Kondisi Morfologi Sistem Ekologi

Kecerahan merupakan jarak yang dapat ditembus cahaya matahari ke dalam perairan. Semakin jauh jarak tembus cahaya matahari, semakin luas daerah yang memungkinkan terjadinya fotosintesa. Kecerahan ini berbanding terbalik dengan kekeruhan Nybakken 1988. Kecerahan perairan Gugus Pulau Batudaka mencapai nilai 2-16 m, artinya sampai kedalaman 2-16 m di bawah permukaan air laut objekbenda masih bisa dilihat dengan mata telanjang secara langsung. Nilai kecerahan sangat rendah di stasiun Luangon dan selat Batudaka mempunyai nilai terendah dan stasiun lain memiliki nilai tingkat kecerahan hingga 100. 4.2.4.5 Suhu Perairan Pengamatan suhu perairan di Gugus Pulau Batudaka antara 30-31 C. Suhu Rata-rata di Gugus Pulau Batudaka adalah 30.8 C. Berdasarkan RTRW Kabupaten Tojo Una-Una, suhu perairan Kepulauan Togean berkisar antara 28- 31 C dengan suhu rata-rata 29.55 C. Kisaran suhu tersebut dalam kisaran yang normal untuk perairan dan sesuai untuk kehidupan biota air. Distribusi vertikal suhu di perairan Togean menunjukkan bahwa terjadi penurunan suhu dari permukaan hingga kedalam 40 m dengan perbedaan suhu sekitar 2 C. Pola perubahan suhu secara vertikal di 16 stasiun relatif sama. Hasil penyelaman di lapang menunjukkan bahwa terumbu karang masih banyak ditemukan di kedalaman sekitar 40 m Zamani et al. 2007.

4.2.4.6 Salinitas Perairan

Salinitas merupakan konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah diokasidasi Effendie 2004. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai. Perairan laut Gugus Pulau Batudaka relatif sedikit masukan air sungai yaitu hanya terdapat 2 sungai yakni Sungai Taningkola yang panjangnya sekitar 1 km dan Sungai Malintang + 3 km BPS 2009. Salinitas perairan di lokasi pengamatan berkisar antara 29.5-34.5‰ dengan rata- rata 32.08‰. Hasil penelitian BRPL tahun 2004, menunjukkan bahwa salinitas di perairan Togean pada musim timur bervariasi antara 33.90-35.00‰. Umumnya salinitas di bagian utara lebih rendah dibandingkan dengan bagian selatan perairan Togean. Secara spasial terlihat perbedaan, umumnya salinitas di wilayah yang lebih dekat dengan muara sungai lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lain, dengan perbedaan salinitas sekitar 0.3‰. Pola distribusi vertikal salinitas menunjukkan bahwa salinitas semakin meningkat dengan meningkatnya kedalaman dimana pada kedalaman sekitar 40 meter mengalami peningkatan sekitar 0.3‰ Zamani et al. 2007.

4.2.4.7 Derajat KeasamanpH

Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidak seimbangan kadar CO 2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0–8.5. pH perairan Gugus Pulau Batudaka berkisar antara 7–8 dengan nilai rata-rata 7.76. Tidak terlihat perbedaan pH yang signifikan antara lokasi pengamatan dan kisaran pH perairan tersebut tergolong normal untuk biota air.

4.2.4.8 Oksigen TerlarutDODissolved Oxygen

Oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari proses difusi dari udara dan hasil dari proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tanaman air lainnya. Oksigen terlarut merupakan unsur penting yang diperlukan dalam melakukan proses respirasi dan menguraikan zat organik oleh mikroorganisme. Oksigen terlarut disolved oxygen di dalam perairan merupakan zat yang utama bagi kehidupan akuatik, terutama ikan , mikroorganisme dan tumbuhan air termasuk rumput laut Levina 1984. Menurunnya kadar O 2 terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan O 2 oleh biota laut yang dapat menurunkan kemampuan biota tersebut untuk hidup normal dalam lingkungannya. Kadar O 2 terlarut di perairan Indonesia berkisar antara 4.5 dan 7.0 ppm. Nilai oksigen terlarut perairan Gugus Pulau Batudaka antara 6-8 mgl dengan rata-rata 7.21 mgl. Menurut Suseno 1974 perairan yang mengandung oksigen terlarut 5.0 ppm pada suhu 20-30 o C, dapat dikatakan sebagai perairan yang cukup baik untuk kehidupan biota laut. 4.3 Sistem Sosial Ekonomi dan Kelembagaan 4.3.1 Sistem Sosial

4.3.1.1 Demografi

Jumlah penduduk di Gugus Pulau Batudaka termasuk Pulau Una-Una pada Tahun 2008 seluas 38 797.13 ha mencapai 13 106 jiwa terdiri atas 3 459 rumah tangga dengan sebaran rata-rata rumah tangga sebanyak 4 jiwa dengan kepadatan 43 jiwakm 2 atau 0.43 jiwaha BPS Touna 2009. Berdasarkan Tabel 23, jumlah penduduk Kecamatan Una-Una dalam periode tahun 2001-2008 mengalami pertumbuhan 2 per tahun Tabel 31. Tabel 31 Parameter demografi Kecamatan Una-Una BPS Touna 2002-2009 No. Parameter Nilai Unit 1 Jumlah Penduduk 2008 13 106 Jiwa 2 Kepadatan Penduduk 42 Jiwakm 2 3 Rumah Tangga RT 3 547 RT 4 Sebaran rata-rata Rumah Tangga 4 JiwaRT 5 Sex Rasio Laki-lakiPerempuan 104 6 Tingkat Ketergantungan penduduk Usia Non Produktif terhadap Usia Produktif 68 7 Tingkat Pertumbuhan Penduduk Tahun 2001-2008 2 Tahun Keterangan : Hasil analisis 2010

4.3.1.2 Pendidikan

Tingkat pendidikan di lokasi penelitian kondisinya relatif kurang baik yaitu ditunjukkan dengan tingginya penduduk tidak tamat SD serta rendahnya yang berpendidikan Perguruan tinggi. Penduduk Kepulauan Togean yang tamat SD 39.86, SLTP 14.45, SLTA 8.0 dan Perguruan Tinggi 0.38 Dinas Perikanan dan Kelautan 2004. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan di Kecamatan Una-Una telah dibangun gedung Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama SMP dan Sekolah Menengah Umum SMU. Kecamatan Una-Una memiliki fasilitas TK sebanyak 2 unit, SD 19 unit, SMP 1 unit dan SMUSMK 1 unit. Dari 13 106 jiwa penduduk di Kecamatan Una-Una, sebanyak 10 255 orang merupakan tenaga kerja berusia di atas 10 tahun dan 1 156 orang tenaga kerja di luar sektor pertanian BPS Touna 2009.

4.3.1.3 Pengetahuan Lokal

Pengelolaan sumberdaya perikanan di Gugus Pulau Batudaka yang menggunakan kearifan tradisional yaitu menyangkut pengetahuan atau pemahaman masyarakat adat kebiasaan tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia dengan alam serta di antara semua penghuni komunitas ekologi. Penduduk gugus Pulau Batudaka Kecamatan Una-Una memiliki latar belakang etnis yang beragam seperti Bajo, Bobongko, Togian, Kaili, Bare’e, Taa, Gorontalo, dan Bugis. Masyarakat Bajo dan Bobongko lebih menyebar tapi umumnya terkonsentrasi pada beberapa desa tertentu. Desa-desa Bajo antara lain terdapat di Pulau Salaka, Siatu, Taufan, Kulingkinari; sementara etnis Bobongko menetap di Tumbulawa dan tersebar di beberapa desa lainnya. Etnik Bobongko telah mulai memeluk agama Kristen dan Islam. Adat-istiadat yang dijadikan norma dalam pergaulan adalah adat Bobongko yang sudah mulai mendapatkan pengaruh dari kepercayaan yang baru terutama nilai-nilai agama Kristen dan Islam, sehingga tradisi upacara selalu dikaitkan dengan agama walaupun nilai budaya kepercayaan leluhur masih dapat ditemukan dalam tradisi Bobongko terutama dalam pesta panen dan upacara perkawinan dan kematian Bappeda Touna 2007. Selain itu, masyarakat di kawasan ini bersifat terbuka dalam menerima budaya lain misalnya penduduk dari etnik Togean mengenakan pakaian dari suku Jawa pada prosesi pernikahannya. Namun, budaya yang bertentangan dengan agama Islam, masyarakat setempat lebih bersifat preventif, seperti dengan semakin meningkatnya wisatawan mancanegara yang datang dan berbusana terbuka membuat masyarakat meminta pengelola wisata untuk memindahkan lokasi cottage yang terletak pada jalur masuk pelayaran menuju Desa Bomba ke lokasi lain Pulau Poya. Masyarakat kawasan ini, ini masih memiliki sistem pemanfaatan SDA yang diperoleh secara turun-temurun dengan menerapkan beberapa aturan serta praktek pengelolaan sumberdaya alam yang ramah lingkungan dan berdampak positif terhadap kelestarian alam. Masyarakat Bajo juga biasa melakukan