Latar Belakang Model integrasi wisata–perikanan di gugus pulau Batudaka kabupaten Tojo Una Una provinsi Sulawesi Tengah

dan sedimentasi, maupun dampak biologi seperti hilangnya zonasi mangrove dan habitat fauna mangrove. Selain itu, tangkap lebih terhadap penyu, kimah, teripang, ikan napoleon juga terjadi dan semuanya diperuntukkan bagi kepentingan ekonomi dan kebutuhan sosial penduduk. Namun, beberapa lokasi obyek wisata memiliki kualitas dan kuantitas terumbu karang yang baik dibanding kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan Zamani et al. 2007. Kebijakan pengelolaan sumberdaya Kepulauan Togean khususnya di Gugus Pulau Batudaka yang dilakukan selama ini belum memberikan hasil yang nyata terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dari sisi sosial ekonomi kegiatan wisata bahari karena kurangnya melibatkan masyarakat. Penetapan kawasan ini menjadi taman nasional juga menimbulkan keresahan masyarakat saat ini. Disamping itu, masih banyak terjadi kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang sifatnya merusak. Hal ini menunjukkan ketidakberhasilan TNKT, pemerintah setempat dan masyarakat lokal dalam menangani berbagai permasalahan pengelolaan kawasan baik dalam penetapan zonasi maupun pemanfaatannya untuk berbagai kegiatan. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pokok yang perlu dijawab yaitu : 1 Bagaimana interaksi sifat ekologis perairan tehadap keterkaitan kesesuaian pemanfaatan ruang serta berapa besar daya dukung lingkungan di zona pemanfaatan Gugus Pulau Batudaka untuk kegiatan wisata dan perikanan; 2 Bagaimana pengelolaan yang efektif dan lestari dalam pemanfaatan untuk wisata dan perikanan yang terintegrasi secara spasial di kawasan tersebut. Adapun kerangka pemikiran integrasi wisata-perikanan dalam pengelolaan Gugus Pulau Batudaka tertera pada Gambar 1. Gambar 1 Kerangka pemikiran model integrasi wisata-perikanan Gugus Pulau Batudaka Sistem Sosial Ekologi Gugus Pulau Batudaka Permasalahan : - Interaksi ekologis terhadap keterkaitan kesesuaian pemanfaatan ruang dan daya dukung lingkungan antara wisata dan perikanan? - Pengelolaan lestari? Sesuai Sistem Sosial Ekologi Valuasi ekonomi : - Wisata - Perikanan Kesesuaian ruang GIS Daya dukung EFA Pemanfaatan Ruang Optimal Kebijakan PPK Berkelanjutan Model Integrasi Wisata-Perikanan di Gugus Pulau Batudaka No - Feed b a ck A n aly si s Pendekatan DPSIR : Analisis faktor-faktor penyebab tekanan terhadap ekosistem di Gugus Pulau Batudaka Pemanfaatan Gugus Pulau Batudaka Wisata, Perikanan dan lainnya Potensi Sumberdaya dan Sosial Ekonomi PPK Analisis Sosial CLSA, HANPPP Pengelolaan PPK Verifikasi dan Validasi No - Model Dinamik Yes + Sesuai Yes +

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan utama penelitian adalah mendesain pemanfaatan ruang kawasan Gugus Pulau Batudaka berbasis sistem sosial ekologi secara berkelanjutan. Tujuan khusus penelitian : 1 Menganalisis interaksi sifat ekologis perairan dan mengestimasi daya dukung lingkungan dan sumberdaya kawasan Gugus Pulau Batudaka yang dapat dimanfaatkan bagi kegiatan wisata dan perikanan berkelanjutan; 2 Merumuskan pengelolaan wisata-perikanan yang terintegrasi secara spasial di Gugus Pulau Batudaka. Manfaat penelitian adalah : 1 Tersedianya data dan informasi tentang kesesuaian pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata dan perikanan sesuai daya dukung lingkungan di Gugus Pulau Batudaka; 2 Sebagai salah satu acuan bagi pengambil kebijakan dalam perumusan dan pengimplementasian pengelolaan PPK di Kepulauan Togean; 3 Sebagai salah satu contoh pendekatan aplikasi model integrasi wisata- perikanan dalam pengelolaan PPK di Indonesia.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah : 1 Penelitian difokuskan pada pendekatan DPSIR Drivers–Pressures– States–Impacts–Responses untuk mengetahui keterkaitan faktor-faktor penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem dan kesesuaian pemanfaatan ruang GIS yang memberikan gambaran dampak aktivitas utama masyarakat terhadap tata guna lahan dan kondisi perairan di Gugus Pulau Batudaka; 2 Penilaian intensitas penggunaan wisata dan perikanan dalam hubungannya dengan kapasitas area di kawasan tersebut menggunakan pendekatan Ecological Footprint AnalysisEFA, HANPP Human Appropriation of Net Primary Production, CLSA Coastal Livelihood System Analysis serta valuasi ekonomi pemanfaatan Gugus Pulau yang diintegrasikan dengan optimasi model dinamik untuk kegiatan wisata dan perikanan secara berkelanjutan.

1.5 Kebaruan Novelty

Kebaruan dari penelitian berdasarkan kerangka pendekatan sistem sosial ekologi dengan mengintegrasikan faktor metabolisme sosial yang direpresentasikan berdasarkan daya dukung ekologis EF, HANPP dan analisis temporal kesesuaian menghasilkan adaptif zoning bagi pemanfaatan wisata dan perikanan sebagai alat bantu desain tata letak pemilihan kawasan wisata, perikanan di PPK. Inti dari kerangka pemikiran-analisis Core of Analytical Framework yakni pendekatan sistem sosial ekologi menggunakan DPSIR untuk penggalian isu dan permasalahan pemanfaatan Gugus Pulau Batudaka yang dijabarkan melalui respon sosial, ekonomi, dan ekologi menggunakan metode analisis yang sesuai, maka keterbatasan limitation dalam penelitian tertera pada tabel berikut. Tabel 1 Keterbatasan limitation yang ada di metode penelitian No. Metode Keterbatasan 1 DPSIR Tidak semua unsur yang difokuskan pada masalah penelitian dapat tercakup dengan cepat dan mudah, terutama semua komponen masyarakat tidak dapat duduk bersama yang berimplikasi pada kebutuhan maupun penurunan respon sosial, ekonomi, dan ekologi. 2 Kesesuaian pemanfaatan GIS Pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya rumput laut memerlukan analisis temporal yang lebih detail berkaitan waktu pemeliharaan. 3 TEF, FEF Ketersediaan data sekunder untuk wisata dan perikanan yang terbatas. 4 HANPP Data produksi ikan di kawasan studi 5 CLSA Implementasi pengembangan mata pencaharian masyarakat berbasis insentif 6 Valuasi ekonomi Ketersediaan data primer dan sekunder untuk wisata, perikanan 7 Analisis dinamik Kelambatan waktu delay time pertumbuhan populasi penduduk dan ikan tidak dipertimbangkan dalam model karena hal tersebut merupakan kajian tersendiri; 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan Definisi Pulau-Pulau Kecil PPK Secara umum pulau-pulau kecil atau gugusan pulau-pulau kecil adalah kumpulan pulau-pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumberdayanya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2 000 km 2 beserta kesatuan ekosistemnya. Secara ekologis pulau kecil terpisah dari pulau induk mainland island, memiliki batas fisik yang jelas dan terpencil sehingga bersifat insular, memiliki sejumlah biota endemik, keanekaragaman biota yang tipikal dan bernilai ekonomis tinggi. Pulau kecil memiliki daerah tangkapan air water catchment area relatif kecil sehingga sebagian besar aliran permukaan dan sedimen akan langsung masuk ke laut. Kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya DKP 2001. Ada tiga kriteria tentang batasan PPK yaitu : 1 batasan fisik pulau luas pulau, 2 batasan ekologis, proporsi spesies endemik dan terisolasi, dan 3 keunikan budaya. Selain kriteria tersebut, indikasi besar-kecilnya pulau terlihat dari kemandirian penduduknya dalam memenuhi kebutuhan pokok Dahuri 1998. Bengen dan Retraubun 2006 menggolongkan pulau berdasarkan proses geologinya : 1. Pulau Benua Continental Island, terbentuk sebagai bagian dari benua dan setelah itu terpisah dari daratan utama, tipe batuan kaya akan silika. Biota yang terdapat dalam tipe ini sama dengan yang terdapat di daratan utama; 2. Pulau Vulkanik Volcanic Island, terbentuk dari kegiatan gunung berapi yang timbul perlahan-lahan dari dasar laut ke permukaan. Tipe batuan dari ini adalah basalt, silika kadar rendah; 3. Pulau Karang Timbul Raised Coral Island terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut karena proses geologi. Jika