Upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap pada perairan Kabupaten Tojo Una-Una meliputi total jam dan hari kerja melaut, jumlah trip per bulan dan per
tahun, jumlah hasil tangkapan per trip dan dalam tahun. Jumlah jam kerja melaut pada setiap trip melaut berkisar antara 7-24 jam kerja, sedangkan hari kerja melaut
yang diperlukan pada setiap trip penangkapan ikan berkisar 1.0-2 hari. Trip penangkapan ikan sepanjang tahun selalu berbeda di setiap musim, namun antara
nelayan di pesisir dengan pulau hampir tidak ada perbedaan dalam jumlah jam dan hari melaut. Musim penangkapan ikan di wilayah penelitian terbagi atas dua musim
yakni musim puncak dan paceklik. Musim puncak surplus ikan umumnya berlangsung selama 8-10 bulan SeptemberOktober sampai AprilMei. Jumlah trip
penangkapan ikan tertinggi pada musim puncak dilakukan oleh unit usaha purse seine yakni 25 trip per bulan. Musim paceklik kekurangan ikan umumnya berlangsung
selama 2-4 bulan MeiJuni sampai AgustusSeptember. Jumlah trip penangkapan ikan pada musim paceklik pada setiap unit usaha penangkapan yakni berkisar antara
2-12 trip per bulan. Trip terendah terjadi pada unit usaha Bagan antara 2 - 5 trip per bulan Laapo et al. 2006. Tinggi rendahnya jumlah trip penangkapan ikan, selain
dipengaruhi oleh keadaan musim perubahan iklim dan cuaca, juga dipengaruhi oleh harga ikan, hari kerja melaut, sarana penangkapan dan ketersediaan tenaga kerja
melaut. Jam dan hari kerja melaut yang lebih lama menyebabkan jumlah trip per bulan dan tahun menjadi lebih kecil jumlahnya.
Pada kondisi iklim dan cuaca yang tidak kondusif dan tidak menentu, hasil tangkapan menurun, nelayan lebih memilih untuk tidak melaut oleh karena biaya
yang dikeluarkan akan lebih besar daripada hasil penjualan ikan. Pada kondisi yang sama, harga ikan mengalami peningkatan, sehingga ada insentif bagi nelayan untuk
melaut terutama bagi nelayan yang mengusahakan alat tangkap dengan wilayah perairan maksimum 4 mil. Ketersediaan sarana penangkapan, tenaga kerja melaut
dan sarana penunjang berpengaruh pada peningkatan aktivitas dan mobilitas melaut secara intensif.
5.3.2 HANPP Human Appropriation of Net Primary Productvity
Tiga langkah dalam menghitung HANPP perikanan atau disebut pula sebagai Exosomatic energy di Gugus Pulau Batudaka Kecamatan Una-Una tingkat lokal dan
Kabupaten Una-Una tingkat regional yaitu 1 menghitung potensi kebutuhan produktivitas primer 2 Produktivitas aktual produksi tiap spesies ikan volume of
landing DKP Prov. Sulteng 2005-2008; 3 kandungan energi tiap spesies ikan Adrianto 2004, perhitungannya secara lengkap tertera pada Lampiran 5. Hasil
analisis HANPP tersebut tertera pada Tabel 56 dan Gambar 50. Tabel 56 Perhitungan exosomatic energy lokal dan regional
Tahun Produksi
AktualNPP PPR kJ
HANPP kJ Colonizing
Efficiency Rasio
HANPP NPP
Lokal kJ kJ
kJ 2005
159 367 245 9 010 184 221
8 850 816 976 1.80
55.54 2006
141 073 720 7 146 220 211
7 005 146 491 2.01
49.66 2007
132 943 895 7 570 285 074
7 437 341 179 1.79
55.94 2008
138 459 890 8 559 664 732
8 421 204 842 1.64
60.82 Rata-
rata 142 961 188
8 071 588 559 7 928 627 372
1.81 55.49
Regional MJ
MJ MJ
2005 31 623 085
1 164 740 859 1 133 117 774
2.79 35.83
2006 33 942 042
1 251 164 735 1 217 222 693
2.79 35.86
2007 31 815 755
1 338 174 994 1 306 359 239
2.44 41.06
2008 36 261 576
2 183 193 633 2 146 932 057
1.69 59.21
Rata- rata
33 410 614 1 484 318 555
1 450 907 941 2.43
42.99
Sumber : Data Primer Terolah 2010
Hasil perhitungan exosomatic energy pada tingkat lokal kecamatan bahwa rata-rata exosomatic energy perikanan dari Tahun 2005-2008 sebesar 7.93x10
9
kJ dengan efisiensi koloni ikan yang tertangkap sebesar 1.81 dan rasio HANPP-NPP
sebesar 55.50, sedangkan tingkat regional sebesar 1.45x10
12
kJ dengan efisiensi koloni ikan yang tertangkap sebesar 2.43 dan rasio HANPP-NPP sebesar 42.99.
Hasil ini menunjukkan bahwa dalam memenuhi kebutuhan produktivitas primer yang merupakan sebuah proses energi dari luar pelaku sebagai penggabungan faktor
manusia dan alam untuk nelayan lokal mempunyai nilai efisiensi yang rendah, artinya
mereka memerlukan energi yang lebih besar dalam memenuhi kebutuhan produktivitas primernya dibandingkan nelayan regional. Pada ekosistem global, rasio
HANPP dengan NPP potensial sekitar 40 di seluruh dunia Martines-Alier 2005; HANPP menghitung secara luas dominasi manusia atau kolonisasi sosial ekonomi
dari suatu ekosistem, tingginya rasio tersebut menggambarkan dominasi manusia terhadap ekosistem dimana pengurangan produktivitas aktual NPP yang besar
sebagai indikasi kurang efisiennya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan Haberl et al. 2004. Perbandingan HANPP lokal dan regional tertera pada Gambar 49.
Gambar 49 HANPP perikanan lokal dan regional HANPP perikanan besarnya tergantung dari banyak hasil tangkapan tiap jenis
ikan dan kandungan energi tiap energi ikan. Gambar diatas mengindikasikan secara proporsional bila dibandingkan kebutuhan produktivitas primer potensial NPP
o
dengan HANPP maka untuk tingkat regional lebih tinggi dibandingkan tingkat lokal, sehingga pengaturan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya lebih ditekankan pada
penentuan alokasi sumberdaya, peningkatan SDM perikanan, peningkatan teknologi, pengaturan yang mengendalikan kegiatan perikanan dengan tujuan untuk menjamin
keberlanjutan produksi dari sumberdaya dan tercapainya tujuan perikanan yang lainnya sesuai yang diamanatkan dalam CCRF atau Kode Etik Perikanan yang
Bertanggung FAO 1995.
5.4 Analisis Keberkelanjutan Mata Pencaharian Coastal Livelihood System
Analysis-CLSA
Analisis keberlanjutan Mata Pencaharian bagi masyarakat Pesisir dikenal pula sebagai Mata Pencaharian Alternatif MPA merupakan usaha pengganti yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Pengembangan MPA berkelanjutan memegang peranan penting dalam
menjamin kesejahteraan dan ekonomi masyarakat Pesisir Gugus Pulau Batudaka.
Ada lima sumber kehidupan yang dimiliki oleh setiap individu atau unit sosial di dalam upayanya mengembangkan kehidupannya disebut sebagai a
set kapital
yakni: modal alam, manusia, keuangan, fisik, dan sosial. Keberhasilan penghidupan masyarakat
bertumpu pada nilai pelayanan yang mengalir dari stok modal total tersebut. Lima bentuk modal ini tidak memiliki karakteristik yang sama. Modal alami merupakan elemen-
elemen biofisik seperti air, udara, tanah, sinar matahari, hutan, mineral, dan lain-lain. Aset-aset yang terjadi secara alami ini bisa diperbaharui. Modal manusia merupakan
faktor yang sangat penting, karena manusia sekaligus merupakan objek dan subjek pembangunan. Modal keuangan adalah media pertukaran dan dengan demikian ini
merupakan fungsi sentral ekonomi pasar. Modal fisik adalah aset buatan manusia seperti perumahan, jalan, dan bentuk modal fisik lainnya atau modal keras yang membentuk
lingkungan. Modal sosial adalah produktif yang memungkinkan pencapaian tujuan tertentu yang tidak mungkin dicapai tanpa itu. Dalam kerangka Sustainable Livelihood,
modal sosial memerlukan jaringan-jaringan sosial dan hubungan-hubungan dengan manusia Coleman 1990.
5.4.1 Kondisi Sumberdaya Alam dan Mata Pencaharian Masyarakat
Sumberdaya alam pesisir dan laut yang terkandung di kawasan Gugus Pulau Batudaka cukup beragam sehingga wilayah ini menjadi sumber penciptaan usaha
wisata dan perikanan yang dapat dikembangkan. Potensi tersebut, secara garis besar di bagi menjadi tiga kelompok, yaitu a sumberdaya yang dapat pulih renewable
recources seperti sumberdaya perikanan baik tangkap maupun budidaya, b sumberdaya tidak dapat pulih unrenewable recources seperti tambang, c jasa-jasa
lingkungan seperti wisata dan transportasi.
1 Perikanan Tangkap Perikanan tangkap merupakan kegiatan yang menggunakan teknologi untuk
mendapatkan sumberdaya ikan laut. Berdasarkan tujuan penangkapannya maka perikanan tangkap dapat dibagi menjadi kegiatan penangkapan sumberdaya ikan
pelagis dan ikan demersal termasuk ikan karang. Perikanan laut baik tangkap maupun budidaya di pesisir dan laut adalah jenis pengusahaan sumberdaya dan
mejadi sumber penghidupan masyarakat. Permintaan sumberdaya ikan hidup, terutama ikan demersal dari pasar internasional memicu meningkatkan aktivitas
pemanfaatan melalui teknologi budidaya. Selain aspek ekonomi, kegiatan ini juga bermanfaat untuk melestarikan sumberdaya perikanan.
Kawasan ini merupakan salah satu wilayah sumber penangkapan yang kaya akan keanekaragaman hayati biodiversity ikan-ikan karang, karena kawasan ini
merupakan wilayah coral reef triangle dengan biodiversity terumbu karang terbesar di dunia. Potensi perairan kawasan ini masih cukup besar utuk penyediaan bahan
baku industri perikanan, baik yang dikonsumsi di dalam negeri maupun yang diekspor ke luar negeri. Potensi perikanan terdiri dari berbagai jenis produk
penangkapan ikan laut, budidaya pantai dan ikan tambak. Penangkapan ikan laut sebagian besar berupa ikan cakalang, tongkol, kakap, lolosi, kerapu, teri, teripang,
gurita, dan beberapa jenis ikan kering. Penduduk Gugus Pulau Batudaka Kecamatan Una-Una sebanyak 82
merupakan keluarga pertanian dan keluarga yang bekerja di subsektor perikanan laut nelayan pengusaha dan buruh sebanyak 95.23 Bappeda 2009, secara rinci dapat
dilihat pada Gambar 50. 2 Perikanan Budidaya
Luas daratan Gugus Pulau Batudaka sekiar 300.75 km
2
dan luas perairannya 61.038 ha, dimana pantai-pantainya termasuk perairan pesisir dapat digunakan
untuk kegiatan dapat digunakan untuk berbagai macam kegiatan seperti budidaya perikanan di perairan dangkalmarikultur budidaya alga : rumput laut, budidaya
kerang-kerangan, teripang, sistem karamba baik jarring tancap KJT, Jaring Apung