kepala sekolah juga mempengaruhi
persepsi guru. Kondisi internal dan eksternal tersebut menyebabkan guru tidak konsentrasi guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga persepsi guru menjadi
bias.
4.2.5 Variabel yang Signifikan