Pendekatan Keberkelanjutan Mata PencaharianCoastal Livelihood System Analysis-CLSA

Variabel pendorong mempengaruhi tetapi tidak dipengaruhi oleh bagian lainnya dari sistem integrasi wisata-perikanan yakni laju pertumbuhan intrinsik - Konstanta Constants Konstanta adalah nilai numerik yang menerangkan ciri suatu sistem yang tidak berubah atau yang dapat digambarkan tidak berubah dibawah semua kondisi yang disimulasikan oleh model seperti yield factor YF, laju kelahiran, kematian, emigrasi, imigrasi. - Variabel Pembantu Auxiliary Variables Variabel ini muncul sebagai bagian perhitungan yang menentukan tingkat alih materi atau nilai variabel yang lain, dan mencerminkan konsep yang menunjukkan secara eksplisit di dalam model. Variabel pembantu mungkin juga menggambarkan suatu produk akhir dari perhitungan seperti biocapacity BC, komponen footprint built-up, energy, food and fibre, fraksi tangkapan, rasio biomassa ikan, produksi lokalregional per area. - Alih Materi dan Informasi Material and Information Transfers Sebuah alih materi mencerminkan peralihan secara fisik materi selama periode tertentu : 1 antara dua variabel keadaan, 2 antara sebuah sumber source dan variabel keadaan, atau 3 antara variabel keadaan dengan sebuah muara sink. Misalnya menghitung ecological footprint pada sub-model wisata alih materi biocapacity dari jumlah wisatawan di Gugus Pulau Batudaka ke ecological footprint atau menghitung produksi lokalregional pada sub-model perikanan alih materi individu dari biomassa ikan di daerah penangkapan lokalregional ke produksi lokalregional. - Sumber dan Muara Sources and Sinks Sumber dan muara menggambarkan masing-masing adalah titik asal mula awal dan titik akhir alih materi masuk dan keluar dari sistem. 4 Identifikasi hubungan antar komponen Tahapan dari perumusan model konseptual mencakup identifikasi hubungan antar komponen sistem yang sedang dipelajari sebagai dasar pemahaman analisis sistem yang lebih luas. 5 Penggambaran model konseptual Penggambaran model konseptual pada umumnya berupa bentuk diagram kotak dan panah. Diagram model konseptual juga menyediakan sebuah kerangka kerja yang membantu kuantifikasi berikutnya dari model tersebut karena persamaan dapat dikaitkan secara langsung terhadap bagian tertentu dari model konseptual. Model konseptual tersebut dapat digunakan sebagai landasan kebijakan, perubahan struktur, dan strategi pengelolaan sistem tersebut. Analisis sistem dinamik bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai elemen penyusun sistem, memahami prosesnya serta memprediksi berbagai kemungkinan keluaran sistem yang terjadi akibat adanya perubahan di dalam sistem itu sendiri, sehingga didapatkan berbagai alternatif pilihan yang menguntungkan secara optimal.

2.5 Integrasi Wisata dalam Pengelolaan Pesisir Terpadu

Wisata tourism merupakan kegiatan perpindahanperjalanan orang secara temporer dari tempat biasa mereka menetapbekerja ke tempat luar guna mendapatkan kenikmatan dalam perjalanan atau ditempat tujuan Holloway dan Plant 1989 dalam Yulianda 2007. Dalam perkembangannya sekitar tahun 1980- an, konsep ekowisata dipopulerkan sebagai perjalanan wisata berbasis pada alam yang mengandung dimensi learning dan pesan pembangunan berkelanjutan Weaver 2001, sedangkan menurut UU Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Kegiatan wisata yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut sebagai obyek wisata disebut wisata bahari. Wisata bahari merupakan aktivitas berkenaan dengan rekreasi yang melibatkan jalancara perjalanan seseorang dari suatu tempat kediaman ke tempat lain dengan fokus lingkungan laut Orams 1999. Sesungguhnya wisata bahari merupakan kegiatan yang memadukan antara dua sistem yang kompleks yaitu sistem pariwisata didominasi oleh sistem kegiatan manusia dan ekosistem alam laut. Berbagai kegiatan wisata bahari yang umumnya dilakukan wisatawan di antaranya adalah, berenang, berselancar, snorkeling, diving, beachcombing, berdayung. Menurut Wong 1998 terdapat delapan macam pola wisata bahari dan empat pola di antaranya, yaitu “Beach- hutsbungalows”, “Beach hotels”, “Island-resort”, dan “Coastal-resort” adalah lazim dijumpai di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pemahaman tentang pengembangan wisata bahari berada di dalam lingkup pengembangan usaha wisata tirta, seperti yang dijelaskan di dalam pasal 14 UU No. 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, yakni usaha wisata tirta merupakan usaha yang menyelenggarakan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai dan waduk. Menurut Peraturan Pemerintah PP No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, bahwa Wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Pariwisata berbasis pulau-pulau kecil di Indonesia menjadi potensi yang sangat prospektif untuk dikembangkan mengingat kekayaan sumberdaya dan keanekaragaman hayati laut yang tertinggi di dunia, serta keindahan alam pulau- pulau kecil tentu saja menjadi daya tarik tersendiri bagi pengembangan pariwisata, khususnya pariwisata bahari. Ekowisata eco-tourism sebagai kegiatan wisata yang bertanggung jawab yang berbasis utama pada kegiatan wisata alam, yang dilakukan pada skala kecil untuk pengunjung wisata Wood 2002. Ekowisata PPK Bengen dan Retraubun 2006 berpijak pada : 1 Partisipasi masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengelolaan; 2 Pengelolaan berkelanjutan pada perlindungan sumberdaya alam, lingkungan; 3 Kolaborasi antara pemangku kepentingan stakeholders Gunn 1993 mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu: 1 mempertahankan kelestarian lingkungannya, 2 meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, 3 menjamin kepuasan pengunjung, dan 4 meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya. Atas dasar karakteristik PPK, maka arahan peruntukan dan pemanfaatan pariwisata memiliki kriteria sebagai berikut Bengen 2002: 1 Berjarak aman dari kawasan perikanan, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan tidak menyebar dan mencapai kawasan perikanan. 2 Berjarak aman dengan kawasan lindung, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan di kawasan pariwisata tidak menyebar dan mencapai kawasan lindung. 3 Sirkulasi massa air di kawasan pariwisata perlu lancar. 4 Pembangunan sarana dan prasarana periwisata tidak mengubah kondisi pantai, dan daya dukung PPK yang ada, sehingga proses erosi atau sedimentasi dapat dihindari. Davis dan Tisdell 1996 mengemukakan bahwa daya dukung Carrying Capacity di dalam tourism didefinisikan sebagai maksimum jumlah turis yang dapat ditoleransi tanpa menimbulkan dampak tidak dapat pulih dari ekosistem dan pada saat yang sama dan tidak mengurangi kepuasan kunjungan. Penentuan daya dukung pada tourism dapat dibedakan dua macam yaitu 1 melihat kemampuan fisik wilayah tujuan wisata untuk menerima kunjungan sebelum dampak negatif timbul biophysical component dan 2 menemukan level dimana arus turis mengalami penurunan akibat keterbatasan kapasitas yang muncul dari tingkah laku behaviour turis itu sendiri behavioral component Savariades 2000. Selain daya dukung sumberdaya, dituntut pula perubahan perilaku manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya yang ada dalam pemenuhan kebutuhannya karena semua faktor tergantung pada perbedaan pola dan dinamika konsumsi masyarakat, infrastruktur, teknologi Seidl dan Tisdell 1999. Casagrandi dan Rinaldi 2002 menggunakan model wisata minimal yang sederhana karena tidak dapat mewakili sistem spesifik tertentu secara detil, namun model ini berisi fitur-fitur utama dari beberapa sistem. Model ini menunjukkan suatu lokasi generik dan hanya memiliki tiga variabel yaitu: wisatawan,Tt yang berada dalam suatu area pada waktu t, kualitas lingkungan alam Et dan modal Ct yang ditujukan sebagai struktur untuk aktivitas wisatawan. Ct menunjukkan asset nyata berupa investasi dan tidak digabung dengan jasa pelayanan yang disediakan bagi wisatawan Gambar 9. Gambar 9 Interaksi Komponen Minimal Model keberlanjutan Pariwisata T = wisatawan, E = lingkungan, C = modal Casagrandi dan Rinaldi 2002 Model pengembangan wisata yang optimal Gambar 9 dengan mempertimbangkan tiga aspek yaitu lingkungan EnvironmentalE, sosial TouristT dan ekonomi CapitalC, dimana wisatawan T dan fasilitas wisata memberikan dampak negatif bagi kualitas lingkungan E. Pengaruh positif kualitas lingkungan dan fasilitas wisata dapat menarik wisatawan serta dapat menumbuhkan investasi penyediaan fasilitas baru bagi pengunjung yang berhubungan dengan keuntungan kegiatan wisata.

2.6 Integrasi Perikanan dalam Pengelolaan Pesisir Terpadu

Sejak Food and Agricultural Organization FAO menerbitkan “Code of Conduct for Responsible Fisheries” CCRF Kode Etik Perikanan yang Bertanggung Jawab pada tahun 1995 maka telah terjadi pergeseran paradigma tentang pendekatan pengelolaan perikanan, yang sebelumnya menggunakan pendekatan konvensional dimana pendekatan yang dipakai lebih sektoral sehingga sedikit mengabaikan kaidah-kaidah ekologis. FAO menyebutkan bahwa meskipun pendekatan ekosistem bukan merupakan hal yang baru dalam pengelolaan perikanan namun masih belum banyak pembelajaran dalam pendekatan ini, sehingga diperlukan melakukan penelitian pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan baik secara konsep maupun teknis. Pengelolaan sumberdaya perikanan dapat didefinisikan sebuah proses yang terpadu antara pengumpulan informasi, melakukan analisis, membuat perencanaan, melakukan konsultasi, pengambilan keputusan, menentukan alokasi sumberdaya, serta perumusan dan pelaksanaan, bila diperlukan menggunakan penegakan hukum dari