Metode Pengambilan Contoh Sosial Ekonomi

Tabel 14 Matriks kesesuaian perairan untuk ikan karang No. Parameter Bobot Kelas Kesesuaian Skor S1 3 S2 2 N1 1 Kedalaman perairan m 20 5 3 - 5 3 2 Topografi dasar perairan 10 Curam landai-curam landai 3 Kecerahan perairan m 10 10 5 – 10 5 4 Perubahan cuaca 10 Jarang sedang sering 5 Kondisi terumbu karang 20 Baik sedang buruk 6 Pencemaran 10 tidak ada sedikit ada 7 Kelimpahan ikan target ind350 m 2 20 200 100 – 200 100 Keterangan: S1 : Sangat Sesuai; S2 : Sesuai; N : Tidak Sesuai Not Suitable; modifikasi DKP 2006 Tabel 15 Matriks kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut No. Parameter Bobot Kelas Kesesuaian Skor S1 3 S2 2 N1 1 Kedalaman perairan m 20 3-15 2-3 atau 15-40 2 atau 40 2 Material dasar perairan 15 karang berpasir pasir- pasir berlumpur lumpur 3 Kecerahan m 15 10 5-10 5 4 DO ppm 10 7 5-7 5 5 Arus cmdt 20 21-30 11-21 atau 30-45 11 atau 45 6 Suhu C 10 28-30 25-28 atau 30-33 25 atau 33 7 Salinitas ‰ 10 30-32 25-30 atau 32-35 25 atau 35 8 pH 10 8.2-8.7 7.0-8.2 atau 8.7-9 7 Keterangan: S1 : Sangat Sesuai; S2 : Sesuai; N : Tidak Sesuai Not Suitable; : dinamik berdasarkan musim Modifikasi Wijaya 2007 3 Memberikan pembobotan dan pengharkatan Pada tahap awal dilakukan pembobotan terhadap beberapa parameter yang berpengaruh terhadap pengembangan wisata dan perikanan menggunakan matriks pembobotan Tabel 12-15. Proses pemberian bobot dan skor dilakukan melalui pendekatan Indeks Overlay Model Bonham dan Carter 1994 yaitu :      n j j n j j j i W W S S 1 1 .........................………....…………………….......... 2 di mana S i’ = Indeks kesesuaian dari kategori ke-i, i = 4 kategori; S j = Skor parameter ke-j; W j = Bobot parameter ke-j; n = Jumlah parameter Pembobotan dilakukan secara bertahap, di mana overlay dilakukan terlebih dahulu pada parameter yang berbobot paling tinggi kemudian hasilnya dioverlay kembali dengan parameter yang berbobot lebih rendah dan seterusnya. Selain itu setiap tema akan dibagi menjadi beberapa kelas yang diberi skor berdasarkan tingkat kesesuaiannya dan hasilnya diperoleh ”nilai akhir” atau ”matriks atribut” yang merupakan hasil perkalian antara bobot dengan skor kelas. Kelas kesesuaian pada penelitian ini, dibagi kedalam 3 tiga kategori berdasarkan FAO 1976 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001 yaitu : Kategori S1 : Sangat Sesuai highly suitable. Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan tingkatan perlakuan yang diberikan. Kategori S2 : Sesuai suitable Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukantingkat perlakuan yang diperlukan. Kategori N : Tidak Sesuai Not Suitable Daerah ini mempunyai pembatas permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut. Pada kegiatan ini diperoleh range nilai kesesuaian lahan antara 0-500. Range ini selanjutnya dibagi dalam 3 kelas, sehingga pembagian nilai kesesuaian berikut ini. Nilai 100-233 N = tidak sesuai Nilai 234-367 S2 = sesuai Nilai 368-500 S1 = sangat sesuai 4 Melakukan analisis spasial untuk mengetahui kesesuaian setiap kegiatan yang ada di Gugus Pulau Batudaka Tahapan dalam analisis spasial ini adalah setelah penyusunan matriks kesesuaian berdasarkan kriteria dan persyaratan masing-masing, yang dilanjutkan dengan kegiatan overlay. Proses pembobotan semua kegiatan berdasarkan matriks kesesuaian di atas dilakukan untuk kondisi peralihan musim barat Oktober 2008, musim barat Desember 2008, peralihan musim timur Mei 2009 dan musim timur Agustus 2009, hal ini dilakukan agar hasil akhir dapat mewakili kondisi musim. Hasil kesesuaian yang diperoleh dioverlay tumpang susun untuk mendapatkan daerah kesesuaian pada kondisi musim tersebut serta dioverlay dengan Rencana Zonasi Kawasan berdasarkan RDTR Kepulauan Togean. Selanjutnya dilakukan analisis beberapa faktor yang mempengaruhi kesesuaian lahan yang diperoleh, yakni : a Keterlindungan perairan Memperhatikan keberadaan terumbu karang sebagai pelindung dan pemecah ombak di perairan wilayah pesisir, daerah teluk dan perairan yang terlindung pulau yang besar ombak dan arusnya relatif rendah dan tenang; b Wilayah konservasi atau jalur hijau pantai Memperhatikan keberadaan hutan mangrove dan sumberdaya alam pesisir lainnya yang perlu dilestarikan; c Aksesibilitas Meperhatikan saranaprasarana, jaringan jalan dan bentuk pantai. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merekomendasikan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan usaha wisata dan perikanan serta pengembangan potensi wilayah pesisir Gugus Pulau Batudaka.

3.4.3 Analisis Daya Dukung Ecological Footprint Analysis

Daya dukung pemanfaatan sumberdaya Gugus Pulau Batudaka untuk kawasan wisata dan perikanan dilakukan dengan menggunakan pendekatan Ecological Footprint Analysis EFA. Daya dukung menjadi fokus perhitungan EFA, agar pemanfaatan sumberdaya alam menjadi optimal terhadap kondisi populasi dan aktual kegiatan ekonominya. Secara teoritis, EFA bertujuan mengekspresikan kesesuaian area yang produktif secara ekologi terhadap kebutuhan penduduk atau tingkat ekonomi tertentu melalui indeks keruangan Haberl et al. 2001; Adrianto 2006.

3.4.3.1 Daya Dukung Wisata

EFA untuk aktivitas wisata atau Touristic Ecological Footprint TEF : …….....…….… 3 di mana : TEF= total footprint wisatawan ke Gugus Pulau Batudaka haorangth TEF b = jumlah agregat komponen built-up land TEF e = agregat fossil energy land; TEF c = agregat konsumsi food and fibre dari arable landcrop land; TEF p = agregat konsumsi food and fibre dari pasture land;, TEF f = agregat konsumsi food and fibre dari forest land; TEF s = agregat konsumsi food and fibre dari sea space. s f p c e b TEF TEF TEF TEF TEF TEF TEF       TEF dari perjalanan wisatawan dengan memanfaatkan sumberdaya dan lahan Gugus Pulau Batudaka built-up land, dibagi beberapa komponen yaitu transportasi, akomodasi, dan aktivitas Gossling et al. 2002; Li Peng dan Guihua 2007. …………..………………..…….. 4 di mana : TEF b = footprint built-up land haorangtahun TEF t = footprint transportasi haorangtahun TEF a = footprint akomodasi haorangtahun TEF ea = footprint energi untuk akomodasi haorangtahun Komponen built-up land untuk transportasi adalah semua perjalanan yang berhubungan dengan wisata yang menuju dan kembali dari Gugus Pulau Batudaka, dengan mempertimbangkan kebutuhan infrastruktur jalan dan pelabuhan. Total area perjalanan wisata adalah total area yang dibutuhkan untuk infrastruktur dalam proses perjalanan. Area yang dibutuhkan tiap wisatawan disebut Built-up land dari komponen transportasi, dihitung dengan membagi total area perjalanan dengan jumlah kedatangan wisatawan domestik, mancanegara Disbudpar Sulteng 2008. ……………………………..…...……………..…...….. 5 di mana TEF t = ecological footprint wisata komponen transportasi haorangth; t j = luasan area untuk infrastruktur jalan ha t p = luasan area untuk infrastruktur pelabuhan ha x i = jumlah wisatawan tahun ke-i orangth Footprint perjalanan wisatawan untuk akomodasi terdiri dari area yang diperlukan untuk akomodasi guesthouse dan fossil energy land. Total area akomodasi wisata adalah total area yang dibutuhkan untuk infrastruktur guesthouse, homestay, dll. Total area diperoleh dengan mengalikan luas area setiap jenis infrastruktur dengan jumlah infrastruktur yang tersedia. Footprint dari built-up land dari akomodasi dihitung dengan membagi total area kebutuhan akomodasi dengan jumlah kedatangan wisatawan pada tahun 2007. ea a t b TEF TEF TEF TEF    i p i j t x t x t TEF  