sebagai pembanding. Hasil penelitian Laapo et al. 2007 menunnjukkan bahwa penentuan besarnya potensi lestari sumberdaya ikan karang dan upaya
penangkapan optimum di perairan Tojo Una-Una untuk menentukan nilai parameter biologi, teknologi, dan lingkungan menggunakan pedekatan Model
Equilibrium Schaefer sebagai model yang paling baik dibandingkan dengan yang lain.
Perilaku variabel populasi dan produktivitas perikanan dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik, untuk mengestimasi tingkat
pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan di kawasan pesisir PPK. Pendekatan dinamik untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan tetera pada Gambar 10.
Gambar 10 Pendekatan dinamik EF perikanan untuk kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil Adrianto dan Matsuda 2004 Pendekatan sistem dinamik EF perikanan dibangun dari tiga sub ststem
yaitu populasi, sektor hasil perikanan dan konsumsi nyata. Submodel populasi dihitung berdasarkan model verhulst, Submodel sektor hasil perikanan
berdasarkan model logistik Gompertz dan Submodel konsumsi nyata berdasarkan Haberl 2001.
2.7 Konsep Model Integrasi Wisata-Perikanan dalam Pengelolaan Daerah Konservasi
Konsep pengelolaan wilayah pesisir berbeda dengan konsep pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir yang mengelola semua orang dan segala sesuatu
yang ada di wilayah pesisir. Contoh dari pengelolaan yang berbeda dengan
Sistem Dinamik Produktivitas Hasil
Sistem Dinamik Konsumsi
Sistem Dinamik Populasi
Sistem Dinamik Ecological Footprint Perikanan
pengelolaan wilayah pesisir : pengelolaan perikanan, pengelolaan hutan pantai, pendidikan dan kesehatan, namun contoh-contoh tersebut tidak melihat wilayah
pesisir sebagai target. Fokus utama dari konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah pada karakteristik wilayah dari pesisir itu sendiri yakni inti dari konsep
pengelolaan wilayah pesisir adalah kombinasi dari pembangunan adaptif, lingkungan, ekonomi, dan terintegrasi dengan sistem sosial. Selanjutnya konsep
pengelolaan wilayah pesisir didalam filosofinya mengenal prinsip keseimbangan antara pembangunan dan konservasi. Pembangunan berkelanjutan berdasarkan
prinsip-prinsip lingkungan juga memasukkan konsep keseimbangan Gambar 11 ketergantungan waktu dan keadilan sosial Kay and Alder, 2005.
Gambar 11 Konsep sederhana keseimbangan di dalam pengelolaan wilayah pesisir Kay dan Alder 2005
Pembangunan berkelanjutan menjadi paradigma utama dalam khasanah dunia pengelolaan wilayah pesisir pada akhir abad 20. Young pada tahun 1992
memperkenalkan sejumlah tema yang mendasari konsep berkelanjutan, yakni integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan sosial Kay dan Alder
2005. Prinsip pembangunan berkelanjutan untuk pengelolaan wilayah pesisir : 1. Instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi instrumen pengambilan
keputusan, yang memasukkan parameter lingkungan untuk melihat ke depan melalui analisis biaya manfaat;
2. Isu lingkungan di dalam pembangunan berkelanjutan seperti konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam pengambilan
keputusan; 3. Kualitas hidup manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang
sangat diperhatikan dalam pembangunan berkelanjutan. Kata integrasi menjadi begitu penting dalam pengelolaan wilayah pesisir.
Beberapa kelompok integrasi yang harus dilakukan di dalam pengelolaan wilayah
pesisir Cicin-Sain 2002 adalah : integrasi antar sektor di wilayah pesisir, integrasi antar kawasan perairan dan daratan di dalam zonasi pesisir, integrasi
antar pengelola tingkat pemerintahan, integrasi antar negara, dan integrasi antar berbagai disiplin.
Keterpaduan merupakan aspek yang sangat esensial dalam sistem pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, yang tidak hanya menjamin kecocokan
secara internal antara kebijakan dan program aksi, antara proyek dan program, tetapi juga menjamin keterkaitan antara perencanaan dan pelaksanaan.
Berdasarkan jenis keterpaduan dapat dibedakan atas tiga jenis keterpaduan, yaitu keterpaduan sistem, keterpaduan fungsi dan keterpaduan kebijakan Chua 1993.
Keterpaduan sistem memasukkan pertimbangan dimensi spasial dan temporal sistem sumberdaya pesisir dalam persyaratan fisik perubahan lingkungan, pola
pemanfaatan sumberdaya dan penataan sosial ekonomi. Keterpaduan ini menjamin bahwa isu-isu relevan yang muncul dari hubungan secara fisik-biologi,
sosial dan ekonomi ditangani secara cukup, sertan membutuhkan berbagai ketersediaan informasi yang dibutuhkan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.
Keterpaduan fungsional berkaitan dengan hubungan antara berbagai kegiatan pengelolaan seperti konfirmasi antara program dan proyek dengan tujuan dan
sasarannya, mengupayakan tidak terjadinya duplikasi antar lembaga yang terlibat, tetapi saling melengkapi. Penyusunan zonasi pesisir yang mengalokasikan
pemanfaatan sumberdaya secara spesifik merupakan salah satu bentuk efektif dari keterpaduan fungsional. Keterpaduan kebijakan sangat esensial untuk menjamin
konsistensi dari program pengelolaan pesisir terpadu dalam konteks kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta untuk memelihara koordinasi. Tujuan akhir
adalah mengintegrasikan program pengelolaan pesisir secara terpadu ke dalam rencana pembangunan ekonomi nasional dan daerah. Kebijakan dan strategi
penyuluhan pesisir harus dapat mengadopsi perubahan yang terjadi di wilayah pesisir dan konsisten dengan tujuan pembangunan ekonomi nasional.
2.7.1 Wisata
Pendekatan pembangunan wisata berkelanjutan dengan memelihara sumberdaya alam, budaya dan sumberdaya lain untuk satu penggunaan
berkepanjangan di masa mendatang, namun masih bermanfaat bagi generasi
sekarang. Pendekatan ini adalah penting karena pembangunan wisata bergantung kepada atraksi dan aktivitas terkait ke lingkungan alami, warisan bersejarah dan
pola budaya dari daerah tersebut. Apabila sumberdaya alam ini terdegradasi atau punah, maka daerah wisata tersebut tidak menarik bagi wisatawan dan pariwisata
tidak akan berhasil. Satu hal yang penting dari manfaat wisata adalah bila dikembangkan melalui konsep keberlanjutan ini dapat membantu dan membayar
biaya konservasi dari satu kawasan sumberdaya alam dan budaya tersebut WTO 1994. Perencanaan wisata dan implementasi yang tidak konsisten dilakukan
dapat mengakibatkan perkembangan wisata akan ‘menghancurkan’ sumberdaya dan menjadi tidak berkelanjutan. Oleh karena itu diperlukan membuat industri
wisata sadar akan pentingnya menyatukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan pada perencanaan dan bertambahnya kunjungan yang terus menerus
seharusnya tidak lagi menjadi kriteria utama untuk pengembangan wisata. Hal penting yang diperlukan adalah pendekatan pengembangan wisata yang integratif
yang bertujuan memproteksi lingkungan, menjamin bahwa wisata menguntungkan penduduk lokal dan membantu pelestrian warisan budaya di negara tujuan wisata
WTO 2000. Kode etik tersebut meliputi ketentuan yang mencakup aturan bagi daerah tujuan wisata, pemerintah, penyelenggara tour, pengembang, biro
perjalanan, pekerja dan bagi para wisatawan. Industri wisata yang berkelanjutan yaitu menggunakan sumberdaya alam yang berkelanjutan, penurunan konsumsi
berlebihan dan sampah, mempertahankan keberagaman, integrasi wisata ke dalam perencanaan, ekonomi pendukung, pelibatan komunitas lokal, konsultasi
pemegang saham dan masyarakat, pelatihan staf, tanggung jawab pemasaran wisata dan pelaksanaan penelitian Farsari dan Prastacos 2001.
2.7.2 Perikanan
Pengelolaan sumberdaya dan partisipasi masyarakat di PPK memberikan dampak yang baik dengan melibatkan masyarakat, seperti pengalaman
pengelolaan pada Pulau Pohnpei di Micronesia, dengan konsep integrasi pengelolaan kawasan pesisir harus menyesuaikan dengan kondisi-kondisi geografi
dan sosial di PPK. Pengelolaan dan perencanaan PPK sebagai fokus strategi dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam usaha perencanaan yang
mengacu pada tiga dimensi: spatial-ecological, structural-political dan