Gambar 9 Interaksi Komponen Minimal Model keberlanjutan Pariwisata T = wisatawan, E = lingkungan, C = modal Casagrandi dan
Rinaldi 2002 Model pengembangan wisata yang optimal Gambar 9 dengan
mempertimbangkan tiga aspek yaitu lingkungan EnvironmentalE, sosial TouristT dan ekonomi CapitalC, dimana wisatawan T dan fasilitas wisata
memberikan dampak negatif bagi kualitas lingkungan E. Pengaruh positif kualitas lingkungan dan fasilitas wisata dapat menarik wisatawan serta dapat
menumbuhkan investasi penyediaan fasilitas baru bagi pengunjung yang berhubungan dengan keuntungan kegiatan wisata.
2.6 Integrasi Perikanan dalam Pengelolaan Pesisir Terpadu
Sejak Food and Agricultural Organization FAO menerbitkan “Code of Conduct for Responsible Fisheries” CCRF Kode Etik Perikanan yang
Bertanggung Jawab pada tahun 1995 maka telah terjadi pergeseran paradigma tentang pendekatan pengelolaan perikanan, yang sebelumnya menggunakan
pendekatan konvensional dimana pendekatan yang dipakai lebih sektoral sehingga sedikit mengabaikan kaidah-kaidah ekologis. FAO menyebutkan bahwa
meskipun pendekatan ekosistem bukan merupakan hal yang baru dalam pengelolaan perikanan namun masih belum banyak pembelajaran dalam
pendekatan ini, sehingga diperlukan melakukan penelitian pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan baik secara konsep maupun teknis. Pengelolaan
sumberdaya perikanan dapat didefinisikan sebuah proses yang terpadu antara pengumpulan informasi, melakukan analisis, membuat perencanaan, melakukan
konsultasi, pengambilan keputusan, menentukan alokasi sumberdaya, serta perumusan dan pelaksanaan, bila diperlukan menggunakan penegakan hukum dari
aturan dan peraturan yang mengendalikan kegiatan perikanan dengan tujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi dari sumberdaya dan tercapainya tujuan
perikanan yang lainnya FAO 1995. Dokumen CCRF tersebut terdiri dari satu bab umum dan enam bab khusus
yang terdiri dari pengelolaan perikanan, operasi penangkapan, budidaya, integrasi perikanan dalam pengelolaan pesisir, pasca panen, dan penelitian perikanan.
Pasal 6 ayat 4, disebutkan bahwa Keputusan - keputusan yang mengenai konservasi dan pengelolaan perikanan haruslah didasarkan atas bukti - bukti dan
informasi ilmiah terbaik yang tersedia, disamping juga perlu mempertimbangkan pengetahuan tradisional mengenai sumberdaya dan habitatnya, serta faktor -
faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi yang relevan. Integrasi perikanan kedalam pengelolaan pesisir untuk membantu
pencapaian pemanfaatan sumberdaya pesisir yang makin langka secara rasional khususnya ditujukan pada masalah tentang bagaimana sektor perikanan dapat
diintegrasikan ke dalam perencanaan pengelolaan pesisir sehingga interaksi antara perikanan dan sektor lain dapat diperhitungkan dalam membuat kebijakan dan
penerapan pengelolaan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir. FAO 1996 telah membuat panduan Article 10 in CCRF untuk menjelaskan
pentingnya perikanan yang bertanggung jawab. Artikel 10 berhubungan dengan Integrasi Fisheries ke dalam Coastal Management untuk membantu pencapaian
pemanfaatan sumberdaya yang makin langka. Secara khusus, dengan mengarahkan pada permasalahan bagaimana sektor perikanan dapat terintegrasi
ke dalam perencanaan pengelolaan pesisir sehingga interaksi-interaksi antara sektor perikanan dan sektor-sektor lain dapat dipertimbangkan di dalam penetapan
kebijakan dan prakteknya dalam pengelolaan sumberdaya pesisir. Potensi sumberdaya dan jasa lingkungan yang prospektif untuk
dikembangkan di kawasan PPK adalah pariwisata dan sumberdaya perikanan Bengen dan Retraubun 2006 yang paling banyak berhubungan dengan ekosistem
karang. Adanya jenis-jenis ikan yang hidup di ekosistem karang merupakan daya tarik yang sangat kuat bagi manusia, baik untuk kegiatan penelitian scientific
interest, untuk penyelaman wisata bahari ataupun untuk diambil untuk dikonsumsi dan dijadikan ikan hias akuarium. Berdasarkan penelitian Pusat
Pengembangan Oseanologi P2O LIPI yang dilakukan pada tahun 2000 bahwa kondisi terumbu karang Indonesia saat ini 41.8 dalam keadaan rusak; 28.3
dalam keadaan sedang; 23.7 dalam kondisi baik, dan hanya 6.2 masih dalam keadaan sangat baik DKP 2004. Kondisi terumbu karang berhubungan erat
dengan keberadaan ikan karang di suatu perairan. Semakin rusak kondisi terumbu karang di perairan Indonesia dapat berdampak kemerosotan terhadap produksi
ikan karang di Indonesia. Diperkirakan dari 12 000 jenis ikan laut sebanyak 7 000 spesies hidup di daerah terumbu karang atau di sekitarnya, di perairan dekat pantai
Subani dan Barus 1989. Selanjutnya dinyatakan bahwa sumberdaya perikanan demersal merupakan sumberdaya yang poorly behaved, karena makanan
utamanya adalah plankton, kelimpahan sumberdaya ini sangat berfluktuasi dan tergantung kepada faktor-faktor lingkungan perairannya.
Sumberdaya ikan demersal termasuk jenis-jenis ikan sidentari yang banyak terdapat di perairan pantai inshore, baik perairan yang bersubstrat pasir,
berbatu dan berlumpur. Pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Indonesia sampai saat ini masih berkisar pada usaha perikanan rakyat berskala kecil small
scale fisheries dan penggunaan alat tangkap yang masih sangat sederhana. Lazimnya perikanan model ini dikenal dengan istilah perikanan artisanal Eidman
1991. Produksi perikanan demersal yang merupakan bagian dari usaha perikanan skala kecil sebagian besar didistribusikan pada pasar lokal local market dan
pasar regional regional market. Potensi perikanan demersal tersebut dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah, maka
pemanfaatannya harus dikendalikan dengan tetap mempertahankan kelangsungan sumberdaya ikan dalam jangka panjang melalui tindakan antisipasi terhadap
tekanan penangkapan. Kondisi riil sumberdaya perikanan tangkap hubungannya dengan tingkat
pemanfaatan yang terjadi dapat dianalisis dalam bentuk CPUE yaitu hubungan antara hasil tangkapan kg per upaya tangkap trip dari masing-masing jenis ikan
yang akan menghasilkan parameter biologi konstanta laju pertumbuhan intrinsik dari ikan = r, teknologi penangkapan konstanta kemampuan tangkap dari alat =
q, lingkungan kemampuan daya dukung dari perairan = K, estimasi upaya tangkap optimum, sediaan ikan, pertumbuhan, dan produksi hasil tangkapan
sebagai pembanding. Hasil penelitian Laapo et al. 2007 menunnjukkan bahwa penentuan besarnya potensi lestari sumberdaya ikan karang dan upaya
penangkapan optimum di perairan Tojo Una-Una untuk menentukan nilai parameter biologi, teknologi, dan lingkungan menggunakan pedekatan Model
Equilibrium Schaefer sebagai model yang paling baik dibandingkan dengan yang lain.
Perilaku variabel populasi dan produktivitas perikanan dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik, untuk mengestimasi tingkat
pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan di kawasan pesisir PPK. Pendekatan dinamik untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan tetera pada Gambar 10.
Gambar 10 Pendekatan dinamik EF perikanan untuk kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil Adrianto dan Matsuda 2004 Pendekatan sistem dinamik EF perikanan dibangun dari tiga sub ststem
yaitu populasi, sektor hasil perikanan dan konsumsi nyata. Submodel populasi dihitung berdasarkan model verhulst, Submodel sektor hasil perikanan
berdasarkan model logistik Gompertz dan Submodel konsumsi nyata berdasarkan Haberl 2001.
2.7 Konsep Model Integrasi Wisata-Perikanan dalam Pengelolaan Daerah Konservasi
Konsep pengelolaan wilayah pesisir berbeda dengan konsep pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir yang mengelola semua orang dan segala sesuatu
yang ada di wilayah pesisir. Contoh dari pengelolaan yang berbeda dengan
Sistem Dinamik Produktivitas Hasil
Sistem Dinamik Konsumsi
Sistem Dinamik Populasi
Sistem Dinamik Ecological Footprint Perikanan