1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem pendidikan nasional dirancang atas dasar dan tujuan yang jelas. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan bertujuan untuk membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur, berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif, sehat, mandiri, dan percaya diri,
toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab. Pendidikan nasional menggariskan bahwa peserta didik harus memiliki kemampuan yang seimbang
dalam tiga aspek, yaitu aspek kognitif pengetahuan, aspek afektif sikap, dan aspek psikomotor keterampilan.
Pencapaian ketiga aspek tersebut ditunjang oleh berbagai upaya maksimal yang dilakukan oleh pemerintah. Salah satu upaya pemerintah yang menimbulkan
dampak yang cukup besar adalah mengubah memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum. Melalui perubahan dan penyempurnaan kurikulum, pemerintah
berharap agar mutu pendidikan nasional semakin baik. Meningkatnya mutu pendidikan nasional ditandai oleh adanya kesiapan peserta didik dalam menghadapi
perkembangan zaman dan kemampuannya dalam menyesuaikan diri dengan fenomena globalisasi.
Selain kemampuan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan globalisasi, secara lebih khusus, pendidikan nasional juga bertujuan untuk
mendukung pembangunan nasional pada masa yang akan datang. Trianto 2009:1 berpendapat bahwa pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa
mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema
kehidupan yang dihadapinya. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan nasional yang bermutu adalah pendidikan yang mampu melatih
dan mengajarkan peserta didik untuk menemukan dan memahami masalah dalam kehidupannya sehari-hari kemudian mencari solusi yang tepat untuk memecahkan
masalah tersebut. Sejalan dengan pendapat Trianto, Depdiknas tahun 2006 juga menerangkan
salah satu karakteristik Kurikulum Tematik yaitu menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam
lingkungannya. Karakteristik tersebut didukung oleh adanya upaya pemerintah terkait pengadaan buku-buku pelajaran Tematik baik untuk guru maupun siswa
yang menekankan lebih banyaknya aktivitas siswa daripada aktivitas guru. Siswa ditempatkan sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih berperan sebagai
fasilitator yang mendampingi dan membantu siswa selama pelajaran. Sebagai subjek belajar, siswa memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk
mengeksplorasi pengetahuan-pengetahuan dan menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan setiap hari di masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan tentang implementasi LKS dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kurikulum 2013 yang dilakukan
pada hari Selasa, 30 Juni 2015 pukul 10.30 WIB di SD Negeri Kalasan I bersama Ibu U Wali Kelas Lima, peneliti menemukan bahwa guru telah memahami tentang
model-model pembelajaran yang tepat digunakan dalam Kurikulum 2013 untuk membantu siswa dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah hidup sehari-hari.
Beliau mengatakan bahwa model pembelajaran yang tepat dan baik jika digunakan dalam Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa atau
model pembelajaran yang menekankan partisipasi aktif siswa. Model-model pembelajaran yang disebutkan antara lain: saintifik, Problem Based Learning
Pembelajaran Berbasis Masalah, dan Pembelajaran Berbasis Lingkungan. Ibu U mengatakan bahwa Model Pembelajaran Berbasis Masalah yang
diterapkan dalam Kurikulum 2013 harus menunjukkan atau mengeksplorasi tahap- tahap Scientific Learning, yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
mengomunikasikan. Hal demikian berarti bahwa RPP yang disusun oleh guru dengan menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kurikulum
2013 harus menonjolkan langkah-langkah penyelesaian masalah. Selain itu, Lembar Kerja Siswa juga harus menampilkan masalah-masalah yang sering dialami
oleh siswa dan kondisi lingkungan yang terdapat di sekitar siswa atau kondisi lokal. Namun demikian, susunan dan komponen-komponen LKS sama dengan LKS lain
yang tidak menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu: identitas LKS, Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, Indikator, dan langkah-langkah atau
petunjuk kerja. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kurikulum 2013
cukup menyulitkan guru. Menurut Ibu U, salah satu kesulitan yang dihadapi dalam menyusun dan mengembangkan RPP dan LKS yang menggunakan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah terkait Kurikulum 2013 adalah membutuhkan waktu yang relatif lama dalam menyusun dan menerapkannya selama pembelajaran
di dalam kelas. Hal demikian terjadi karena langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah cukup rumit dan panjang sedangkan guru telah memiliki target
pembelajaran untuk setiap pokok bahasan setiap hari. Guru berencana akan menyelesaikan satu pokok bahasan dalam satu hari namun dengan adanya RPP dan
LKS yang menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah maka tidak jarang pokok bahasan tersebut tidak dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Oleh
karena itu, guru sering memberikan LKS kepada siswa untuk dikerjakan setelah semua tema pada buku guru dan siswa selesai diajarkan. Dengan demikian, seolah-
olah LKS disamakan dengan soal tes atau latihan. Berdasarkan hasil wawancara, Ibu U juga mengatakan bahwa beliau masih membutuhkan contoh-contoh RPP dan
LKS yang menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah mengingat masih sedikitnya contoh RPP dan LKS Model Pembelajaran Berbasis Masalah yang
tersedia di SD Negeri Kalasan 1. Meninjau masalah-masalah seperti yang telah disebutkan di atas, maka
peneliti memberikan solusi dengan cara mengembangkan LKS menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah mengacu Kurikulum 2013. Adapun judul
yang ditetapkan oleh peneliti yaitu: Pengembangan LKS Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Subtema Pola Hidup Sehat Mengacu
Kurikulum 2013 untuk Siswa Kelas Lima V Sekolah Dasar. Pemilihan subtema Pola Hidup Sehat didasarkan atas alasan bahwa kondisi kesehatan masyarakat
Indonesia pada saat ini masih tergolong sangat rendah. Banyak masalah yang terkandung di dalam topik tentang kesehatan. Selain itu, masalah kesehatan ini
sudah sangat familiar dengan dunia anak-anak. Pemilihan kelas yakni kelas lima V sekolah dasar juga berpedoman pada alasan bahwa siswa kelas lima yang
tergolong sebagai siswa kelas atas sudah memiliki kemampuan untuk bekerjasama di dalam kelompok baik melalui diskusi, curah pendapat brain storming untuk
memecahkan masalah, dan presentasi.
B. Rumusan Masalah