42.67 Kesimpulan Model integrasi wisata–perikanan di gugus pulau Batudaka kabupaten Tojo Una Una provinsi Sulawesi Tengah

KJA : umumnya ikan karang, penangkapan perikanan pantai bagan, bubu dan lain-lain, serta kegiatan lain seperti pariwisata, transportasi. Gambar 50 Komposisi keluarga yang bekerja di sektor perikanan Bappeda Touna 2009 3 Jasa-Jasa Lingkungan Potensi jasa-jasa lingkungan Pesisir dan laut kawasan Gugus Pulau Batudaka antara lain wisata bahari, jasa transportasi dan pelayaran laut. Jenis mata pencaharian masyarakat Gugus Pulau Batudaka secara umum terkait dengan sektor perikanan dan kelautan secara langsung terkait dengan keberadaan sumberdaya alamnya dan usaha lain yang masih terkait dengan sumberdaya pesisir dan laut adalah usaha jasa pariwisata dan transportasi Tabel 57. Jenis usaha atau mata pencaharian utama yang digeluti masyarakat di Gugus Pulau Batudaka pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 4 kategori, yaitu 1 nelayan penangkap ikan, 2 pedagang atau pengumpul, 3 pengusahaan pelayaran, dan 4 usaha pemenuhan kebutuhan rumah tangga nelayan. Merujuk pada pengertian CLSA, maka analisis peluang dan potensi usaha yang dilakukan adalah jenis usaha di luar dari mata pencaharian utama masyarakat yang dapat memberikan pendapatan alternatif masyarakat. Nelayan pengusaha 83 Nelayan Buruh 12 tambak 0.12 budidaya laut 2 karamba 3 Tabel 57 Kategori dan jenis usaha masyarakat Gugus Pulau Batudaka Kategori Usaha Jenis Usaha Usaha Sumberdaya Perikanan Produksi Penangkapan ikan berbagai jenis alat tangkap Budidaya Perikanan : Budidaya ikan karang Rumput laut Teripang Mutiara Bandeng Ikan air tawar Pengolahan Pengawetan ikan penggaraman dan pengeringan Distribusi Penampungan ikan segar dan ikan hidup Usaha angkutan hasil perikanan Pemasaran Pedagang Perantara Pedagang ekspor Pemasaran produk hasil olahan Usaha Pemanfaatan Sumberdaya Lainnya Pariwisata Penyedia sarana wisata penginapan, rumah makan, transportasi dan peralatan bantu wisata Jasa pandu wisata Jasa konservasi dan Pelestarian SD Penelitian Kegiatan penelitian dalam pemanfaatan SD Usaha pendukung Lainnya Transportasi Usaha transportasi umum bagi penduduk pulau Industri perdagangan sarana produksi prikanan Pengrajin perahu Alat penangkapan ikan Usaha penyedia Konsumsi Rumah Tangga Nelayan Warung serba ada kelontong, warung makan, jasa telekomunikasi

5.4.2 Analisis Pengaruh Masyarakat Pesisir terhadap Kondisi Sumberdaya

Pesisir dan Laut Gugus Pulau Batudaka Pengumpulan informasi tentang mata pencaharian masyarakat dan kondisi sumberdaya alam di Gugus Pulau Batudaka merupakan faktor penting sebagai kondisi kunci sosial ekonomi masyarakat pesisir dan kondisi sumberdaya alam pesisir dan laut untuk menilai interaksi antara masyarakat pesisir dan sumberdaya alam ekosistem. Tahapan selanjutnya dalam CLSA adalah analisis pengaruh masyarakat pesisir melalui identifikasi aktivitas masyarakat pesisir yang secara langsung berkontribusi terhadap kerusakan sumberdaya pesisir dan laut dalam perspektif sosial maupun ekonomi. Analisis pengaruh masyarakat terhadap kondisi sumberdaya di Gugus Pulau Batudaka secara lengkap tertera pada Tabel 58. Tabel 58 Kondisi aset kapital di Gugus Pulau Batudaka Aset kapital AK Wakai Bambu Bomba Kulingkinari Malino Siatu Kisaran Skor Alam 14 15 16 14 17 11 0-24 Manusia 19 18 18 14 14 12 0-33 Sosial 9 10 10 10 10 9 0-27 Keuangan 8 6 7 7 6 6 0-15 Buatan 22 14 16 13 13 12 0-33 Jumlah 72 63 67 58 60 50 0-120 Sumber : Analisis Data 2011

5.4.2.1 Aset Alam

Sumberdaya alam merupakan persediaan alam yang menghasilkan daya dukung dan nilai manfaat bagi penghidupan masyarakat. Sumberdaya alam juga meliputi keuntungan strategis dari suatu kondisi geografis khususnya kawasan pesisir, selain sentra penghasil ikan, juga menarik sebagai obyek wisata yang membawa pengaruh bagi pendapatan masyarakat sekitarnya. Sumberdaya alam sangat besar manfaat dan penting keberadaannya bagi masyarakat yang penghidupannya bergantung pada alam seperti; petani, nelayan, pengumpul hasil hutan. Sumberdaya alam sangat erat kaitannya dengan konteks kerentanan, banyak bencana alam yang merusak penghidupan masyarakat merupakan proses alam seperti; banjir, gempa, tsunami. perubahan cuaca serta musim, yang mempengaruhi produktvitas alam. Berdasarkan Tabel 59 menunjukkan bahwa Desa Siatu memiliki skor aset alam yang rendah dibandingkan desa-desa lainnya. Rendahnya skor aset alam mencerminkan buruknya kondisi sumberdaya alam, kondisi ini mempengaruhi penentuan perkembangan sistem sosial ekonomi suatu komunitas masyarakat yang mayoritas mengantungkan kehidupan di sektor pertanian dan perikanan yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi dengan sumberdaya alam. Skor yang tinggi diperoleh Desa Malino yang berarti bahwa sumberdaya alam yang tersedia mempunyai produktivitas yang tinggi dalam menunjang penghidupan masyarakatnya. Tabel 59 Kondisi aset alam di Gugus Pulau Batudaka No. Aset Alam Skor Kisaran Skor Wakai Bambu Bomba Kulingkinari Malino Siatu 1 Ekosistem pesisir 1 2 2 2 2 2 0-3 2 Oceanografi 2 2 2 1 2 2 0-3 3 Pantai 1 2 2 2 2 1 0-3 4 Air bersih 2 2 2 1 3 1 0-3 5 Lahan pekarangan, Perkebunan 2 2 2 2 2 1 0-3 6 Pertanian 2 2 2 2 2 1 0-3 7 Perikanan 2 2 2 2 2 2 0-3 8 Peternakan 2 1 2 2 2 1 0-3 Jumlah 14 15 16 14 17 11 0-24 Keterangan : 0 = tidak ada, 1 = buruk, 2 = sedang, 3 = baik Sumber : Analisis Data 2010 Hasil observasi dan diskusi kelompok terarah Focus Group Discussions yang melibatkan masyarakat lokal secara partisipatif di Gugus pulau Batudaka diperoleh gambaran tentang seluruh komponen asat alam di lokasi penelitian, meliputi : 1 ekosistem pesisir, 2 oceanografi, 3 pantai, 4 air bersih, 5 lahan pekarangan dan perkebunan, 6 pertanian, 7 perikanan, 8 peternakan. Kondisi aset alam sangat menentukan keberlanjutan penghidupan masyarakat di Gugus Pulau Batudaka. Skor kurang dari 16 dari asset alam perlu mendapat perhatian khusus karena berhubungan dengan daya dukung dan nilai manfaat bagi penghidupan masyarakat. Indikasi kerusakan aset alam ditunjukkan dengan : 1 perubahan ekosistem pesisir secara alami maupun akibat aktivitas manusia. Responden menyatakan sebesar 86.47 berhubungan dengan sumberdaya alam di Gugus Pulau Batudaka mangrove, lamun, terumbu karang, pantai sungai, laut maupun pulau-pulau kecilPPK dan kondisi sumberdaya tersebut sebesar 16.26 mengalami perubahan akibat aktivitas manusia. Perubahan sumberdaya Gugus Pulau Batudaka dalam waktu 10 tahun terakhir sebesar 11.7 Gambar 51 dengan perubahan tersebut terutama terjadi pada terumbu karang. G hasil l Pulau untuk pembo umum mendo 5.4.2.2 manus dalam untuk kemam secara sumbe pendid pendid berusa pengh kurang Gambar 51 Aktivitas y laut dengan m Batudaka a daerah seb oman di pe m masih baik orong pembu 2 Aset Man Aset manu sia Dharma m penghidup mengolah mpuan untuk a optimal, s erdaya lainn dikan dan ke Indikator dikan fisik aha dan ke idupan serta g, hal ini ter 10 20 30 40 Perubahan s terakhir yang merus menggunaka aktivitas ter elah barat P sisir Desa B k, namun keb ukaan lahan nusia usia berupa awan 2006 pan, pengeta empat as k mengemba sekaligus pe nya. Faktor p esehatan Tab sumberdaya dan sosial esehatan ya a mencapai rcermin dari sumberdaya ak terumbu an bom dan sebut dalam Pulau Batud Bambu. Ek butuhan akan mangrove u kemampuan . Sumberd ahuan dan k set penghid angkan strat erilaku man penting yang bel 60. a manusia d seperti kete ang memun tujuan pen i ketersediaa Gugus Pulau karang teru bius. Untuk m 5 tahun te daka pada B kosistem ma n pemukima untuk tambak n, keteramp daya manusi kemampuan dupan lainn egi pemanfa nusia sanga g menentuk di Gugus Pu erampilan, p ngkinkan se nghidupan m an sarana da u Batudaka utama diseb k daerah di erakhir telah Bulan Maret angrove, lam an dan prasar k di Luangon pilan dan ka ia adalah ko n yang dim nya. Manu aatan tiap-tia t mempeng an kondisi a ulau Batuda pengetahuan, seorang me mereka. In an prasarana dalam 10 tah babkan peng sebelah utar h berkurang t-April 2010 mun, sungai rananya sepe n Desa Bamb apasitas sum omponen te milikinya diip sia juga m ap jenis sum garuhi keber aset manusi aka melipu , kemampua elaksanakan ndikator fisi a untuk tingk hun gambilan ra Gugus g namun 0 terjadi i, secara erti jalan bu. mberdaya erpenting perlukan memiliki mberdaya rlanjutan a adalah uti aspek an untuk strategi k relatif kat SMP terdapat di Desa Wakai dan Bambu, untuk SMA hanya ada di Desa Wakai. Hal ini mempengaruhi secara langsung terhadap pendidikan masyarakat. Indikator sosial untuk pendidikan menunjukkan cenderung lemah terlihat dari kesadaran dan partisipasi yang kurang dalam pendidikan. Hasil analisis terhadap 94 responden diperoleh struktur umur adalah 30 sebesar 20, 30-40 tahun sebesar 33, 41-50 tahun sebesar 24 dan 50 tahun sebesar 22 dengan rataan tingkat pendidikan yang diperoleh adalah 7.22 tahun setara dengan kelas 1 SMP atau lulus SD. Hal ini berarti bahwa responden memiliki produktivitas masih tinggi karena berada dalam struktur usia produktif dengan taraf pendidikan yang rendah yaitu lulusan SD. Tabel 60 Pendidikan dan kesehatan sebagai indikator aset manusia di Gugus Pulau Batudaka No. Aset manusia Skor Kisaran Skor Wakai Bambu Bomba Kulingkinari Malino Siatu 1 Pendidikan a Fisik a1 Sarana Prasarana 2 2 1 1 1 1 0-3 a2 Biaya Sekolah 2 2 2 2 2 2 0-3 b Sosial b1 Kesadaran 2 1 2 1 1 1 0-3 b2 Partisipasi 1 1 1 1 2 1 0-3 b3 Pendidian masyarakat 1 1 1 1 1 1 0-3 b4 Ketrampilan berusaha 2 2 2 1 1 1 0-3 2 Kesehatan a Sarana Prasarana 2 2 2 2 1 1 0-3 b Tenaga Ahli 2 1 2 1 0-3 c Pelayanan 2 2 2 1 1 1 0-3 d Kesadaran masyarakat 1 2 1 1 2 1 0-3 e Partisipasi masyarakat 2 2 2 2 2 2 0-3 Jumlah 19 18 18 14 14 12 0-33 Keterangan : 0 = tidak ada, 1 = buruk, 2 = sedang, 3 = baik; Analisis Data 2010 Dalam hal ketrampilan berusaha, menunjukkan kemampuan yang cukup baik untuk Desa Wakai, Bambu dan Bomba. Hal ini dilihat dari industri yang berkembang di wilayah ini yakni industri kecil dan kerajinan rumah tangga Gambar 52 berupa usaha pengawetan ikan penggaraman dan pengeringan, pengrajin perahu, pembuatan atap rumah, gula merah dan makanan. Gambar 52 Banyaknya usaha industri di Kecamatan Una-Una BPS 2009 Aset manusia dari aspek kesehatan yang teridentifikasi meliputi : 1 Sarana dan prasarana, 2 Tenaga ahli, 3 Pelayanan, 4 Kesadaran masyarakat, 5 Partisipasi masyarakat. Pada tahun 2008 terdapat 1 unit puskesmas di Desa Wakai, 1 unit puskesmas pembantu Pustu di Desa Kulingkinari dan Bomba dan unit pos KB telah ada di semua desa. Tenaga dokter 1 orang hanya terdapat di Desa Wakai, mantribidan ada di Desa Bambu, Bomba dan Kulingkinari serta dukun bayi telah ada di semua desa. Terkait dengan sarana dan prasarana serta tenaga ahli di bidang kesehatan dapat menggambarkan kualitas pelayanan kesehatan sangat kurang terutama di Desa Kulingkinari, Malino dan Siatu. Potensi manusia baik yang diperoleh sebagai hasil pengembangan diri, melalui pendidikan maupun potensi yang terkait dengan kualitas kesehatan, daya tahan, kecerdasan dan faktor-faktor genetis lainnya merupakan bagian dari sumberdaya yang tak ternilai. Di tingkat rumah tangga, ukuran sumberdaya manusia meliputi jumlah dan mutu tenaga kerja yang ada. Tingkat sumberdaya manusia di tiap keluarga bervariasi sesuai tingkat keterampilan, pendidikan, kepemimpinan dan kondisi kesehatan. Dalam hal partisipasi masyarakat terhadap kesehatan di semua desa temasuk dalam kategori sedangcukup sedangkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan masih burukkurang. Hal ini ditunjukkan dengan kesadaran masyarakat menangani sampah domestik dengan kebiasaan membuang sampah ke laut, tingginya kasus meninggal akibat diare Selain itu, juga kegiatan penangkapan ikan dengan menyelam pada kedalamam 20-30 m tanpa peralatan yang memadai 10 20 30 40 50 60 Wakai Bambu Bomba Kulingkinari Malino Siatu Industri kecil Kerajinan RT menyebabkan pemuda ataupu kepala keluarga yang merupakan tulang punggung rumah tangga tersebut mengalami kelumpuhan.

5.4.2.3 Aset Sosial

Aset sosial yang dimaksudkan dalam pendekatan CLSA adalah sumberdaya sosial yang bermanfaat dan digunakan masyarakat untuk mencapai tujuan penghidupan mereka, yang umumnya bersifat intangible tidak mudah untuk diukur karena berkaitan dengan perubahan struktur dan proses, namun memiliki nilai manfaat bagi masyarakat. Kondisi aset sosial terebut tertera pada Tabel 61. Tabel 61 Kondisi aset sosial di Gugus Pulau Batudaka No Aset Sosial Skor Kisaran Skor Wakai Bambu Bomba Kulingkinari Malino Siatu 1 Sistem pengelolaan SDP 1 2 2 2 2 1 0-3 2 Lembaga Sosial 2 2 2 2 2 2 0-3 3 Jaringan Sosial 2 2 2 2 2 2 0-3 4 Adat budaya 2 2 2 2 2 2 0-3 5 Tingkat Konflik 2 2 2 2 2 2 0-3 9 10 10 10 10 9 0-15 Keterangan : 0 = tidak ada, 1 = buruk, 2 = sedang, 3 = baik Sumber : Analisis Data 2011 Aset sosial yang teridentifikasi, meliputi 1 sistem pengelolaan sumberdaya pesisir, 2 lembaga sosial, 3 jaringan sosial, 4 adat dan budaya dan 5 tingkat konflik. Secara keseluruhan aset sosial di Gugus Pulau Batudaka hampir sama. Di antara aset-aset kapital, aset sosial merupakan aset yang paling berkaitan dengan perubahan struktur dan proses. Aset sosial memiliki nilai manfaat bagi penghidupan masyarakat, namun perlu juga diwaspadai kemungkinan negatif yang dapat berkembang, atau dampak yang mungkin dirasakan oleh sekelompok orang. Ikatan dan relasi sosial yang ada mungkin didasarkan pada hubungan hirarkis yang sangat ketat, dan mungkin pula membatasi atau menghalangi seseorang untuk berupaya keluar dari kemiskinan. Aset sosial dapat terganggu oleh intervensi dari luar, yang memaksakan kepentingan tertentu tanpa mempertimbangkan relasi dan ikatan sosial yang telah terbina sebelumnya dalam masyarakat. Intervensi dari luar dapat berupa tekanan kekuatan atau kekuasaan untuk memaksakan kepentingan, atau motif ekonomi tertentu yang mengakibatkan konflik dalam masyarakat dani bentuk-bentuk kekerasan terjadi dalam situasi semacam itu. Pemanfaatan ruang perairan bagi masyarakat Bomba, Siatu, Tumbulawa dengan adanya usaha budidaya mutiara yang menutup akses terhadap areal pemancingan tradisional, maka konflik yang terjadi memaksa perusahaan tersebut memindahkan lokasi usahanya ke daerah lain. Masyarakat memiliki kemampuan untuk menumbuhkan atau memperbaiki asset sosial. Hubungan yang baik di antara masyarakat dapat memperkuatnya, sebaliknya sumberdaya sosial dapat menurun apabila anggota masyarakat mulai mengabaikan peran dan fungsinya atau tidak mentaati aturan. Aset sosial membutuhkan hubungan timbal balik terus menerus dan pengembangan aset sosial dapat dilakukan melalui penguatan lembaga-lembaga lokal, baik melalui pengembangan kapasitas maupun mendorong perubahan lingkungan yang kondusif. Selain mempunyai nilai-niai tersendiri, aset sosial sangat diperlukan oleh masyarakat miskin pada situasi dan kondisi tertentu, misal: membantu menopang penghidupan mereka pada saat salah satu tulang punggung keluarga meninggal, memberikan perlindungan pada saat situasi tidak aman atau tidak stabil, atau dapat pula menggantikan atau menutupi kekurangan sumberdaya yang dimiliki keluarga miskin. Gotong royong membangun rumah misalnya, dapat menutupi kekurangan tenaga atau keahlian tertentu yang tidak dimiliki keluarga miskin.

5.4.2.4 Aset Keuangan

Aset keuanganfinansial berhubungan dengan sumber-sumber keuangan yang dapat digunakan dan dimanfaatkan masyarakat dalam mencapai tujuan penghidupan masyarakat Gugus Pulau Batudaka, meliputi 1 Lembaga keuangan informal. 2 Lembaga keuangan formal, 3 pendapatan, 4 tabungan, dan 5 proyek bantuan. Kondisi asset keuangan di Gugus Pulau Batudaka tertera pada tabel berikut. Tabel 62 Kondisi aset keuangan di Gugus Pulau Batudaka No. Aset Keuangan Skor Kisaran Skor Wakai Bambu Bomba Kulingkinari Malino Siatu 1 Lembaga Keuangan Informal 2 1 2 2 1 1 0-3 2 Lembaga Keuangan Formal 1 0-3 3 Pendapatan 2 2 2 2 2 2 0-3 4 Tabungan 1 1 1 1 1 1 0-3 5 Proyek Bantuan 2 2 2 2 2 2 0-3 8 6 7 7 6 6 0-15 Keterangan : 0 = tidak ada, 1 = buruk, 2 = sedang, 3 = baik Sumber : Analisis Data 2011 Lembaga keuangan formal bank tidak ada di daerah ini dan terdapat 1 unit koperasi di Desa Wakai. Lembaga keuangan non formalnya, umumnya dapat ditemukan di tiap desa, yakni masyarakat perorangan yang memiliki kemampuan modal lebih, sehingga masyarakat lain yang memerlukan modal untuk melaut dapat meminjam dan memberikan hasil tangkapannya sebagai pengembalian hutangnya. Penghasilan rata-rata responden sebesar Rp. 1 945 745bulan, dengan penghasilan 1 juta sebesar 4, 1-2 juta sebesar 73, dan 3 juta sebesar 3. Hal ini menggambarkan penghidupan masyarakat di Gugus Pulau Batudaka cukup baik, ditunjang dari sumberdaya alamnya baik dari hasil laut maupun hasil perkebunan kelapa. Aset keuangan merupakan sumberdaya yang paling fleksibel, dapat ditukar dengan berbagai kemudahan sesuai sistem yang berlaku, juga dapat digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan penghidupan. Aset keuangan dapat berupa 1 cadangan atau persediaan; meliputi sumber keuangan berupa tabungan, deposito, atau barang bergerak yang mudah diuangkan, yang bersumber dari milik pribadi, juga termasuk sumber keuangan yang disediakan oleh bank atau lembaga perkreditan. 2 Aliran dana teratur; sumberdana ini meliputi uang pensiun, gaji, bantuan dari negara, kiriman dari kerabat yang merantau. Aset keuangan bersifat serbaguna, namun tidak dapat memecahkan persoalan kemiskinan secara otomatis. Ada kemungkinan masyarakat tidak dapat memanfaatkannya karena beberapa hal; masyarakat yang tidak memiliki cukup pengetahuan dan keahlian, sementara untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian mereka juga dibutuhkan uang yang tidak sedikit, atau mungkin masyarakat terhambat oleh struktur dan kebijakan yang kurang menguntungkan, pasar tidak berkembang, sehingga usaha kecil mati atau merugi. Hal semacam itu perlu menjadi pertimbangan dalam merencanakan bentuk dukungan keuangan bagi masyarakat. Pilihan bentuk tabungan juga perlu dipertimbangkan, mungkin masyarakat kurang cocok dengan tabungan konvensional, atau mereka lebih cocok menabung dalam bentuk barang atau ternak misalnya.

5.4.2.5 Aset Buatanfisik

Aset buatan merupakan infrastruktur fisik penopang pembangunan berupa prasarana dasar dan fasilitas lain yang dibangun untuk mendukung proses penghidupan masyarakat. Prasarana yang dimaksud meliputi pengembangan lingkungan fisik yang membantu masyarakat dalam melaksanakan tugas kehidupan lebih produktif. Prasarana umumnya merupakan fasilitas umum yang digunakan tanpa dipungut biaya langsung, terkecuali prasarana tertentu seperti listrik. Kekurangan prasarana tertentu dapat dijadikan salah satu ukuran kemiskinan. Kelangkaan akses terhadap fasilitas air bersih dan energi sangat merugikan kesehatan manusia. Selain itu, masyarakat akan disibukan dengan kegiatan yang tidak produktif seperti mencari kayu bakar atau sumber air bersih, yang dapat menghalangi masyarakat untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan serta kesempatan untuk meningkatkan penghasilan. Kondisi asset buatan di Gugus Pulau Batudaka tertera pada Tabel 63. Ketersediaan dermaga dan pasar di Gugus Pulau Batudaka termasuk kategori sedangcukup, namun untuk jalan dan jembatan masih kurang. Kebutuhan air bersih masih kurang, khususnya Desa Kulingkinari kebutuhan air bersih diperoleh dari desa tetangganya Bomba, Malino. Jaringan listrik PLN dan Non PLN yang menyala mulai jam 6 sore sampai jam 12 malam, dengan jaringan telepon tersedia di Desa Wakai yang dapat menjangkau beberapa desa di sekitarnya. Tempat beribadah seperti masjid, gereja telah tersedia di desa-desa yang ada pemeluk agama tersebut, juga rumah permanen. Analisis terhadap responden adalah 22 memiliki kondisi rumah baik, sedang 63, dan kurang baik 14 dengan kriteria semi permanen dan tidak memiliki MCK. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan sumberdaya di Gugus Pulau Batudaka cukup memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Tabel 63 Kondisi aset buatan di Gugus Pulau Batudaka No. Aset Buatan Skor Kisaran Skor Wakai Bambu Bomba Kulingkinari Malino Siatu 1 Dermaga 3 2 2 2 2 2 0-3 2 Jalan 1 1 1 1 1 1 0-3 3 Air bersih 3 2 2 1 2 2 0-3 4 MCK 2 1 2 1 1 1 0-3 5 Pasar 2 2 2 2 2 1 0-3 6 Jembatan 2 1 1 1 1 0-3 7 PPI 0-3 8 Jaringan Listrik 2 1 2 2 1 1 0-3 9 Jaringan Telepon 3 0-3 10 Rumah Permanen 2 2 2 1 2 1 0-3 11 Tempat Ibadah 2 2 2 2 2 2 0-3 22 14 16 13 13 12 0-33 Keterangan : 0 = tidak ada, 1 = buruk, 2 = sedang, 3 = baik Sumber : Analisis Data 2010 Peningkatan kualitas penghidupan masyarakat memerlukan pendekatan penghidupan berkelanjutan, yakni menekankan pentingnya penyediaan dan akses terhadap saranaprasarana sehingga masyarakat memanfaatkannya untuk mencapai tujuan penghidupan mereka. Penyediaan barang atau alat produksi secara langsung dapat menimbulkan masalah, antara lain disebabkan oleh beberapa alasan; menimbulkan ketergantungan dan menggangu mekanisme pasar, mengganggu perhatian terhadap pentingnya perubahan struktur dan proses, serta berpeluang terjadi salah sasaran atau hanya menguntungkan kelompok tertentu.

5.4.3 Identifikasi Kebutuhan Masyarakat Pesisir Gugus Pulau Batudaka

Secara umum respon yang dilakukan oleh masyarakat pesisir Gugus Pulau Batudaka terhadap kondisi sumberdaya pesisir dan dimana hampir seluruh masyarakat melakukan respon membuat kelompok nelayan, menangkap lebih jauh dari kondisi yang ada sebelumnya karena sumberdaya yang mulai menurun, kemudian keinginan melakukan perbaikan lingkungan, walaupun ini hanya merupakan harapan yang belum diikuti dengan berbagai tindakan nyata dari mereka sendiri, namun paling tidak harapan ini menjadi bahan arahan kebijakan bagi pemerintah daerahnya. Hampir seluruh responden menyatakan perlunya menjaga kelestarian lingkungan pesisir dan laut untuk kelanjutan pencaharian mereka. Masyarakat Gugus Pulau Batudaka Kecamatan Una-Una sekitar 50 berprofesi sebagai nelayan sekaligus petani, 7 PNS dan tenaga kerja di luar pertanian, 2 usaha jasa dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga nelayan, 23 siswa dan 18 sisanya kelompok usia dini dan lanjut usia BPS Kecamatan Una- Una 2009. Kondisi perairan yang fluktuatif, menyebabkan sebagian besar masyarakat memiliki pekerjaan ganda, terutama memanfaatkan sumberdaya laut maupun daratan. Kebutuhan masyarakat pesisir Gugus Pulau Batudaka adalah bagaimana meningkatkan taraf hidup dari usaha yang dilakukan melalui tambahan pengetahuan dan keterampilan serta diversifikasi usaha sebagai alternatif mata pencaharian serta modal. Budidaya perikanan telah banyak disosialisasikan pemerintah, namun banyak kendala yang ditemui dalam pelaksanaannya sehingga beberapa anggota masyarakat yang telah membudidayakan komoditas tersebut tidak berlanjut. Budidaya teripang belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pemeliharaanpembesaran ikan dalam kolong rumah banyak diusahakan masyarakat sebelum dijual ke pedagang penggumpul. Pemeliharaan bandeng di danau asin Pulau Taufan, maupun ikan air tawar Patoyan memberikan prospek yang baik dimasa mendatang. Demikian pula budidaya rumput laut, untuk Desa Siatu, Bomba, Wakai, belum memberikan hasil yang menggembirkan. Namun, daerah lain seperti Tumbulawa, Kulingkinari, Taningkola cukup berhasil usaha budidaya ini, dan mereka membutuhkan sentuhan teknologi dalam rangka meningkatkan nilai tambah rumput laut. Skor aset kapital secara umum adalah kurang optimal, hal ini terkait berbagai kondisi yang bersifat alami dan secara langsung mempengaruhi kinerja aktivitas masyarakat, yang tercermin pada kesempatan, kesulitan, penghargaan ekonomi dan sosial, serta dampak lingkungan dari seluruh aktivitas masyarakatnya Tabel 64. Tabel 64 Kinerja aktivitas masyarakat Gugus Pulau Batudaka Aktivitas Kesempatan Kesulitan Penghargaan Dampak Lingkungan Ekonomi Sosial Rumah Tangga xxx xxx xx xx - Ekonomi-Produktif x xxx xx xx -- Sosial-Politik xx xx xx xx - Ibadah xxx x xxx Rekreasi xx x xx xx - Konservasi xxx xxx x xxx xxx Keterangan : -- : sangat buruk, - : buruk, 0 : tidak ada, x : rendah, xx : sedang, xxx : tinggi, xxxx : sangat tinggi Sumber : Analisis Data 2010 Kondisi aset penghidupan masyarakat Gugus Pulau Batudaka aset kapital secara keseluruhan tertera pada Gambar 53. Kekuatan aset kapital Desa Wakai paling besar, diikuti Desa Bomba, Bambu, Malino, Kulingkinari dan yang terendah Desa Siatu. Penguasaanpemilikanakses terhadap asset kapital terbatas menyebabkan masyarakat Desa Siatu harus mencari cara untuk memperoleh dan memaksimalkan penggabungan aset-aset yang benar-benar mereka miliki dengan cara yang inovatif guna mempertahankan hidup.karena kepemilikan sumber daya alam yang juga lebih sedikit, akses pada sumberdaya finansial dan infrastruktur yang kecil dan juga sosial kapital yang kecil. Gambar 53 Grafik hasil CLSA di Gugus Pulau Batudaka 5 10 15 20 25 Alam Manusia Sosial Keuangan Buatan Wakai 5 10 15 20 Alam Manusia Sosial Keuangan Buatan Bambu 5 10 15 20 Alam Manusia Sosial Keuangan Buatan Bomba 5 10 15 20 Alam Manusia Sosial Keuangan Buatan Kulingkinari 5 10 15 20 Alam Manusia Sosial Keuangan Buatan Malino 5 10 15 Alam Manusia Sosial Keuangan Buatan Siatu Kesempatan yang paling luas adalah aktivitas rumah tangga, ibadah dan konservasi, namun memiliki tingkat kesulitan yang tinggi terkait faktor alam seperti letak geografis yang jauh dari pusat fasilitas seperti pabrik es, PPI, pasar. Kesulitan yang tinggi juga terjadi pada aktivitas ekonomi produktif yakni pada pertanian, wisata, dan perikanan tangkap karena kelangkaan lapangan pekerjaan atau sedikitnya kesempatan kerja. Kesadaran yang tinggi untuk aktivitas konservasi walaupun memperoleh penghargaan ekonomi yang rendah, secara keseluruhan kondisi ini, masyarakat dapat memperoleh insentif sesuai konstelasi CLSA Adrianto 2005. Dinamika aset alam sebagai Coastal Livelihood System dalam kurun waktu 20 tahun tertera pada Tabel 65. Tabel 65 Perubahan aset alam di Gugus Pulau Batudaka No. Faktor kunci Tahun 1995 2000 2005 2010 1 Hutan bakau xxx xxx xx xx 2 Hutan Alam xxx xx xx xx 3 Jumlah rumah x xx xx xx 4 Air Bersih xx xx xx xx 5 Areal Pertanian x xx xx xxx 6 Tangkapan Ikan laut xxx xxx xxx xxx 7 Abrasi x x x xx 8 Hasil Pertanian xx xx xxx xx 9 Tambak 0 x x x 10 Kelapa xxx xxx xxx xx Keterangan : 0 = tidak adahabis, x = sedikit, xx = sedang, xxx = banyak Sumber : Analisis Data 2010 Proses interaksi sistem alam dan sosial terakumulasi pada dinamika perubahan aset alam. Sistem alam pesisir Gugus Pulau Batudaka menyediakan berbagai barang dan jasa, yang mendukung perkembangan sistem sosial, juga membatasi ataupun menghancurkan perkembangan sistem sosial ekologi dalam bentuk berbagai tekanan Tabel 66 . Tekanan alam yang teridentifikasi di Gugus Pulau Batudaka adalah 1 abrasi, 2 sedimentasi, 3 musim, dan 4 Badai. Tekanan tersebut mempengaruhi penghidupan masyarakat yang menimbulkan dampakresiko berupa kehilangan asset, pekerjaan, pendapatan, meningkatkan biaya operasional penangkapan dan ketidakpastian berusaha. Kerentanan dalam masyarakat merupakan hal yang dianggap mengganggu atau dapat merugikan penghidupan mereka, berkaitan dengan “sense of problem” yang penting untuk diketahui, khususnya pada konteks masyarakat yang telah memiliki kesadaran tinggi untuk mengantisipasi perubahan, atau pada konteks masyarakat sangat rentan dan membutuhkan dukungan. Pengetahuan masyarakat tentang konteks kerentanan membantu memahami prioritas dan upaya dalam mensikapi setiap perubahan, dan pada konteks dukungan yang lebih tepat diberikan. Pemahaman ini penting untuk mengetahui potensi dan pengalaman masyarakat dalam mengantisipasi dan mengelola perubahan, atau bahkan mungkin terdapat mekanisme yang telah dibangun oleh masyarakat untuk melindungi penghidupan masyarakat. Tabel 66 Tekanan alam pesisir dan laut pada masyarakat Gugus Pulau Batudaka No Tekanan Alam Kelompok Rentan DampakResiko 1 Abrasi Pemilik pinggir pantai Kehilangan asset secara permanen 2 Sedimentasi Petambak Nelayan Petani Nelayan Kehilangan pekerjaan Kehilangan pendapatan Kehilangan pendapatan 3 Musim Nelayan Meningkatkan ketidakpastian Meningkatkan resiko penangkapan Meningkatkan biaya operasional Kehilangan pendapatan 4 Badai Semua Meningkatkan ketidakpastian Meningkatkan biaya operasional Kehilangan pendapatan Kehilangan asset hingga nyawa Sumber : Analisis Data 2010 Pada situasi-situasi tertentu mungkin masyarakat sangat bergantung pada dukungan dari pemerintah. Pemahaman ambang batas kemampuan masyarakat menghadapi perubahan sangat diperlukan, terutama bagi pihak-pihak terkait untuk meningkatkan sensitifitas mereka terhadap ancaman atau gangguan yang dialami masyarakat, yaitu kapan dukungan atau bantuan langsung perlu diberikan sehingga pemilihan insentif menjadi tepat guna.

5.4.4 Pemilihan insentif

Pilihan insentif bagi masyarakat Gugus Pulau Batudaka hampir seluruhnya mengharapkan dari pemerintah, sehingga pengembangan mata pencaharian alternatif ini diarahkan untuk mengalihkan profesi nelayan atau sebagai tambahan pendapatan. Berbagai program, proyek dan kegiatan pemerintah telah dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan. Motorisasi armada nelayan skala kecil adalah program yang dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk meningkatkan produktivitas dan daerah ini juga memperolehnya. Pada tahun 2009, Kecamatan Una-Una memperoleh 25 unit motor tempel 5.5 PK yang didistribusikan pada 5 desa. Program motorisasi ini membawa dampak positif, dilihat dari bertambahnya jumlah perahu bermotor di Gugus Pulau Batudaka. Saat ini bila ada program pemerintah untuk mengadakan armada kapalperahu nelayan, atau bila ada rencana investasi oleh nelayan, selalu pengadaan motor penggerak perahu menjadi permintaan nelayan. Demikian pula di bidang pariwisata, melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi telah melakukan berbagai program terkait dalam pengembangan pariwisata di kawasan Kepulauan Togean. Mulai tahun 2006, Pemerintah meresmikan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM Mandiri dengan tujuan meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. PNPM bukan program yang baru, namun merupakan wadah bagi terintegrasinya program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat dan diperluas secara nasional. Untuk tahun 2007, dua program diintegrasikan, yaitu Program Pengembangan Kecamatan dan PNPM Mandiri merupakan instrumen program untuk pencapaian Millenium Development Goals MDGs. Program Pengembangan Kecamatan merupakan salah satu upaya Pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, memperkuat institusi lokal, dan meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Program diimplementasikan melalui pengelolaan di tingkat kecamatan dalam bentuk pemberian dana bergulir untuk usaha ekonomi produktif dan penyediaan prasarana dan sarana yang menunjang kegiatan ekonomi, yang kesemuanya itu diarahkan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat capacity building investment. Program pemberdayaan masyarakat ini berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri Depdagri Hadi 2009. Kecamatan Una-una tahun 2010 memperoleh Rp 3 milyar dengan pembiayaan program berasal dari Pemerintah Pusat APBN, Pemerintah Daerah APBD, dan swadaya masyarakat. Hall 2001 menyatakan bahwa salah satu strategi pengelolaan wisata pesisir berkelanjutan yakni dengan pemberlakuan insentif keuangan financial incentives seperti pajak, harga, subsidi, dan bantuan yang diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur wisata dan pemberdayaan masyarakat lokal.

5.4.5 Menyusun Strategi Pilihan Mata Pencaharian.

Strategi pilihan mata pencaharian dapat dilakukan melalui : 1 Penciptaan lapangan kerja alternatif sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga melalui diversifikasi pendapatan nelayan untuk dikembangkan, yang diarahkan bukan saja untuk nelayan tetapi juga untuk anggota keluarganya, khususnya istri atau perempuan nelayan yang memang besar potensinya. Pengembangan mata pencaharian alternatif bukan saja dalam bidang perikanan, seperti pengolahan, pemasaran, atau budidaya ikan, juga diarahkan ke kegiatan non-perikanan; 2 mendekatkan masyarakat dengan sumber modal dengan penekanan pada penciptaan mekanisme mendanai diri sendiri self financing mechanism. Masyarakat pesisir, khususnya nelayan dan pembudidaya ikan sangat sulit untuk memperoleh modal. Sifat bisnis perikanan yang musiman, ketidakpastian serta resiko tinggi sering menjadi alasan keengganan bank menyediakan modal bagi bisnis ini. Sifat bisnis perikanan seperti ini yang disertai dengan status nelayan yang umumnya rendah dan tidak mampu secara ekonomi membuat mereka sulit untuk memenuhi syarat-syarat perbankan yang selayaknya diberlakukan seperti perlu adanya collateral, insurance dan equity; 3 mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya guna. Teknologi yang digunakan masyarakat pesisir, khususnya nelayan, pada umumnya masih bersifat tradisional, maka produktivitas rendah. Upaya meningkatkan pendapatan dilakukan melalui perbaikan teknologi, mulai dari teknologi produksi hingga pasca produksi dan pemasaran. Dengan mempertimbangkan sifat dan karakteristik masyarakat; 4 mendekatkan masyarakat dengan pasar, Pasar adalah faktor penarik dan bisa menjadi salah kendala utama bila pasar tidak berkembang, maka membuka akses pasar adalah cara untuk mengembangkan usaha karena bila tidak ada pasar maka usaha sangat terhambat perkembangannya. Pengembangan pasar bagi produk- produk yang dihasilkan masyarakat pesisir maka upaya yang dilakukan adalah mendekatkan masyarakat dengan perusahaan-perusahaan besar khususnya eksportir komoditas perikanan, untuk mendapatkan jaminan pasar dan harga, pembinaan terhadap masyarakat terutama dalam hal kualitas barang bisa dilaksanakan, serta bantuan modal bagi pengembangan usaha. Meskipun hubungan seperti ini sudah ada, secara umum boleh dikatakan bahwa masyarakat masih menghadapi pasar yang tidak sempurna strukturnya, monopoli ketika masyarakat membeli faktor produksi serta monopsoni ketika masyarakat menjual produk yang dihasilkan. Struktur pasar yang tidak menguntungkan masyarakat ini disebabkan karena informasi yang kurang mengenai harga, komoditas, kualitas, kuantitas serta kontinyutas produk. Kelangkaan informasi ini begitu rupa sehingga umumnya masyarakat hanya menghasilkan produk-produk yang serupa sehingga akhirnya membuat kelebihan pemasokan dan kejatuhan harga; 5 membangun solidaritas serta aksi kolektif di tengah masyarakat. Kelima pendekatan ini dilaksanakan dengan memperhatikan aspirasi, keinginan, kebutuhan, pendapatan, dan potensi sumberdaya yang dimiliki masyarakat Nikijuluw 2001. Strategi lain, pembelajaran dari keberhasilan alternatif mata pencaharian di Aceh, yaitu 1 diperlukan fasilitatorpetugas penyuluh lapang dengan pengetahuan teknis yang memadai yang tinggal bersama masyarakat binaannya sehingga permasalahan teknis dalam pengusahaan alternatif mata pencaharian; 2 penggabungan pemberian modal usaha misal untuk budidaya perikanan yang dikaitkan dengan kegiatan rehabilitasi penanaman mangrove dipandang sangat mendidik sehinga masyarakat merasa ikut memilikibertanggung jawab akan hasil rehabilitasinya; 3 pemberian berbagai pelatihan untuk meningkatkan keterampilan tentang teknik rehabilitasi, budidaya perikanan maupun alternatif usaha lainnya; 4 kegiatan rehabilitasi melalui pemulihan ekosistem mangrove akan dapat melindungi pemukiman dari bencana badai maupun air pasang dan memulihkan sumber mata pencaharian masyarakat pesisir Wetland 2009. Budidaya rumput laut merupakan mata pencaharian alternatif yang berkembang di masyarakat Gugus Pulau Batudaka dan untuk daerah Lindo Desa Tumbulawa, kegiatan ini telah menjadi mata pencaharian utama, karena telah merasakan hasil yang lebih baik dibandingkan usaha penangkapan ikan dan secara langsung dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

5.5 Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Gugus Pulau

Analisis supply dapat digunakan untuk valuasi nilai ekonomi sumberdaya pesisir pulau-pulau kecil PPK melalui identifikasi potensi dan kondisi sumberdaya yaitu tipologi PPK meliputi tipe ekosistem, tipe spesies dan komunitas yang ada di dalamnya berbasis pada teknik valuasi sesuai tipe-tipe tersebut. 5.5.1 Wisata

5.5.1.1 Analisis Penawaran Wisata

Suatu penawaran akan melukiskan jumlah maksimum yang siap disediakan pada setiap kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu. Laju pertumbuhan penawaran produk wisata akan tergantung dari biaya dan jumlah produk yang ditawarkan, sehingga untuk menduga laju penawaran wisata atau mengestimasi kurva penawaran wisata bahari diturunkan dari fungsi biaya khususnya biaya jangka pendek. Fungsi penawaran produk wisata yang diperoleh dengan meregresikan peubah terikat biaya operasional pengusaha wisata TCtotal cost terhadap peubah bebas biaya konsumsi dan akomodasi V 1 , serta biaya pemeliharaan V 2 . Tabel 68. Tabel 68 Biaya operasional pengusaha wisata di Gugus Pulau Batudaka Nama Usaha Q orang TC US KonsumsiV 1 US PemeliharaanV 2 US Wakai Cottoge 420 103700 76000 26700 Poya Cottage 704 78000 58750 19250 Island Retreat 428 157000 117500 38500 Penginapan Surya 290 58625 41125 17500 Uraian Keterangan R dan R 2 F-hit dan significance F Konstanta Nilai variabel biaya konsumsi dan akomodasi Nilai variabel biaya pemeliharan Jumlah sampel n 0.9998 dan 0.9996 13896 dan 0.0006 0.4870 0.7233 0.2874 4 Sumber : Analisis Data 2011 Model penawaran wisata tersebut diperoleh dengan menggunakan pendekatan logaritma natural sebagai berikut: Ln TC = 0.4870 + 0.7233 LnV 1 + 0.2874 LnV 2 Model regresi di atas diuji dengan menggunakan uji F untuk mengetahui sejauh mana ketepatan model yang menjelaskan hubungan nyata antara biaya operasional usaha wisata dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil uji F menunjukkan F hitung 13 896 F tabel 9.55 pada selang kepercayaan 95. Nilai F hitung yang lebih besar daripada F tabel berarti menolak H H : β 1 = β 2 = β i = 0, yang berarti menerima H 1 H 1 : minimal ada satu β i ≠ 0, yaitu setidaknya ada satu peubah bebas dalam fungsi penawaran tersebut yang berpengaruh nyata terhadap biaya operasional usaha wisata. Selain itu, nilai koefisien determinasi R 2 juga menunjukkan nilai sebesar 0,9996, berarti peubah bebas yang digunakan dalam model biaya konsumsi dan akomodasi, pemeliharaan mampu menjelaskan keragaman peubah tak bebas, yaitu total biaya operasional pengusaha wisata sebesar 99.96. Hasil regresi yang didapatkan dapat diguna Gugus Batuda wisata pada pengu dan ak biaya mengg sumbu pada k operas P Total B TC akan untuk s Pulau Bat aka tertera p Gambar 54 Kurva di a a dengan Q sumbu Y usaha akan d komodasi se operasional gambarkan u X akan me kurva di at sional pengu Biaya C membangun tudaka. Ku pada Gambar ` Kurva pen atas membe pada sumbu pada waktu dipresentasik erta pemelih l yang dike biaya oper empengaruhi as tergamba usaha wisata n kurva pen urva penawa r 54 berikut nawaran wisa erikan penje u X dengan u tertentu, kan oleh tin haraan fasili eluarkan pe rasional pen i nilai dari h ar terus me a sampai ko Biaya nawaran da aran produk ini. ata di kawas lasan tentan tingkatan ha artinya seti ngkatan harg itas wisata. engusaha ju gusaha deng harga P yang ningkat seir ondisi terten Operasional ari kegiatan k wisata kaw an Gugus Pu ng biaya ope arga yang di iap besaran ga tertentu d Semakin ti uga meningk gan besaran g berada pad ring dengan ntu, sehingga l wisata di wasan Gugu ulau Batudak erasional pe inotasikan d n biaya ope dari biaya k inggi harga kat. Kurva n nilai terten da sumbu Y n peningkata a untuk men kawasan us Pulau ka engusaha dengan P erasional konsumsi P maka tersebut ntu pada . Nilai P an biaya ngetahui posisi dimana harga diinginkan oleh pasar atau kecocokan harga yang ditawarkan pihak pengelola wisata maka harus diketahui tingkatan permintaan dari wisatawan agar terjadi harga keseimbangan pasar price equilibrium.

5.5.1.2 Analisis Permintaan Wisata

Metode yang digunakan untuk menghitung biaya perjalanan adalah melalui individual travel cost methodTCM. Hasil analisis permintaan wisata di kawasan Gugus Pulau Batudaka Kepulauan Togean melalui metode TCM dengan menghitung biaya perjalanan yang dikeluarkan individu untuk melakukan kegiatan wisata di kawasan ini. Fungsi permintaan wisata yang diperoleh dengan meregresikan peubah terikat biaya perjalanan TC, pendapatan Y dan jarak ke lokasi wisata D dengan jumlah kunjungan V Tabel 66, kemudian digunakan untuk membangun kurva permintaan dan surplus konsumen kegiatan wisata yang kemudian menjadi nilai manfaat wisata kawasan ini. Tabel 66 Biaya perjalanan wisatawan, pendapatan dan jarak ke kawasan Gugus Pulau Batudaka Negara Jumlah Kunjungan Biaya Perjalanan US Pendapatan US Jarak km Italia 77 1049 30400 12554 Prancis 80 1041 33200 13480 Belanda 61 942 38500 13264 Spanyol 23 986 30100 12491 Jerman 34 972 34200 12890 Swiss 17 1036 41100 13113 Inggris 18 1116 35100 13644 Belgia 17 959 35300 13296 USA 15 1056 45800 17304 Lokal 458 267 3700 515 Uraian Keterangan R dan R 2 0.8639 dan 0.7464 F-hit dan significance F 5.8861 dan 0.0321 Konstanta 26.2728 Nilai variabel biaya perjalanan -3.4082 Nilai variabel pendapatan -1.0981 Nilai variabel jarak 1.2707 Jumlah sampel n 10 Sumber : Analisis Data 2011 berasa 1 041 jiwa d perjala untuk kedata Batuda diband memp survei biaya minat Batuda Gamb dengan mence tersebu P harg Berdasarka al dan Peran per orang, s dengan biaya anan wisataw berwisata. H angan wisata aka ketiga p dingkan den pengaruhi ora , motivasi k perjalanan y wisatawan u aka tertera p ar 55 Kurv Tingkat ku n seberapa s erminkan tin ut. Fungsi p ga an hasil yan ncis sebesar sedangkan ju a perjalanan wan suatu n Hal ini dapat awan yang paling banya ngan wisataw ang dalam b kunjungan w yang murah, untuk berku pada Gambar va permintaa unjungan wi sering seoran ngkat kepua permintaan w g diperoleh, 80 jiwa den umlah wisat rata-rata seb negara, seben t dilihat dari berasal dari ak, padahal wan dari neg berwisata, sa wisatawan un namun keun unjung. Kurv r 55. n wisata di k isatawan ke ng wisatawan asan dan tin wisatawan ke jumlah w , terlihat bah ngan rata-rat tawan terend besar US 1 narnya buka data wisata i negara ters biaya perja gara lain. Ar alah satunya ntuk berwisa nikan alam y va permintaa kawasan Gug kawasan G n berkunjun ngkat kesuk e kawasan G wisatawan hwa jumlah ta biaya perj dah berasal d 056 per ora an merupaka awan asal Pe sebut ke kaw lanan indivi rtinya ada f a adalah mot ata ke kawas yang ditawa an wisata ka gus Pulau B Gugus Pulau g ke lokasi t kaan wisataw Gugus Pulau wisatawan, jalanan sebe dari USA se ang. Tinggin an penghalan rancis, yakn wasan Gugu idunya palin faktor lain y tivasi. Menu san ini bukan arkan mempe awasan Gugu atudaka Batudaka b tersebut. Hal wan terhada u Batudaka d tertinggi esar US besar 15 nya biaya ng orang ni jumlah us Pulau ng tinggi yang ikut urut hasil n karena engaruhi us Pulau berkaitan l ini juga ap lokasi diperoleh dengan meregresikan peubah terikat jumlah kunjungan Q terhadap peubah bebas biaya perjalanan TC, pendapatan invidividu I dan jarak D dengan menggunakan pendekatan logaritma natural, maka diperoleh model permintaan sebagai berikut: LnQ = 26.2728 – 3.4082 LnTC – 1.0981 LnY + 1.2707D Model regresi di atas diuji dengan menggunakan uji F untuk mengetahui sejauh mana ketepatan model yang menjelaskan hubungan nyata antara tingkat kunjungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil uji F menunjukkan F hitung 5.88 F tabel 4.76 pada selang kepercayaan 95. Nilai F hitung yang lebih besar daripada F tabel berarti menolak H H : β 1 = β 2 = β i = 0, yang berarti menerima H 1 H 1 : minimal ada satu β i ≠ 0, yaitu setidaknya ada satu peubah bebas dalam fungsi permintaan tersebut yang berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan. Selain itu, nilai koefisien determinasi R 2 juga menunjukkan nilai sebesar 0.7464, berarti peubah bebas yang digunakan dalam model biaya perjalanan, pendapatan invidividu dan jarak mampu menjelaskan keragaman peubah tak bebas, yaitu jumlah kunjungan sebesar 74.64. Model permintaan yang diperoleh juga dapat menunjukkan hubungan yang berlawanan antara jumlah kunjungan dan biaya perjalanan. Berdasarkan hasil perhitungan regresi di atas, nilai terhadap permintaan sebesar -3.4082 dapat diartikan apabila terjadi perubahan biaya perjalanan sebesar 0.05 atau 5 maka akan menurunkan tingkat kunjungan sebesar 3.41. Tanda negatif menunjukkan bahwa pada fungsi permintaan tersebut terdapat hubungan terbalik antara biaya perjalanan dengan tingkat kunjungan. Apabila terjadi kenaikan biaya perjalanan menuju kawasan Gugus Pulau Batudaka, maka akan menyebabkan penurunan tingkat kunjungan wisatawan ke kawasan tersebut. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu komoditas maka semakin rendah tingkat permintaannya. Yoeti 1997 berpendapat, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan adalah harga. Kenyataan ini juga sesuai dengan pendapat Gaspersz 2000 tentang hukum permintaan law of demand yang menyatakan bahwa kuantitas produk yang diminta akan meningkat apabila harga menurun dan kuantitas produk yang diminta akan menurun apabila harga meningkat dengan asumsi nilai-nilai dari peubah lain yang mempengaruhi permintaan produk tersebut dianggap konstan atau ceteris paribus. Hasil regresi yang didapatkan dapat digunakan untuk membangun kurva permintaan dan menentukan surplus konsumen dari kegiatan ekowisata bahari di kawasan Gugus Pulau Batudaka. Surplus konsumen pada penelitian ini merupakan selisih antara tingkat kesediaan membayar dari wisatawan dengan biaya atau harga yang harus dikeluarkan untuk memperoleh kepuasan dalam menikmati jasa alam Yudasmara 2010 berupa obyek wisata di kawasan Gugus Pulau Batudaka. Tingkat kepuasan wisatawan yang berkunjung ke lokasi tersebut dapat dilihat dari intensitas kunjungannya. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin sering seorang wisatawan berkunjung ke kawasan ekowisata Gugus Pulau Batudaka mencerminkan semakin puas terhadap lokasi wisata tersebut. Pada kurva permintaan jumlah wisatawan yang berkunjung ke kawasan Gugus Pulau Batudaka yang dinotasikan dengan Q pada sumbu X dengan tingkatan harga yang dinotasikan dengan P pada sumbu Y pada waktu tertentu, namun penjelasan kurva permintaan berbeda dengan penawaran dimana semakin rendah nilai harga yang ditawarkan maka jumlah wisatawan akan semakin meningkat atau sebaliknya semakin tinggi harga yang ditawarkan maka jumlah kunjungan wisatawan semakin berkurang. Hal ini dapat dilihat pada kurva di atas, dimana harga pada tingkat sekitar 910 nilai Q = 0 tidak ada wisatawan yang datang sedangkan bila harga berada pada level 300 maka nilai Q sekitar ± 1 400 orang. Selain itu, dari kurva permintaan diperoleh hasil perhitungan surplus konsumen sebesar US 21 813 per individu per tahun atau Rp 207 223 500 per individu per tahun dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar sebesar Rp 9 500. Nilai surplus konsumen didapatkan nilai ekonomi kawasan ekowisata kawasan Gugus Pulau Batudaka yang diperoleh berdasarkan jumlah wisatawan yang berkunjung tahun 2007 adalah sebesar US 58 273 atau Rp. 553 593 500. Nilai ekonomi ini merupakan nilai riil pemanfaatan ekowisata di kawasan ini dan nilai tersebut akan meningkat bila jumlah wisatawan yang berkunjung ke kawasan ini bertambah banyak. Hal ini dapat terjadi apabila potensi dan kondisi daya tarik wisata yang ada di kawasan ini dapat dipertahankan, d m p a k h k d s k b m p m disertai den manajemenn Setel perpotongan aktivitas wis Kurv keseimbanga harga P 37 konsumen s didapatkan sebesar US kawasan saa berkunjung menambah j pada kondis mampu dita P harga ngan pening nya. lah hasil ku n kedua kur sata di kawa Gambar 5 va keseimb an aktivitas 70 dan nilai Q sebesar US juga nilai e 58 273. N at ini dan n ke kawasan jumlah kunj si keseimban ampung oleh gkatan sara urva penawa rva tersebut, san Gugus P 6 Kondisi k bangan di wisata di ka Q jumlah w 21 813 p ekonomi ka Nilai ekonom nilai tersebu n ini bertam jungan wisa ngan baru se h kawasan jum ana prasaran aran dan per , untuk men Pulau Batuda kesetimbanga atas mem awasan Gug wisatawan s per individu awasan wisa mi ini merup ut akan men mbah banyak atawan meng ebesar 640 o atau batas mlah wisataw na penduku rmintaan dip ngetahui kon aka Gambar an pasar akti mberikan p gus Pulau Ba ebesar 640 o per tahun. ata kawasan pakan nilai r ningkat bila k atau masi gingat jumla orang, jumla daya dukun wan ung wisata peroleh mak ndisi keseim r 56. ivitas wisata penjelasan, atudaka bera orang denga Nilai surp n Gugus Pu riil pemanfa a jumlah wi ih ada kese ah kunjung ah wisatawa ng kawasan dan kualit ka dapat dic mbangan pas a bahwa tit ada pada lev an nilai surpl lus konsum ulau Batuda aatan wisata isatawan ya empatan unt gan wisataw an yang mas Gugus Pul tas ari sar tik vel lus men aka di ang tuk wan sih lau Batudaka adalah sebesar 21 887 orang. Kondisi keseimbangan pasar wisata tertera pada Tabel 67. Tabel 67 Kondisi keseimbangan pasar wisata di kawasan Gugus Pulau Batudaka No Parameter Nilai Satuan 1 Harga 370 US 2 Jumlah wisatawan7 640 Orang 3 Surplus Konsumen 21 813 US 4 Nilai ekonomi 58 273 US Sumber : Analisis Data 2011. Gugus Pulau Batudaka memiliki karakteristik obyek wisata yang spesifik, dimana peminatnya juga terbatas pada wisatawan yang mempunyai ketertarikan tersendiri terhadap obyek wisata berupa panorama alam yang ditawarkan di kawasan ini dengan atraksi yang dominan berupa selam dan snorkeling. Jumlah kunjungan wisatawan berdasarkan asal negara dari tahun 2006-2009 tertera pada Gambar 57. Gambar 57 Kunjungan wisman ke Kepulauan Togean Disbudpar 2010 Berdasarkan informasi dari masyarakat dan pengelola penginapan yang ada di lokasi penelitian, biasanya jumlah wisatawan mancanegara yang cukup banyak terjadi pada bulan Juli dan Agustus. Hal ini disebabkan pada bulan tersebut merupakan masa libur musim panas bagi wisatawan yang berasal dari negara-negara Eropa, dan juga masa libur musim dingin bagi wisatawan yang berasal dari Australia dan New Zealand, sedangkan pada bulan-bulan yang lainnya, permintaan rata-rata per-hari hanya sekitar lima sampai sepuluh orang saja. 50 100 150 200 250 300 Prancis Belanda Jerman Spanyol Inggris Italia Belgia Swiss USA Australia Slovenia Austria Chech Kanada swedia 2009 2008 2007 2006

5.5.2 Perikanan

Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Gugus Pulau Batudaka antara lain ikan tongkol, tenggiri, teri, ekor kuning, kerapu, kakap, dan beberapa jenis ikan lainnya. Adapun jenis ikan yang dihitung nilai produktivitasnya dalam penelitian ini adalah ikan kerapu karena ikan tersebut memiliki habitat menetap di terumbu karang, bernilai ekonomis tinggi, disamping dukungan ketersediaan data sekundernya. Besaran jumlah hasil tangkapan ikan kerapu hampir tidak tergantung kepada musim, kecuali pada musim-musim dimana terjadi gelombang besar musim barat nelayan sedikit mengurangi aktivitas penangkapannya. Harga ikan kerapu pada bulan Pebruari 2009-Pebruari 2010 sebesar Rp 25 000kg. Hasil valuasi ekonomi ikan kerapu tertera pada Tabel 68. Tabel 68 Volume dan nilai produksi kerapu dari tiga alat tangkap No Variabel Pancing J. Insang Bubu 1 Produksitriptahun 2 017 2 193 175 2 Pendapatantriptahun 50 427 500 54 812 500 4 385 000 3 Tenaga Kerja 2 2 2 4 Trip hari 1 1 1 5 Triptahun 96 120 48 6 BBMunit 3 4 2 7 BBMtahununit 288 480 96 8 Harga BBMtahun 2 016 000 3 360 000 672 000 9 Umpan kgtahun 73 10 Harga umpan 365 000 11 Biayatrip 47 575 48 000 34 000 12 Pendapatan bersih 43 479 267 45 692 500 2 081 000 Sumber : Analisis Data 2010 Berdasarkan Tabel diatas, pendapatan bersih nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring ingsang dan pancing lebih tinggi dibanding bubu, masing-masing sebesar Rp. 3 623 273bulan pancing, Rp. 3 808 125bulan jaring ingsang, Rp. 173 416bulan bubu. Nelayan di Gugus Pulau Batudaka umumnya menggunakan kombinasi alat tangkap tersebut, seperti pancing-bubu sehingga tidak diperhitngkan penggunaan umpan pada alat tangkap bubu.

5.6 Analisis Skenario Pengelolaan Gugus Pulau

Skenario pengelolaan wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka ditujukan untuk arahan kebijakan dari model integrasi optimal berdasarkan kondisi saat ini. Nilai-nilai atribut yang digunakan untuk membangun model integrasi wisata- perikanan secara lengkap tertera pada Tabel 69. Tabel 69 Nilai dugaan parameter pada model integrasi wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka Submodel dan parameter Nilai Dugaan Keterangan Sub Model Wisata 1. Jumlah wisatawan 3000 Disbudpar Prov. 2008 2. Yield Factor YF Built-up 1.00 Lenzen dan Murray 2001; WWF 2008 Cropland 1.70 Energy 1.30 Fishery 0.60 Forest 1.30 Pasture 2.20 3. Komponen : Hasil analisis manual komponen TEF, luasan area dari hasil analisis GIS - Foot Built-up : luas jalan, 18.36 pelabuhan, 0.43 penginapan 1.16 -Foot aktivitas : luas area selam, 18.70 snorkeling, 129.40 rekreasi pantai 68.69 - Foot energy : jumlah energi 2.38 - Food Fibre : cropland, 4532.85 pasture, 1733.00 forest, 18395.95 Sea space 2610.00 4. Lama wisata 5 Hasil analisis kuesioner wisatawan 2010 Sub model Perikanan Sektor populasi 1. Jumlah penduduk jiwa 13 500 Hasil proyeksi tahun 2010 2. Laju kelahiran 0.012 Hasil analisis berdasarkan BPS Touna 2004-2009 3. Laju kematian 0.003 4. Laju imigrasi 0.029 5. Laju emigrasi 0.014 Sektor Produksi lokal dan regional 1. Biomassa ikan X Lokal 137.911 Hasil analisis, rumus 20 Regional 12 864 2. Laju pertumbuhan intrinsik r Lokal 0.365 Hasil analisis rumus 21 Regional 0.043 3. Koefisien tangkap q Lokal 0.00001 Regional 0.00002 4. Daya dukung K Lokal 14.28 Regional 2103 Tentukan persamaan TEF, BC Sesuai ? TEF = BC Data : -Jumlah wisatawan -Luasan jalan, pelabuhan GIS -Luasan tata guna lahan GIS -Akomodasi wisata -Produksi listrik Sesuai Hitung : -Agregrat kmponen footprint -Biocapacity Cetak : Pemanfaatan optimal TEF = BC Submodel dan parameter Nilai Dugaan Keterangan Sektor Footprint perikanan 1. Data ekspor 5.58 Hasil analisis rumus 29 2. Data impor 17.28 3. Data konsumsi domestik 300.56 4. Faktor ekivalen laut YF 0.06 Lenzen dan Murray 2001 5. Luas perairan regional 338 575 Hasil analisis GIS 6. Luas perairan lokal 61 052 Hasil analisis GIS 7. Total EF perikanan 0.34 Hasil analisis FEF, rumus 9

5.6.1 Sub Model Wisata

Keberlanjutan aktifitas wisata di Gugus Pulau Batudaka membutuhkan ruang dan sumberdaya dimana prediksi wisatawan yang datang setiap tahunnya untuk keperluan alokasi ruang dan sumberdaya agar dapat dilakukan pengelolaan secara efektif. Diagram alir TEF Touristic ecological Footprint tertera pada Gambar 58. Gambar 58 Diagram alir TEF Tidak Ya Mulai Tidak Selesai Tabel 70 Proyeksi jumlah wistawan, EF dan BC selama 10 tahun Tahun Jumlah Wisatawan orang EF Total hatahun Biocapacity Total ha EF tiap wisatawan hakapitatahun Biocapacity wisatawan ha 2010 3 000 759 5 132 0.25 1.71 2011 7 372 1 698 5 132 0.23 0.70 2012 10 806 2 435 5 132 0.23 0.47 2013 13 503 3 014 5 132 0.22 0.38 2014 15 620 3 469 5 132 0.22 0.33 2015 17 283 3 826 5 132 0.22 0.30 2016 18 589 4 106 5 132 0.22 0.28 2017 19 615 4 327 5 132 0.22 0.26 2018 20 420 4 500 5 132 0.22 0.25 2019 21 052 4 635 5 132 0.22 0.24 Final 21 549 Total BC dan EF pada tabel diatas dari keseluruhan wisatawan dan untuk wisatawan per tahun kapitahatahun yang mengunjungi Gugus Pulau Batudaka dengan jumlah wisatawan awal sebanyak 3 000 orang pada tahun 2010 dan kondisi ruang ekologis BC sekitar 5 132 ha, maka pada tahun pertama Gugus Pulau Batudaka dapat menampung 7 372 orang dengan lahan yang dibutuhkan sebesar 1 698 ha dengan kebutuhan lahan untuk setiap wistawan per kapita 0.23 ha. Sampai tahun kedua peningkatan jumlah wisatawan cenderung tinggi disebabkan oleh luasnya lahan produktif masih tersedia. Pada tahun selanjutnya, wisatawan yang dapat ditampung di Gugus Pulau Batudaka terjadi sedikit peningkatan dan cenderung stabil sehingga pemanfaatan lahan untuk tiap wisatawan juga tidak mengalami perubahan yang signifikan. Peningkatan wisatawan yang berkunjung di Gugus Pulau Batudaka akan meningkatkan total luas lahan yang dimanfaatkan sebagai akibat dari konsumsi yang dilakukan, namun tidak sampai melebihi BC. Model dinamik dari penjelasan diatas tertera pada Gambar 59. Peningkatan jumlah wisatawan berhubungan dengan konsumsi terhadap sumberdaya di Gugus Pulau Batudaka dan secara langsung mempengaruhi peningkatan EF total, namun perubahan EF total tersebut tiap tahunnya sangat kecil. Hal ini dapat dilihat dari EF per kapita tiap wisatawan yang cenderung tetap dan masih dibawah BC. Hasil perhitungan manual EF total minimal dapat menampung jumlah wisatawan sebesar 21 887 orang, sedangkan perhitungan model dinamik jumlah wisatawan dalam kurun waktu 10 tahun mendatang, Gugus Pulau Batudaka dapat menampung sekitar 21 549 orang. TEF merupakan pendekatan yang digunakan dalam menghitung kemapuan kawasan dalam menampung jumlah wisatawan di gugus Pulau Batudakan berdasarkan biocapacity yang tersedia dan konsumsi terhadap sumberdaya dalam satuan luas area baik di lahan daratan dan perairan per tahun untuk rata-rata lama kunjungan 5 hari. Gambar 59 Model dinamik jumlah wisatawan, EF dan BC BC merupakan daya dukung ruang secara ekologis untuk menunjang tingkat konsumsi dari wisatawan terhadap suberdya yang ada di Gugus Pulau Batudaka. Pertambahan jumlah wisatawan yang mengunjungi kawasan tersebut setiap tahun akan diikuti peningkatan EF dari pulau tersebut karena permintaan akan ruang. Kondisi BC yang konstan, maka jumlah wisatawan setiap tahun akan bertambah secara eksponensial hingga mencapai relatif konstan karena EF masih berada dibawah BC dan bila EF melampaui BC menandakan kegiatan wisata tidak berkelanjutan unsustainable. Hal ini berarti Gugus Pulau Batudaka masih dapat menerima kehadiran wisatawan dalam jumlah banyak dan dalam jangka waktu yang lama.

5.6.2 Sub Model Perikanan

Sub model perikanan tersusun atas : sektor populasi, sektor produksi, dan sektor ecological footprint. Diagram alir sub model perikanan tertera pada Gambar 60-62.

5.6.2.1 Sektor Populasi

Sumber daya manusia adalah seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografi, sosial dan ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Karakteristik demografi merupakan aspek kuantitatif sumberdaya manusia yang dapat digunakan untuk menggambarkan jumlah dan pertumbuhan penduduk, penyebaran dan komposisi penduduk. Parameter yang digunakan sub model populasi diestimasi menggunakan data populasi pada Tabel 71. Gambar 60 Diagram alir sektor populasi Tabel 71 Parameter yang digunakan untuk sektor populasi penduduk No Desa Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 1 Kulingkinari 910 945 924 930 987 2 Molowagu 1021 1.253 1.235 1.239 1197 3 Bomba 738 811 829 834 736 4 Tumbulawa 988 998 992 1.057 1214 5 Taningkola 1329 1. 386 1.375 1.371 1069 6 Bambu 1389 1.116 1.187 1.229 1268 7 Una-Una 1447 1.455 1.146 1.447 1370 8 Lembanya 459 489 513 510 572 9 Wakai 1989 2.232 2.324 2.355 2765 10 Tanjung Pude 385 388 397 572 592 11 Malino 286 345 381 364 379 12 Siatu 373 391 398 410 422 13 Kambutu 449 473 475 493 535 Jumlah 11763 12287 12476 12811 13106 Lahir 131 103 143 185 170 Mati 9 48 30 36 71 Emigrasi 533 237 365 331 333 Imigrasi 393 86 192 110 92 Laju kelahiran 0.0117 0.0031 0.0290 0.0143 Laju Kematian Laju Emigrasi Laju Imigrasi Sumber :BPS 2004-2009, Analisis Data 2011

5.6.2.2 Sektor Produksi

Estimasi kemampuan sumberdaya Gugus Pulau Batudaka dalam menopang kehidupan penduduknya, khususnya sumberdaya perikanan terbarui, dalam hal ini produkivitas berhubungan dengan stok ikan yang dipengaruhi faktor alam dan manusia Adrianto dan Matsuda 2004. Perhitungan stok ikan di perairan Gugus Pulau Batudaka lokal dan perairan Kabupaten Tojo Una-Una regional membutuhkan data series tahun 2007-2009 baik produksi ikan maupun data upaya penangkapan DKP Kec. Una-Una 2010; DKP Prov Sulteng 2010 yang dikumpulkan selama penelitian sehingga diperoleh nilai perkiraan jumlah produksi dan jumlah upaya penangkapan ikan. Estimasi potensi sumberdaya ikan hasil tangkapan lokal dan regional dilakukan dengan cara menganalisis data total hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan, serta perhitungannya terdapat pada Lampiran 11 dan 12. Adapun diagram alir produksi lokal dan regional tertera pada Gambar 63. Gambar 61 Diagram alir sektor produksi Berdasarkan data hasil tangkap per unit usahaCPUE dengan menggunakan model Schunete dapat diestimasi parameter sektor produksi dan biomassa ikan Lampiran 12 dan 13 dihitung dengan model fungsi pertumbuhan ikan dari Gompertz Tabel 72. Tabel 72 Parameter yang digunakan untuk sektor produksi Parameter Produksi Lokal Produksi Regional Laju pertumbuhan intrinsik r 0.365 0.043 Koefisien tangkap q 0.00001 0.00002 Daya dukung K 90 469 kg 1 071 ton Biomassa ikan X 137 911 kg 12 863 ton Sumber : Analisis Data 2011

5.6.2.3 Sektor Ecological Footprint

Pada sektor ini, ecological footprint perikanan sebagai stok dan sebagai variabel adalah konsumsi domestik, konsumsi ekspor dan konsumsi impor. Menurut Folke 1996 pengertian konsumsi disini adalah total suplai atau produksi dari konsumsi manusia dan limbah yang dihasilkan. Berdasarkan data dari BPS yaitu jumlah penduduk dan ekspor ikan, dan konsumsi ikan per kapita dari DKP, namun karena data impor tidak tersedia, maka dapat diestimasi menggunakan rumus ikan impor rumus 35, sehingga konsumsi riil dapat dihitung Tabel 73. Diagram alir sektor ecological footprint tertera pada Gambar 63. Tabel 73 Estimasi konsumsi impor dan konsumsi riil di Gugus Pulau Batudaka Tahun Konsumsi Aktual Loka1 1 ton Penduduk Konsumsi Potensial 1 ton Estimasi impor 2 ton Estimasi Impor konsumsi dari hasil tangkap 3 ton Expor 4 ton Konsumsi Riil ton 2001 245 11325 253.68 9.06 11.51 2.53 254 2002 255 11346 256.87 1.59 2.02 0.10 257 2003 241 11710 264.65 24.01 30.49 10.70 260 2004 261 11592 261.75 0.46 0.59 4.80 257 2005 294 12287 301.03 6.76 8.58 7.80 295 2006 312 12476 323.63 11.35 14.42 5.70 321 2007 333 12811 362.30 29.21 37.10 4.04 366 2008 370 13206 395.92 26.15 33.21 9.00 394 Rata-Rata 288.90 12094.13 302.48 13.57 17.24 5.58 300.56 Keterangan : 1 Perhitungan berdasarkan data konsumsi ikankapitatahun DKP 2010 2 IMt = Konsumsi potensial – Konsumsi Akttual x Penduduk tahun t 3 Koefisien tangkap, 27 dari total produksi Wada 2002 4 Data ekspor ikan BPS Kab. Tojo Una-Una 2005, 2009 Gambar 62 Diagram alir sektor ecological footprint Hasil simulasi ecological footprint perikanan yakni populasi penduduk, produktivitas tangkapan ikan dan EF perikanan tertera pada Tabel 74 dan Gambar 65. Tabel 74 Proyeksi jumlah penduduk, produksi ikan, konsumsi domestik dan EF perikanan Tahun Jumlah penduduk Produksi lokal ton Produksi regional ton konsumsi domestik ton EF Perikanan hakapitath 2010 13 500 307 4 545 0.02 0.02 2011 13 824 291 4 070 0.02 0.02 2012 14 156 277 3 645 0.02 0.02 2013 14 496 265 3 265 0.02 0.02 2014 14 843 254 2 925 0.02 0.03 2015 15 200 245 2 621 0.02 0.03 2016 15 565 236 2 349 0.02 0.03 2017 15 938 229 2 105 0.02 0.03 2018 16 321 222 1 887 0.02 0.03 2019 16 712 216 1 692 0.02 0.03 Final 17 113 0.03 Sumber : Hasil analisis 2011 Gambar 63 Hasil simulasi EF perikanan Hasil simulasi Gambar 63 terlihat bahwa populasi penduduk di Gugus Pulau Batudaka cenderung meningkat berdasarkan input kelahiran dan emigrasi dan output kematian dan imigrasi. Pada awal tahun simulasi, jumlah total penduduk sekitar 13 500 jiwa dan pada 10 tahun kemudian menjadi 17 113 jiwa. Hasil simulasi peningkatan jumlah penduduk diiringi penurunan laju konsumsi domestik dan sektor produksi lokal dan regional.

5.6.2.4 Penggambaran model konseptual

Model konseptual wisata-perikanan digambarkan dalam model dinamik lengkap yang tertera pada Gambar 64 dan tren hasil simulasi tertera pada Gambar 65, serta proyeksi jumlah wisatawan, EF wisata, jumlah penduduk, konsumsi domestik dan EF perikanan pada Tabel 75. Gambar 64 Model integrasi wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka Gambar 65 Model dinamik integrasi wisata-perikanan Jml Wisatawan Total BC ha EF ha\cap\th BC Energy ha BC Buit up BC Cropland BC Pasture BC Forest BC sea space YF Fishery Exist sea area ha YF Forest exist f orest area ha YF Pasture exist pasture area ha YF Cropland Exist Crop area ha Exist Builtup ha YF Built up Exist area ha YF Energy Foot Food Fibre cropland\ha\kap\th Sea space ha\kap\th f orest ha\kap\th Pasture ha\kap\th Lama wisata f oot Energy ha\kap\th kons Energy GJ\kap Jml Energy GJ\ha\th Foot Aktiv itas Luas Area Div e Luas Area Snork Luas Wst Pantai Foot Penginapan Foot Builtup ha\kap\th Foot Jalan Luas Jalan ha Luas Pelab Foot Pelabuhan Luas Penginapan ha Total EF Impor EF Ekspor EF Produksi Lokal Konsumsi Domestik EF Areal lokal Data Ekspor data domestik data impor produkai regional Areal Regional f aktor ekiv alen laut EF Perikanan Jml Penduduk kelahiiran Kematian Imigrasi Laju Kelahiran Laju imigrasi Laju Kematian Emigrasi Laju Emigrasi Biomassa Ikan Pertumbhan Marginal produksi Regional Kematian 2 Laju pertmbuhan Intrinsik Fraksi Kematian Normal Fraksi Tangkapan Produksi Regional per area Area Fishing Ground Regional Koef isien Tangkap Jumlah Trip Rasio Biomassa Ikan Day a DUkung Biomassa Ikan 2 Pertumbhan Marginal 2 produksi Lokal Kematian 3 Laju pertmbuhan Intrinsik 2 Fraksi Kematian Normal 2 Fraksi Tangkapan 2 Produksi lokal per area Area Fishing Ground Lokal Koef isien Tangkap 2 Jumlah Trip 2 Rasio Biomassa Ikan 2 Day a DUkung 2 Tabel 75 Proyeksi jumlah wisatawan, EF wisata, jumlah penduduk, laju konsumsi domestik dan EF perikanan Tahun Jumlah wisatawan EF wisata hatahun Jumlah Penduduk Laju KonsumsiDomestik ton EF perikanan hath 2010 3 000 4 177 13 500 0.02 0.02 2011 3 955 4 336 13 824 0.02 0.02 2012 4 751 4 518 14 156 0.02 0.02 2013 5 365 4 691 14 496 0.02 0.02 2014 5 805 4 844 14 843 0.02 0.03 2015 6 094 4 975 15 200 0.02 0.03 2016 6 251 5 086 15 564 0.02 0.03 2017 6 296 5 181 15 938 0.02 0.03 2018 6 247 5 262 16 321 0.02 0.03 2019 6 117 5 332 16 712 0.02 0.03 Final 5 917 17 113 0.03 Sumber : Hasil analisis 2011 Hasil simulasi menunjukkan peningkatan penduduk dengan masuknya wisatawan di Gugus Pulau Batudaka dengan penurunan laju konsumsi domestik yang konstan. Integrasi EF wisata dan perikanan pada awal tahun simulasi, estimasi EF perikanan atau kebutuhan sumberdaya perikanan membutuhkan area seluas 0.02 hatahun yang meningkat menjadi 0.03 hatahun pada akhir tahun simulasi. Dengan asumsi produktivitas area laut hanya sebesar 8.2 Pauly dan Christensen 1995; Wackernagel and Rees 1996; Warren-Rhodes dan Koenig 2001 atau 214 ha, maka konsumsi ikan di Gugus Pulau Batudaka mengalami surplus pada akhir tahun simulasi dengan kebutuhan area sebesar 0.03 kali kebutuhan area laut produktif. Hasil dinamik integrasi EF ini menunjukkan keberlajutan surplus ekologis 0.03 kali dari kapasitas area tangkapan. Hal ini sejalan dengan perhitungan EF secara statis bahwa masih terdapat ruang ekologis yang dapat dilakukan untuk kegiatan pemanfaatan perikanan yakni pemanfaatan wilayah perairan untuk perikanan yang rendah yaitu sebesar 0.04 hakapita skala lokal dan 0.3 hakapita untuk skala regional. Hal ini menunjukkan bahwa Gugus Pulau Batudaka dapat menampung wisatawan sebanyak maksimal 6 247 wisatawan pada tahun ke-7 dan pada akhir tahun simulasi menjadi 5 917 wisatawan dengan sumberdaya yang ada dan didukung kebutuhan area sumberdaya perikanan yang surplus, sebagai indikator keberlanjutan bagi kegiatan wisata perikanan di kawasan tersebut. Hasil simulasi integrasi wisata-perikanan pada akhir tahun tersebut menghasilkan jumlah kunjungan wisatawan dan populasi penduduk pada akhir tahun simulasi sebesar 23 030 kapitatahun 4 326 wisatawantahun dengan tren penurunan wisatawan seiring dengan peningkatan populasi penduduk setelah tahun ke-7 simulasi. Penggunaan pendekatan kehati-hatian precusionary approach dalam penggunaan sumberdaya yakni lahan potensial yang tersedia di Gugus Pulau Batudaka ruang untuk wisata 0.93 hatahun dan perikanan 0.03 hatahun, maka bila dikaitkan dengan kebijakan pengelolaan dengan jumlah kunjungan wisatawan yang belum melampai daya dukung kawasan maka kegiatan yang dapat dilakukan adalah promosi dan meningkatkan atraksi wisata.

5.6.2.5 Verifikasi dan Validasi Model

Verifikasi dan validasi model untuk mengetahui apakah model yang dibangun dengan cara yang benar dan sah sebagai perwakilan dunia nyata Murthy et al. 1990. Uji verifikasi dan validasi pada model integrasi wisata-perikanan dilakukan terhadap struktur model integrasinya. Model dinamik kinerja integrasi wisata-perikanan mengadopsi teori sistem penilaian kinerja pemanfaatan ruang untuk wisata Solarbesain 2009 dan perikanan Adrianto dan Matsuda 2004 yang telah dikaji secara akademis merupakan model yang dibuat melalui pengembangan dari beberapa model sistem penilaian pemanfaatan ruang perairan secara spasial dan temporal Moffat 2000; Warren-Rhodes dan Koenig 2001; Adrianto dan Matsuda 2004. Oleh karena itu validasi teoritis untuk model sistem penilaian kinerja pada penelitian ini berdasarkan rujukan teoritis yang digunakannya. Simulasi model ini bertujuan untuk memprediksi pemanfaatan ruang wisata perikanan berdasarkan nilai variabel keadaan state variable stok dari data primer dan sekunder. Model divalidasi dengan membandingkan perfomansi model dari hasil analisis basis model dari beberapa level stok sumberdaya dengan hasil analisis data pengamatan dan sekunder melalui pengujian secara statistik. Level sumberdaya yang digunakan untuk validasi model adalah jumlah wisman dan jumlah penduduk. Persyaratan statistik yang diuji adalah nilai β intercept, besaran koefisien determinasi R 2 , dan rata-rata nilai prediksi dari level Y. Nilai statistik untuk uji validasi model disajikan pada Tabel 76. Tabel 76 Hasil analisis statistik berdasarkan persyaratan validasi No. Jenis persyaratan statistik Nilai hasil analisis dinamik Nilai hasil analisis data lapangan Intercept R 2 Rataan Y predik Intercept R 2 Rataan Y predik 1. Jumlah penduduk X terhadap kunjungan wisman Y - 5 821 0.6565 5 436 - 11 688 0.9057 2 767 2. Jumlah penduduk dan wisman X terhadap EF wisata Y 3 061 0.8869 4 840 342 0.9401 3 396 Tabel 76 menunjukkan bahwa baik persyaratan nilai intercept maupun rata-rata nilai prediksi level kunjungan wisman dan EF wisata umumnya menunjukkan nilai yang relatif sama, kecuali pada nilai koefisien determinasi R 2 jumlah penduduk X terhadap kunjungan wisman Y dari analisis data analisis dinamik lebih rendah dibanding data lapangan. Perbedaan ini terkait dengan penggunaan data kunjungan wisman` Lampiran 9 menunjukan bahwa pada kondisi ril lapangan, variasi nilai kunjungan wisman dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yang tidak dimasukan dalam model ini. Nilai intercept yang diperoleh relatif sama yakni tanda negatif untuk hubungan jumlah penduduk X terhadap kunjungan wisman Y dan tanda positif untuk jumlah penduduk dan wisman X terhadap EF wisata Y untuk seluruh dimensi sehingga hasil analisis dalam penelitian ini dianggap valid. Model dinamik integrasi wisata-perikanan yang dibuat mampu untuk melakukan sebuah proses simulasi sebagai kajian model dunia abstrak mengikuti dari perilaku realitas dunia nyata yang dikaji sehingga model dinamik integrasi wisata-perikanan tersebut telah memenuhi prosedur verifikasi dan validasi model. 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka hal-hal yang dijadikan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini adalah: 1 Pemanfaatan sumberdaya untuk wisata selam, snorkeling dan perikanan budidaya rumput laut dilakukan berdasarkan kesesuaian temporal karena kesesuaian ruangnya yang bersifat dinamik. Integrasi wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka dapat menampung sebanyak 21 887 wisatawantahun yang memanfaatkan ruang untuk perikanan sebesar 0.04 hakapita skala lokal dan 0.3 hakapita skala regional dan didukung hasil analisis HANNP, CLSA dan valuasi ekonomi sehingga Gugus Pulau Batudaka dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata dan perikanan. 2 Keberlanjutan sistem sosial ekologi di kawasan ini dapat menampung wisatawan rata-rata setiap tahun sebanyak 4 326 orang yang memanfaatkan ruang untuk wisata 0.93 hatahun dan ruang untuk perikanan 0.3 hatahun.

6.2 Saran

Saran untuk keberlanjutan pengelolaan kawasan ini adalah : 1 Perlu adanya perubahan zonasi di Gugus Pulau Batudaka berdasarkan kebutuhan masyarakat, kesesuaian ruang dan daya dukung kawasan. 2 Pengembangan Gugus Pulau Batudaka sebagai kawasan wisata dengan menerapkan prinsip kehati-hatian precautionary approach dalam pengelolaan sumberdaya, maka untuk meningkatkan jumlah kunjungan wistawan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan potensi obyek wisata saat ini wisata selam, dan snorkeling yang didukung oleh ketersediaan infrastruktur penunjang melalui peningkatan atraksi wisata dan kegiatan promosi. DAFTAR PUSTAKA Adhiasto. 2001. Laporan penelitian mangrove di Kepulauan Togean. Conservation International Indonesia – Yayasan Pijak. Palu. Adrianto, L. 2004. Reformasi pemikiran ekonomi : perlunya reintegrasi ilmu alam dengan ilmu ekonomi. http:io.ppi-jepang.orgarticle.php?id=4 Diakses 18 Mei 2007 Adrianto L, and Y. Matsuda 2004. Fishery Resources Appropriation in Yoron Island, Kagoshima Prefecture, Japan : A Static and Dynamic Analysis. Kagoshima University. Japan. Adrianto, l., 2005. Konsep dan pengertian ekonomi sumberdaya pesisir dan Laut. Working Paper. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Adrianto L. 2005. Analisis Sosial Ekonomi dalam Strategi Konservasi Sumberdaya Pesisir dan Laut: Sebuah Pendekatan Coastal Livelihood Analysis. Working Paper. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Adrianto, L. 2006. Sinopsis Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam. Working Paper. Pusat Kajian Pesisir dan Lautan. IPB, Bogor. Adrianto, L and N. Aziz. 2006. Valuing the social-ecological interactions in coastal zone management : a lesson learned from the case of economic valuation of mangrove ecosystem in Barru Sub-District, South Sulawesi Province. Seminar in Social-Ecological System Analysis. 12 June 2006. ZMT, Bremen University, Bremen. Adrianto, L. 2007. Teknik pengambilan data untuk Contingent Valuation Method. Modul yang disampaikan pada kegiatan pelatihan teknik dan metode pengumpulan data valuasi ekonomi. Bogor, 05-09 Maret 2007. Kerjasama PKSPL-IPB dengan BAKOSURTANAL, Bogor. Adrianto, L dan Y. Wahyudin, 2007. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Perairan. Makalah Seminar Kelautan di Makassar 7-8 Juni 2007. Allison, E.H., and F. Ellis, 2001. The livelihoods approach and management of small- scale fisheries. Marine Policy, 25 5:377-388 Anggadiredja, J.T., 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Aslan, L.M., 1988. Budidaya Rumput Laut. Kanisius Yogyakarta. Ayres, R.U. and L.W. Ayres, 2002. Handbook of Industrial Ecology. Cheltenham, UK and Lyme, US. Edward Elgar. Ayres, R.U., JC.J.M van den Bergh, 2000. Weak versus strong sustainability : economic, natural science and consilience. Environmental Ethichs, forthcoming. Bappeda Touna-Kabupaten Tojo Una-Una 2007. Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Tojo Una-Una. Ampana. Bappeda Touna-Kabupaten Tojo Una-Una 2007. Rencana Detail Tata Ruang RDTR Kepulauan Togean. Ampana. Bappeda Touna-Kabupaten Tojo Una-Una. 2009. Survei sosial ekonomi daerah Kabupaten Tojo Una-Una SUSEDA 2009. Bappeda PM Kabupaten Tojo Una-Una, Ampana. Barton, D.N. 1994. Economic factors and valuation of tropical coastal resources. University of Bergen, Norway. Bass, S and B. Dalal-Clayton, 1995. Small Island States and Sustainable Development: Strategic Issues and Experience. Environmental Planning Issues, 8:35-42 Bengen, D.G., 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, Bogor. Bengen, D.G., 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor. Bengen, D.G., 2002. Pengembangan konsep daya dukung dalam pengelolaan lingkungan pulau-pulau kecil. Laporan Akhir Kerjasama antara Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor. Bengen, D.G. dan A.S.W. Retraubun, 2006. Menguak realitas dan urgensi pengelolaan berbasis eko-sosio sistem pulau-pulau kecil. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut. Bogor, Indonesia. Bergh, J.C. and J.M. van den, 2001. Themes, Approaches, and differences with environmental economics. Ecological Economics : rev version. p 1-38 Berkes, F and C. Folke, 2002. Back to The Future : Ecosystem Dynamic and Local knowledge. In Panarchy understanding transformations in Human and Ntaural system. Gunderson and Holling eds. Island Press, Washington- Cavelo-London. p 121-146 Berkes. F, and C.S.Seixas, 2005. Building resilience in lagoon social-ecological systems: a local-level perspective. Ecosys. 8:967-974 Berkes, F., 2007. Understanding uncertainty and reducing vulnerability : lessons from resilience thinking. Springer Science Nat Hazards. 41:283–295 Beller, W., 1990. How to sustain a small island. In : Beller, W., P. d”Alaya dan P. Hein eds. : Sustainable developtment and environmental management of small islands. Man and Biosphere Series : Vol 5 UNESCO and Parthenon Group, Paris. p:15-22 Bin, C., H. Hao, Y. Weiwei, Z. Senlin, W. Jinkeng, J. Jinlong, 2009. “Marine biodiversity conservation based on integrated coastal zone management ICZM a case study in Quanzhou Bay, Fujian, China”. Ocean Coastal Management 52:612–619 BKSDA-Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah, 2006. Rencana Pengelolaan 25 Tahun Taman Nasional Kepulauan Togean 2005-2030. BKSDA Sulteng Dirjen Perlindungan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, Palu. BPS-Biro Pusat Statistik Kabupaten Poso, 2004. Kabupaten Poso dalam Angka 2003. Poso. BPS-Biro Pusat Statistik Kabupaten Tojo Una-Una, 2004. Laporan Tahunan. Ampana. BPS-Biro Pusat Statistik Kabupaten Tojo Una-Una, 2004-2008. Kecamatan Una-Una dalam Angka. Ampana. BPS-Biro Pusat Statistik Kabupaten Tojo Una-Una, 2009. Kabupaten Tojo Una-Una dalam Angka 2008. Ampana. BRPL-Balai Riset Perikanan Laut, 2005. Teluk Tomini: ekologi, potensi sumberdaya, profil perikanan dan biologi beberapa komoditi yang penting. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta. Briguglio, L., 1995. Small island state and their economic vurnerabilities. World Development 23:1615-1623. BRKP-Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 2004. Profil sumberdaya kelautan dan perikanan Teluk Tomini. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta Bonham GF, and Carter, 1994. Geographic information system for geoscientist; modeling with GIS. Pergamon. Ottawa, Ontario, Canada. Bowen, R.E. and C. Riley, 2003. Socio-economic indicators and integrated coastal management. Ocean Coastal Management 46:299–312. Brotowidjoyo, M.D., D. Tribowo, dan E. Mubyarto, 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air, Liberty, Yogyakarta. Brower, J., Z. Jerold and C. Von Ende, 1990. Field laboratory and method for general ecology. 3 th ed. W.m.C. Brow Publishers, USA. Casagrandi, R. and S. Rinaldi. 2002. A Theoretical approach to tourism sustainability. Conservation. Ecology, 6 1:13-21. Chambers, N., C. Simmons and M. Wackernagel, 2000. Sharing nature’s interest : ecological footprint as an indicator of sustainability. Earthscan Publicaton, London. Cholik, F., 2005. Review of Mud Crab Culture Research in Indonesia, Central Research Institute for Fisheries, PO Box 6650 Slipi, Jakarta. Chua, T. E., 1992. Integrative Framework and Methods for Coastal Area Management. ICLARM, Manila. Chua, T.E., 1993. Essential Elements of Integrated Coastal Zone Management. Ocean Coastal Management. ELsevier Science Publishers Ltd, England Printed in Northern Ireland. Cicin-Sain, B., P. Bernal, V. Vandeweerd, S. Belfiore and K. Goldstein, 2002. A guide to oceans, coasts and islands at the World Summit on sustainable development. Integrated Management from Hilltops to Oceans. World Summit on Sustainable Development Johannesburg, South Africa August 26- September 4. CII-Conservation International for Indonesia, 2005. Konservasi berbasis masyarakat melalui daerah perlindungan laut di Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah. Palu. CII-Conservation International for Indonesia, 2006. Laporan monitoring dan evaluasi kondisi biologi daerah perlindungan laut berbasis masyarakat di Kabalutan dan Teluk Kilat Taman Nasional Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah. Palu CIT-Coast Information Team, 2004. Ecosystem Based Management Planning Handbook. Cortex Consultants Inc., 3A–1218 Langley St. Victoria. Clark, C. W., 1985. Bioeconomic Modelling and Fisheries Management. John Wiley and Sons. Toronto Canada. Clark, J. and D. Carney, 2008. Sustainable Livelihoods Approaches – What have we learnt?: A review of DFID’s experience with Sustainable Livelihoods. ESRC Research Seminar Paper, London. Costanza, R., J.Cumbeland, T. Maxwell, 1997. An Introduction to Ecological Economics. St.Lucie, Boca Raton, Florida Costanza, R., 2001. Vision, values, valuation, and the need for an ecological economics. BioScience 51 6:459-468 Costanza, R., 2009. A new development model or a “full world” Development 52 3:369–376 Dahl, C., 1997. Integrated coastal resources management and community participation in a small isl setting. Ocean Coastal Management, 36 1- 3:23-45 Dahuri, R., 1998. Pendekatan ekonomi-ekologi pembangunan pulau-pulau kecil berkelanjutan. Dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan pulau- Pulau Kecil di Indonesia. Jakarta, 7-10 Desember 1998. Kerjasama DEPDAGRI, TPSA, BPPT, CRMP USAID, PKSPL-IPB, Bogor. Hal : B32- B34. Dahuri, R J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 2003. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta Dahuri, R., 2003. “Keanekaragaman hayati laut” aset pembangunan Indonesia berkelanjutan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Daniel, M., 2003. Metode penelitian sosial ekonomi. Dilengkapi beberapa alat analisa dan penuntun penggunaan. PT Bumi Aksara, Jakarta. Damanik, R., B. Prasetyamartati dan A. Satria, 2006. Menuju konservasi laut yang pro rakyat dan pro lingkungan. WALHI, Jakarta. Davis D, and C. Tisdell, 1995. Recreational scuba-diving and carrying capacity in marine protected areas. Ocean and coastal Management, 26 1:19-40. Dharmawan, A.H., 2006. Pendekatan-Pendekatan Pembangunan Pedesaan dan Pertanian: Klasik dan Kontemporer. Makalah. Apresiasi Perencanaan Pembangunan Pertanian Daerah bagi Tenaga Pemandu Teknologi Mendukung Prima Tani”, Hotel Jaya-Raya, Cisarua Bogor, 19-25 November 2006. Disbudpar-Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tojo Una-Una, 2006. Informasi obyek dan daya tarik wisata Kabupaten Tojo Una-Una. Ampana. DKP-Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001. Pedoman umum pengelolaan pulau-pulau kecil berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Ditjen Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, Jakarta. DKP-Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004. Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. DKP Coral Reef Rehabilitation and Management Program. Jakarta. DKP-Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Selayar, 2006. Studi Pengembangan mata pencaharian alternatif. DKP Pemkab Selayar-Coremap II Kab. Selayar. DKP-Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tojo Una-Una, 2005. Profil investasi perikanan dan kelautan Kabupaten Tojo Una-Una, Ampana. DKP-Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Tengah, 2010. Laporan statistik tangkap 2003-2009. Palu. DKP Unit Pelaksana Teknis Kecamatan Una-Una, 2010. Laporan data potensi perikanan tangkap dan produksi kelautan dan perikanan. Wakai. Djojomartono, M., 1993. Pengantar Umum Analisis Sistem. Pelatihan Analisis Sistem dan Informasi Pertanian. Kerjasama BPP Teknologi-Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Eidman, E., 1991. Pengaruh hukum adat terhadap sistem bagi hasil perikanan : Kasus di Muara Angke. Tesis. IPB, Bogor. Effendie, I., 2003. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. Elliot, G., B. Mitchell, B. Wiltshire, A. Manan and S. Wismer, 2000. Community participation in marine protected area management : Wakatobi National Park, Sulawesi, Indonesia. Coastal Management, 29:295–316 Emmerton L., 2001. Community-Based Incentives for Nature Conservation. IUCN. English S, C Wilkinson, V Baker. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsville. Erb, K-H., V. Gaube, F. Krausmann, C. Plutzar, A. Bondeau, H. Haberl, 2007. A comprehensive global 5min resolution land-use dataset for the year 2000 consistent with national census data. Journal of Land Use Science 2 3:191- 224 Erb, K-H., E., F. Krausmann, V. Gaube, S. Gingrich, A. Bondeau, M. Fischer- Kowalski and H. Haberl, 2009. Analyzing the global human appropriation of net primary production-processes, trajectories, implications. An introduction. Ecological Economics 69:250–259 Eriyatno, 1999. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor. Ewing, B., S. Goldfinger, M. Wackernagel, M. Stechbart, S. M. Rizk, A. Reed, and Justin Kitzes, 2008. The Ecological Footprint ATLAS 2008. Global Footprint Network, Oakland. EUROSTAT, 2000. Towards environmental pressure indicator for the EU. Office for Official Publications of the European Communities, Luxembourg. Fachrul, M.F., 2007. Metode Sampling Bioekologi. PT. Bumi Aksara, Jakarta. FAO-Food and Agriculture Organisation of the United Nations, 1995. Code of conduct for fisheries. Rome. FAO-Food and Agriculture Organisation of the United Nations, 1996. Integration of fisheries into coastal area management. Fishery Development Planning Service, Fisheries Department. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries. No. 3. Rome. Fauzi, A., 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ferdaña, Z. and M.W. Beck, 2007. Putting life into ecosystem-based management theory : a planning application using spatial information on marine biodiversity and fisheries. Proceedings of Coastal Zone 07 July 22 to 26, 2007 Portland, Oregon. Farsari, Y., and P. Prastacos, 2001. Sustainable tourism indicators for Mediterranean established destinations. Tourism Today, 1 1:103-121 Fischer-Kowalski, M. and H. Haberl, 1993: Metabolism and Colonization. Modes of Production and the Physical Exchange between Societies and Nature. In: Innovation -The European Journal of Social Sciences 6 4:415-442 Fischer-Kowalski, M., C. Amann, Beyond IPAT and K. Curves, 2001. globalization as a vital factor in analysing the environmental impact of socio-economic metabolism, Population and Environment, 23 1:42-50 Folke, C., Carpenter, S.R., Walker, B.H., Scheffer, M., Elmqvist, T., Gunderson, L.H., Holling, C.S., 2002. Regime shifts, resilience and biodiversity in ecosystem management. Annual Review in Ecology, Evolution and Systematics 35:557–581 Forrester, JW., 1994. System Dynamics, System Thinking, and Soft OR. System Dinamic Review, 10 2:254-256 Gaspersz, V., 2000. Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ghina, F., 2003. Sustainable development in small islan developing : The case of the Maldvies. Environment, Development and Sustainability 5:139–165 Gossling, S., C. B. Hansson, O. Horstmeier, and S. Saggel, 2002. Ecological footprint analysis as a tool to assess tourism sustainability. Ecological Economics 43: 199-211 Grant, W.E., E.K. Pedersen, and S.L. Marin, 1997. Ecology and natural resource management system analysis and simulation. John Willey Sons Inc, New York, Singapore, Toronto. Gulland, J.A., 1991. Fish Stock Assessment. A. Manual of Basic Methods. John Wiley Sons. Chichester-New York-Brisbane-Toronto-Singapure Gulland, J.A., 1991. Fish Stock Assessment. A. Manual of Basic Methods. John Wiley Sons. Chichester-New York-Brisbane-Toronto-Singapure. Gunderson L. H., C. S. Holling, and S. S. Light, 1995. Barriers and bridges to the renewal of ecosystems and institutions. Columbia University Press, New York. Gunn, C.A., 1993. Tourism planning. Basics, Concepts, Cases. Third Edition. Taylor Francis Publisher. Hall, M.C., and A. A. Lew eds., 1998: Sustainable Tourism: A Geographical Perspective. Harlow: Longman. Hall, M.C., 2001. Trends in ocean and coastal tourism: the end of the last frontier? Ocean Coastal Management, 44:601–618 Hardjowigeno, S., Widiatmaka, A.S., Yogaswara, 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor Haberl, H., E. Karl-Heinz, F. Krausmann. 2001. How to calculate and interpret ecological footprints for long periods of time : the case of Austria 1926-1995. Ecological Economics 38:25-45 Haberl, H., M. Wackernagel, F. Krausmann, Erb. K-H, C. Monfreda. 2004. Ecological footprints and human appropriation of net primary production: a comparison. Land Use Policy 21:279–288 Hehanusa, P.E., 1993. Morphogenetic classification of small islands as a basic for water resources planning in indonesia, Prog. Reg. Work, on Small Island Hydrology. UNESCO-ROSTSEA, RIWRD-LIPI and Batam Industrial Development Authority, Jakarta. Holling, C.S., 1986. The resilience of terrestrial ecosystems: local surprise and global change. In : Clark, WC, Munn RE eds Sustainable development of the biosphere. Cambridge University Press, Cambridge. Holling, C. S., and G. K. Meffe, 1996. Command and control and the pathology of natural resource management. Conservation Biology 10:328-337 Holling, C.S., 2001. Understanding the Complexity of Economic, Ecological, and Sosial Systems. Ecosystem 2001 4:390-405 Hutabarat A, F. Yulianda, A. Fahrudin, S. Harteti, dan Kusharjani, 2009. Pengelolaan pesisir dan laut secara terpadu. Edisi I Pusdiklat Kehutanan, Deptan, SECEN-KOREA International Cooperation Agency, Bogor. IUCN-International Union fo The Conservation`of Nature, 1991. Caring for the earth : a strategy for sustainable living. IUCN, UNEP and WWF United Nation Environment Programme and World Wide Fund for Nature Gland and Cambridge. IUCN-Internacional Union fo The Conservation`of Nature, 1994. United Nation list of national park and protected area. Switzerland : IUCN Gland and Cambridge. Jones, GP, I.M. Mark, S. Maya dan V.E. Janelle, 2004. Coral Decline Threatens Fish Biodiversity in Marine Reserves. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 10121:8251–8253 Kay, R., and J. Alder, 2005. Coastal planning and management. E FN Spon, London and New York. Kaly, U.L., C.R. Pratt and J. Mitchell, 2004. The environmental vulnerability index EVI 2004. SOPAC Technical Report 384. Kasim, H., 2007. Analisis pengaruh mutu layanan kepariwisataan terhadap loyalitas wisatawan di kawasan Kepulauan Togean. Tesis. Program pascasarjana Universitas Tadulako. Palu. Kasnir, M., 2010. Penatakelolaan minawisata bahari di Kepulauan Spermonde Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Propinsi Sulawesi Selatan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Kusmana, C., S. Wilarso, I. Hilwan, P. Pamoengkas, C. Wibowo, T. Tiryana, A. Triswanto, Yunasfi dan Hamzah, 2005. Teknik Rehabiliasi Mangrove. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Kusumastanto, T., 2004. Konsep pengelolaan pesisir dan laut pasca tsunami Aceh. Paper disampaikan pada Working Group for Aceh recovery, IPB. Laapo A., A. Masyahoro, dan J. Nilawati, 2007. Estimasi potensi ekonomi sumberdaya perikanan tangkap di perairan kab. Tojo Una-Una. Jurnal Agroland 142:140-144 Laapo, A., 2010. Optimasi pengelolaan ekowisata bahari pulau-pulau kecil Kasus gugus pulau Togean Taman Nasional Kepulauan Togean. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Lenzen M, and S.A.Murray, 2001. A modified ecological footprint method and its application to Australia. Ecol. Econ. 37:229-255 Levina, HG., 1984. The Use the Seaweeds for Monitoring Control Water Alga as Ecological Indicator, Academic Press London. Li Peng and Y. Guihua, 2007. Ecological footprint study on tourism itinerary products in Shangri-La, Yunnan Province, China. Acta Ecologica Sinica 27 7:2954-2963 LP3L-Lembaga Pengkajian Pengembangan Pesisir dan Laut Talinti, 2004. Selayang pandang “gambaran umum” Kepulauan Togean. Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Tengah, Palu. Lyndhurst, B., 2003. London’s ecological footprint a review. GLA Economics. Greater London Authority, London. Lyzenga, D.R., 1978. Passive Remote-Sensing Techniques for Mapping Water Depth and Bottom Features. Applied Optics, 17:379-383 Manaf, F., 2007. Kebijakan lahirnya TNKT dinilai tak populis. http:www.alamsulawesi.netnews.php?hal=1id=173 Diakses 25 Januari 2008 Mennecke, B.E., 2000. Understanding the Role of Geographic Information Technologies in Business: Applications and Research Directions. Journal of Geographic Information and Decision Analysis, 1 1:44-68 Manafi, M.R., 2010. Rancangbangun Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Berbasis Pemanfaatan Ruang Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Martinez-Alier, J., 2005. Social metabolism and ecological distribution conflicts. Australian New Zealand Society for Ecological Economics, Massey University, Palmerston North. Martinez-Alier, J., 2008. Social Metabolism and pattern material use Mexico, South America and Spain. Thesis. ICTA, UAB Barcelona. Masyahoro, A., I. Jaya, dan D. Manurung, 2004. Aplikasi model surplus produksi dalam pendugaan potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Kabupaten Parigi Moutong, Teluk Tomini. Agroland 11 3:289-297 Mattei, F.E.E., 2007. Capacity Building Workshop on Problem Analysis and Creative System Modelling. Yaella Depietri, Alessandra Sgobbi, NetSyMod MEA, 2005. Millennium Ecosystem Assessment Synthesis Report, 2005. www.millenniumassessment.org Diakses 25 Januari 2008 MPP-EAS, 1999. Manual on economic instrumen for coastal and marine resource management. GEFUNDPIMO Regional Programme for the Prevention and Management of Marine Pollution in the East Asian Seas, Quezon City