Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008)

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

KEKUASAAN DAN POLITIK LOKAL

(Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul

Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil

Gubernur Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2013)

DISERTASI

MURYANTO AMIN

0806402736

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

PROGRAM PASCASARJANA ILMU POLITIK

JAKARTA


(2)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Muryanto Amin

NPM :0806402736

Tanda Tangan :


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Disertasi ini diajukan oleh :

Nama : Muryanto Amin

NPM : 0806402736

Program Studi : Ilmu Politik

Judul Disertasi : Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008) Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Promotor : Prof. H. Amir Santoso, M.Soc.Sc., Ph.D. (...)

Kopromotor : Prof. Dr. Burhan D. Magenda, MA. (...)

Tim Penguji : Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc. (Ketua) (...)

: Prof. Dr. Maswadi Rauf, MA. (Anggota) (...)

: Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA. (Anggota) (...)

: Dr. Isbodroini Suyanto, MA. (Anggota) (...)

: Dr. Chusnul Mar’iyah, MA. (Anggota) (...)

: Dr. Valina Singka Subekti, M.Si. (Anggota) (...)

: Dr. Kamarudin, M.Si (Anggota) (...)

Ditetapkan di: Jakarta Tanggal :


(4)

KATA PENGANTAR

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya para ”preman” sebagai aktor lokal di Sumatera Utara yang berperan penting dalam sistem demokrasi yang relatif baru diterapkan sejak tahun 1997. Sebagian aktor lokal tersebut berasal dari kader Pemuda Pancasila. Mereka tidak hanya melakukan intimidasi dan uang yang dimiliki, tetapi menjadi pengurus partai politik, anggota legislatif, pejabat birokrasi, pebisnis, dan pemilik media cetak lokal. Dalam kapasitas menggunakan jaringan tersebut, tentunya mereka sangat kuat untuk memperoleh akses terhadap sumber daya (resources) dari pemerintah daerah dan akan memaksimalkan sumber kekuasaan yang dimiliki. Sementara dalam kapasitasnya sebagai ’preman’, mereka dapat juga menggunakan sumber daya kekerasan. Untuk membuktikan adanya peran tersebut, penelitian ini akan menjawab bentuk intimidasi, pola mobilisasi anggota Pemuda Pancasila, dan model relasi yang dilakukan pada saat Pemuda Pancasila mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008.

Syukur atas rahmat Allah SWT serta Shalawat dan Salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang beriman dan taat pada ajaran-Nya sampai akhir masa. Amin Penulis berharap saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan disertasi ini sehingga lebih bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Oleh karena, penulis menyadari karena adanya keterbatasan waktu dan dana, maka penelitian ini jauh dari rasa memuaskan.

Kesempatan pertama dalam pengantar Disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. H. Amir Santoso, M.Soc.Sc., Ph.D., selaku Promotor yang telah memberikan bantuan, kesabaran, dan bimbingannya sehingga hasil penelitian ini dapat dirampungkan sesuai perspektif Ilmu Politik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Burhan D. Magenda, MA., sebagai Kopromotor yang telah dengan sabar memberikan saran perbaikan khususnya terkait konteks lokal di Sumatera Utara. Ucapan terima kasih penulis utarakan kepada para penguji Disertasi ini yaitu Bapak Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA., Prof. Dr. Maswadi Rauf, MA, Ibu Dr. Isbodroini Suyanto, MA, Ibu Dr. Chusnul Mar’iyah, Ibu Dr. Valina Singka Subekti, dan Bapak Dr. Kamarudin, M.Si. Koreksi dan saran dari para penguji menjadikan disertasi ini lebih baik dari pemikiran penulis. Penghargaan serupa disampaikan kepada Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc., Dekan FISIP UI sekaligus Ketua Dewan Penguji. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ketua Program Studi Doktor Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Bapak Dr. Kamarudin, M.Si dan Sekretaris Program Studi Ilmu Politik, Bapak Syaiful, SIP, M.Si beserta staf sekretariat dan perpustakaan (Mbak Romlah, Mbak Hera, Mbak Retno, Mas Andri, Mas Biwoso, dan Mas Anto) yang telah membantu secara administratif untuk menyelesaikan proses studi penulis.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada para narasumber dan akademisi yang bersedia diwawancarai untuk memperkaya Disertasi ini. Mereka diantaranya adalah Datok H. Syamsul Arifin sebagai informan kunci yang memberi sumber ide, Bang Anuar Shah (Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara), Bang Darwin Nasution, Bang Dahril Siregar (Utop), bang Firdaus, Bapak Paruhuman Lubis (Ucok Majestik), Bapak Amir Siahaan, serta seluruh pengurus MPW Pemuda Pancasila yang telah meluangkan waktu dan memberikan informasi yang diperlukan. Kepala Daerah seperti Taufan Gama Simatupang, T. Erry Nuradi, Dzulmi Eldin, Tigor P. Siregar yang membantu memberikan informasi tambahan. Informan lain seperti T. Milwan, Farianda Sinik, Yuslin Siregar, Nazarudin Sihombing Informan lain seperti T. Milwan, Farianda Sinik, Yuslin Siregar, Nazarudin Sihombing, Arif Marbun sangat membantu memperkaya informasi studi ini. Para akademisi yang membantu memberikan analisis


(5)

kepada penulis yaitu Dr. Syarif Hidayat, Drs. Ahmad Taufan Damanik, MA., Amir Purba, Ph.D, Prof. Subhilhar, dan Prof. Arif Nasution. Meskipun demikian, tanggung jawab akhir atas keseluruhan naskah Disertasi ini sepenuhnya berada di tangan penulis.

Terima kasih kepada Prof. Subhilhar yang memberi inspirasi dan kesempatan kepada Penulis untuk belajar melanjutkan studi Ilmu Politik di Universitas Indonesia serta mengabdi di kampus USU. Prof. Arif Nasution, Bang Agus Suriadi, Arifin Nasution, Husni Thamrin, Hatta Ridho, Mas Gustanto sebagai guru, sahabat dan teman seperjuangan di kampus yang selalu membantu dan mengingatkan soal studi penulis. Terima kasih Bang Chairul Azmi, Prof. Syawal Gultom, Bang Gus Irawan, Zeini Zein, Bang John Lubis, Pak Sakirudin, Bang Armansyah, Pak Muchtar Aritonang, Bang M. Syahrir atas bantuannya kepada penulis. Teman kampus di UI yaitu Ibnu, Aziz, Mas Boni, Karman, Pak Nardi, dan yang lainnya, yang mengalami perenungan bersama secara mendalam untuk belajar, menulis, dan meneliti, penulis ucapkan terima kasih.

Dukungan dan dorongan yang diberikan oleh para senior dan teman yang telah mendoakan. Di Departemen Ilmu Politik FISIP USU: Dra. Irmayani, M.Si (Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU), Drs. Antonius Sitepu, M.Si. (Sekretaris), Dra. Evi Novida Ginting, MSP., Drs. Tonny P. Situmorang, MA., Dr. Heri Kusmanto, MA., Dr. Warjio, MA, Husnul Isa Harahap, S.Sos, M.Si, Drs. Ahmad Taufan Damanik, MA., Dra. Rosmery Sabri, MA., Indra Kesuma, SIP., M.Si., Faisal Maharawa, SIP, M.Si,. Bapak Dekan FISIP USU, Prof. Dr. Badaruddin, M.Si., Bapak PD I Drs. Zakaria, MSP, Ibu PD II Dra. Rusmiani, M.Si., Bapak PD III Drs. Edward, MSP.,. Bapak Rektor Univesitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Syahril Pasaribu, Sp.A(K) dan Ibu PR IV Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, tentu sangat membantu dan penulis ucapkan terima kasih.

Secara khusus kepada keluarga tercinta Ibunda Ruyanti dan alm. Abah yang telah mendoakan penulis sejak awal memasuki masa studi di Jakarta. Bagi istri tercinta, Novi Susanti dan anak-anak tersayang (Fatah, Tuhva, dan Fariz) yang dengan sabar menanti dan membunuh sebagian waktunya untuk menunggu ayahnya bermain dan bercanda bersama. Celotehan dan kepolosan mereka menjadi penguat untuk melewati waktu dan kesempatan yang sulit selama proses studi di Jakarta. Semoga mereka menjadi bagian dari generasi Indonesia Baru.

Depok, 31 Juni 2013


(6)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPERLUAN AKADEMISI

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muryanto Amin

NPM : 0806402736

Program Studi : Ilmu Politik Departemen : Ilmu Politik

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jenis Karya : Disertasi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty Free

Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008),

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin diri saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 31 Juni 2013

Yang Menyatakan,


(7)

ABSTRAK

Nama : MURYANTO AMIN

Program Studi : Ilmu Politik

Judul : Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2013), xviii+287 halaman, 16 lampiran, 107 buku, 7 jurnal, 4 sumber on line, 8 klipping surat kabat, wawancara 15 informan kunci dan 25 informan tambahan.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya para ”preman” sebagai aktor lokal di Sumatera Utara yang berperan penting dalam sistem demokrasi yang relatif baru diterapkan sejak tahun 1997. Sebagian aktor lokal tersebut berasal dari kader Pemuda Pancasila. Mereka tidak hanya mengandalkan intimidasi dan uang yang dimiliki, tetapi mereka juga menjadi pengurus partai politik, anggota legislatif, pejabat birokrasi, pebisnis, dan pemilik media cetak lokal. Dalam kapasitas menggunakan jaringan tersebut, tentunya mereka sangat kuat untuk memperoleh akses terhadap sumber daya (resources) dari pemerintah daerah dan akan memaksimalkan sumber kekuasaan yang dimiliki. Sementara dalam kapasitasnya sebagai ’preman’, mereka dapat juga menggunakan sumber daya kekerasan.

Untuk membuktikan adanya peran tersebut, penelitian ini akan menjawab pertama bentuk intimidasi yang dilakukan oleh Pemuda Pancasila Sumatera Utara dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Kedua, pola mobilisasi yang dilakukan untuk menggerakkan potensi organisasi yang dimiliki Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Ketiga, model relasi jaringan yang dilakukan di antara Pemuda Pancasila dengan pemerintah daerah, pengusaha lokal dan media massa dalam memenangkan calon gubernur yang didukung. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Bosissm dari John T. Sidel dan Kelompok Kekerasan yang ditulis oleh Masaaki dan Rozaki. Sedangkan teori pendukung adalah Teori Kekuasaan dari Miriam Budiardjo dan Charles F. Andrain, Konsensus dan Konflik dari Maswadi Rauf, Teori Demokrasi dan Otonomi Daerah dari Brian C. Smith, dan Teori Kepentingan Terselebung (Hidden Autonomy) yang ditulis Syarif Hidayat. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan studi kasus sebagai strategi penelitian. Analisis kualitatif teknik tipologi dipilih sebagai sebagai cara untuk menyusun interpretasi atas kajian literatur, wawancara mendalam dengan narasumber yang terlibat dan observasi.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa bentuk intimidasi yang dilakukan anggota Pemuda Pancasila adalah mengancam dan menakut-nakuti akan melakukan pemukulan fisik dan membuat ketidaknyamanan pemilih yang tidak memilih calon gubernur yang ingin dimenangkan. Pola mobilisasi dilakukan atas dasar patron-klien piramida yaitu seorang tokoh Pemuda Pancasila memiliki kekuatannya sendiri untuk mengerakkan anggota Pemuda Pancasila. Model relasi yang terjalin antara Pemuda Pancasila dengan birokrasi, pengusaha, dan media cetak lokal dilakukan atas dasar hubungan yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme.

Disertasi ini mengajukan perspektif teoritis baru bahwa fenomena munculnya bos lokal dan kelompok kekerasan mengindentifikasikan adanya perbedaan yang khas di Sumatera Utara. Kontribusi terhadap perspektif teori Ilmu Politik yang ditemukan dalam penelitian ini disebut Teori Jaringan Patronase Baru Bos Lokal.

Kata kunci:


(8)

ABSTRACT

Name : MURYANTO AMIN

Department : Political Science

Title : Power and Local Politics (A Study on the Role of Pemuda Pancasila in Supporting Syamsul Arifin and Gatot Pudjonugroho as Candidates for Governor and Vice Governor of North Sumatera in 2008-2013 Period), xviii+287 pages, 16 attachments, 107 books, 7 journals, 4 online sources, 8 newspaper clippings, interviews with 15 key informants and 25 additional informants.

The background of this study is the emergence of “gangsters”—some of whom were cadres of Pemuda Pancasila—as local actors who played an important role in the democratic system applied in North Sumatera since 1997. Not only that they intimidated with violence and money; they became political party officials, legislative members, bureaucrats, business people, and owners of local print media. In their formal capacity, they had power to gain access to resources from the local government and maximize them. While as ‘gangsters’, they practiced violence.

This study would discuss three points to prove that such things really occurred: first, the forms of intimidation done by Pemuda Pancasila North Sumatera in the North Sumatera governor election in 2008; second, the pattern of mobilization performed to generate the potential of the organization; third, the network relation model among Pemuda Pancasila, the local government, the local business people, and the mass media in making the supported candidate win. The main theories applied here are the Bosissm Theory by John T. Sidel and the Violence Group Theory by Masaaki and Rozaki. The supporting theories are the Theory of Power by Miriam Budiarjo and Charles F. Andrain, Consensus and Conflict by Maswadi Rauf, Democracy and Decentralization

by Brian C. Smith, and Hidden Autonomy by Syarif Hidayat. This study uses a qualitative approach with case studies. The qualitative analysis with typology technique is chosen as a way to arrange interpretations on data—written materials, in depth interviews, and observations.

The findings showed that the forms of intimidation done by Pemuda Pancasila members were threaten to beat physically and create inconvenience if the voters did not vote governor candidates who want to win. The mobilization pattern was executed using patron-client pyramid: each figure of Pemuda Pancasila had his own power to mobilize members. The relation model among Pemuda Pancasila, bureaucracy, business people, and local print media was performed based on mutualistic symbiosis.

The phenomenon of emerging local bosses and violent groups theoretically implied spesific differences in North Sumatera. The contribution to Political Science theories, which will be found in this study, is called the Theory of New Patronage Network of Local Bosses.

Keywords:


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

KATA PENGANTAR ………... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………. vi

ABSTRAK ………. vii

ABSTRACT ………. viii

DAFTAR ISI ………..………. ix

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR DIAGRAM ………... xiv

DAFTAR SINGKATAN ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………..……….. xvii

PETA PROVINSI SUMATERA UTARA ……….... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Pokok Masalah ………... 6

1.3. Tujuan Penelitian ………... 11

1.4. Signifikansi Penelitian ………... 12

1.5. Kajian Pustaka ...………... 12

1.6. Kerangka Teori ……….. 17

1.6.1. Gejala Munculnya Kelompok Kekerasan dan Bos Lokal ………... 17

1.6.2. Patrimonialisme dan Klientelisme ... 26

1.6.3. Teori Kekuasaan ………... 29

1.6.4. Teori Politik Lokal ……… 36

1.6.5. Teori Otonomi Daerah, Demokrasi, dan Pemilihan Kepala Daerah Langsung ...……… 40

1.7. Alur Pemikiran ….………...…….. 44

1.8. Keterbatasan Penelitian ……… 45

1.9. Metode Penelitian ……….………... 46

1.10. Sistematika Penulisan ………... 49

BAB 2 SUMATERA UTARA DAN PEMUDA PANCASILA: PERSPEKTIF HISTORIS, DINAMIKA SOSIAL, EKONOMI, DAN POLITIK 2.1. Sejarah Lahirnya Pemuda Pancasila ... 52

2.2. Pemuda Pancasila Masa Orde Baru ... 69

2.3. Pemuda Pancasila Sumatera Utara Pasca Orde Baru ... 79

2.4. Menguatnya Kepentingan Bisnis di Pemuda Pancasila Sumatera Utara ... 85

2.5. Konfigurasi Politik Hasil Pemilu 2004 di Provinsi Sumatera Utara ... 91

2.6. Partai Patriot Pancasila dan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara ... 95

2.7. Sumber Kekuasaan Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara ... 103


(10)

BAB 3 KEPUTUSAN DUKUNGAN PEMUDA PANCASILA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2008

3.1. Penjaringan Calon Gubernur yang Didukung

Pemuda Pancasila ... 110 3.2. Kontestasi Calon Gubernur dan Wagub

Provinsi Sumatera Utara ... 120 3.3. Pilihan Pemuda Pancasila Sumatera Utara

untuk Calon Gubernur ... 132 3.4. Konflik Internal Pemuda Pancasila dalam Proses

Pencalonan Gubernur ... 139 3.5. Pembentukan Tim Pemenangan ... 146 3.6 Transaksional dan Intervensi untuk Memperoleh Dukungan

Pemuda Pancasila dalam Pemilihan Gubernur ... 157

BAB 4 INTIMIDASI DAN MOBILISASI KAMPANYE PEMUDA

PANCASILA UNTUK MENDUKUNG SYAMSUL ARIFIN

SEBAGAI CALON GUBERNUR PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2008

4.1. Perencanaan Kampanye yang Dilakukan

Pemuda Pancasila ... 162 4.2. Pelaksanaan Kampanye Pemuda Pancasila dalam

Pemilihan Gubernur ... 171 4.3. Dukungan Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi

Pimpinan Partai Politik ... 194 4.4. Dukungan Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi

Anggota Legislatif ... 201 4.5. Mengatasi Hambatan Dukungan dari Pengurus Pemuda

Pancasila dalam Pemilihan Gubernur ... 208 4.6. Masa Tenang dan Hari Pemilihan Gubernur

Provinsi Sumatera Utara ... 213 4.7. Intimidasi dan Pola Patron-Klien dalam Mobilisasi Potensi

Organisasi Pemuda Pancasila ... 220

BAB 5 PEMANFAATAN JARINGAN BIROKRASI, PENGUSAHA

LOKAL, MEDIA DAN PENYELESAIAN SENGKETA

PEMILIHAN GUBERNUR PROVINSI SUMATERA UTARA

5.1. Pemuda Pancasila dan Birokrasi Lokal ... 226 5.2. Pemuda Pancasila dan Pengusaha Lokal ... 236 5.3. Pemuda Pancasila dan Media Cetak Lokal ... 248 5.4. Pemanfaatan Jaringan Birokrasi, Pengusaha Lokal, dan

Media dalam Memenangkan Syampurno ... 258 5.5. Gugatan Sengketa Pemilihan Gubernur

Provinsi Sumatera Utara ... 264 5.6. Model Relasi Jaringan Pemuda Pancasila Sumatera Utara .... 273


(11)

BAB 6 PENUTUP

6.1. Kesimpulan ... 278

6.2. Implikasi Teoritis ... 282

6.3. Epilog ... 285

DAFTAR PUSTAKA ……… 288


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Ciri-ciri Bosisme di Asia Tenggara Menurut Sidel ………….. 24 Tabel 1.2 Tipe-Tipe Sumber Kekuasaan ... 32 Tabel 1.3 Kekuasaan Koersif dan Konsensual ... 35 Tabel 2.1 Daftar Daerah Pemilihan DPRD

Provinsi Sumatera Utara pada Pemilu 2004 ... 92 Tabel 2.2 Perolehan Kursi DPRD Provinsi Sumatera Utara

Hasil Pemilu 2004 ...

93 Tabel 2.3 Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi Anggota DPRD

Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 ... 94 Tabel 2.4 Daftar Anggota DPRD Hasil Pemilu 2004 di Provinsi

Sumatera Utara dari Partai Patriot Pancasila ... 102 Tabel 2.5 Tokoh Pemuda Pancasila yang Menjabat Pimpinan Partai

Politik dan Birokrasi di Sumatera Utara ... 105 Tabel 3.1 Bakal Calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 .. 111 Tabel 3.2 Daftar Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi

Sumatera Utara Periode 2008-2013 yang Ditetapkan oleh

KPU Provinsi Sumatera Utara ... 132 Tabel 3.3 Dukungan Organisasi Pemuda terhadap Calon Gubernur

dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara

Periode 2008-2013 ... 137 Tabel 3.4 Pemicu Konflik Antara Darwin Nasution dengan

Anwar Shah ... 146 Tabel 3.5 Tindakan Transaksional dan Intimidasi

yang Dilakukan Pemuda Pancasila untuk Memperoleh

Dukungan dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara ... 159 Tabel 4.1 Konsentrasi Wilayah dalam Perencanaan Kampanye

Pemenangan Syampurno yang Dilakukan

Pemuda Pancasila ... 164 Tabel 4.2 Perencanaan Kampanye yang Dirumuskan

Tim Pemenangan Internal Pemuda Pancasila ... 170 Tabel 4.3 Bentuk Ancaman dan Intimidasi Kepada Pemilih

Pada Saat Kampanye yang Dilakukan Anggota Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syampurno sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur

Provinsi Sumatera Utara ... 191 Tabel 4.4 Calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008

dari Partai Politik dan Kader Pemuda Pancasila yang

Menjadi Pengurus Partai Politik Pendukung Calon Gubernur

di Sumatera Utara ... 195 Tabel 4.5 Dukungan Calon Gubernur dari Kader

Pemuda Pancasila yang Menjadi Anggota DPRD

Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 ... 202 Tabel 4.6 Perbedaan Pendapat Antara Darwin Nasution

dengan Anuar Shah Terkait Dukungan Pemuda Pancasila ... 208 Tabel 4.7 Bentuk Ancaman dan Intimidasi Kepada Pemilih yang

Dilakukan Anggota Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syampurno sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur


(13)

Tabel 5.1 Anggota Pemuda Pancasila yang Menduduki Jabatan Bupati/Walikota di Wilayah

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 ... 230 Tabel 5.2 Anggota Pemuda Pancasila yang Terlibat Kepengurusan

Asosiasi Pengusaha di Sumatera Utara Tahun 2008 ... 239 Tabel 5.3 Pengurus MPW Pemuda Pancasila

yang Berprofesi sebagai Wartawan Tahun 2008 ... 254 Tabel 5.4 Pemanfaatan Jaringan Birokrasi di Kabupaten dan Kota

yang Dilakukan Pemuda Pancasila untuk Memenangkan Syampurno dalam Pemilihan

Gubernur Sumatera Utara tahun 2008 ... 261 Tabel 5.5 Hasil Perolehan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil


(14)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1.1 Alur Pemikiran Penelitian Peran Pemuda Pancasila Sumatera Utara dalam Pemilihan Gubernur

Sumatera Utara Tahun 2008 ... 45 Diagram 3.1 Posisi Pemuda Pancasila dalamTim Pemenangan

Syamsul Arifin-Gatot Pudjonugoroho (Syampurno) ... 155 Diagram 4.1 Pola Piramida Patron-Klien

di Pemuda Pancasila Sumatera Utara ... 223 Diagram 5.1 Model Relasi yang Saling Menguntungkan ... 275


(15)

DAFTAR SINGKATAN

ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia AD/ART : Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

AMPI : Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BKBH PP : Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Pemuda Pancasila

BPS : Badan Pendukung Sukarnoisme

DKI : Daerah Khusus Ibukota

DPC : Dewan Pimpinan Cabang

DPD : Dewan Perwakilan Daerah

DPD RI : Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

DPP : Dewan Pimpinan Pusat

DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DPW : Dewan Pimpinan Wilayah

FBR : Forum Betawi Rempug

FKPPI : Forum Komunikasi Putra/i Purnawirawan TNI HIKMA : Himpunan Keluarga Mandailing

HIMAH : Himpunan Mahasiswa Amir Hamzah

HMI : Himpunan Mahasiswa Islam

IMA-Tapsel : Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan

IPK : Ikatan Pemuda Karya

IPKI : Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia IPTR : Ikatan Pemuda Tanah Rencong Aceh KABIR : Kapitalis Birokrat

KAGI : Kesatuan Aksi Guru Indonesia KAMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia

KAMPAK : Kesatuan Aksi Masyarakat Pengganyang Antek-antek Komunis KAPSU : Kesatuan Aksi Pemuda Sumatera Utara

KASBI : Kesatuan Aksi Seni Budaya Indonesia KASI : Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia KEPPRES : Keputusan Presiden

KNPI : Komite Nasional Pemuda Pancasila

KOANDA : Komando Antar Daerah

KOPKAMTIBDA: Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Daerah

KOTI : Komando Inti

LAKSUS : Pelaksana Khusus :

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

LKPPH : Lembaga Konsultasi Perbantuan dan Perlindungan Hukum MAHMILUB : Mahkamah Militer Luar Biasa

MANIPOL : Manifesto Politik Republik Indonesia MAPANCAS : Mahasiswa Pancasila

MKGR : Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong

MPC : Majelis Pimpinan Cabang

MPN : Majelis Pimpinan Nasional

MPO : Majelis Pertimbangan Organisasi

MPW : Majelis Pengurus Wilayah


(16)

MUI : Majelis Ulama Indonesia

MUSDA : Musyawarah Daerah

MUSWIL : Musyawarah Wilayah

NASAKOM : Nasionalis Agama Komunis

NU : Nahdatul Ulama

PANWASLU : Panitis Pengawas Pemilihan Umum

P2KM : Perkumpulan Pemuda Kotamadya Medan

PDI : Partai Demokrasi Indonesia

PDIB : Pasukan Djibaku Irian Barat

PEMILU : Pemilihan Umum

PERCASI-SU : Persatuan Catur Seluruh Indonesia–Sumatera Utara PERKAPEN : Persatuan Karyawan Perkebunan

PERMEN : Peraturan Menteri

PESINDO : Pemuda Sosialis Indonesia

PKI : Partai Komunis Indonesia

PKS : Partai Keadilan Sejahtera

PNI : Partai Nasional Indonesia

PP : Pemuda Pancasila

PPM : Pemuda Panca Marga

PPP : Partai Persatuan Pembangunan dan

PRRI : Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia

PSI : Partai Sosialis Indonesia

PUJAKESUMA : Putra Jawa Kelahiran Sumatera

PWS : Persatuan Warga Sunda

RAKER : Rapat Kerja

RRT : Republik Rakyat Cina

SATMA PP : Satuan Mahasiswa Pemuda Pancasila

SOKSI : Sentral Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia

SPBU : Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum

SUMUT : Sumatera Utara

TNI AD : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat

TPS : Tempat Pemungutan Suara

PPS : Panitia Pemungutan Suara

PPK : Panitia Pemilihan Kecamatan

USDEK : UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia

WAGUB : Wakil Gubernur


(17)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Lampiran 2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Pemuda Pancasila

Lampiran 3. Peraturan Organisasi Pemuda Pancasila

Lampiran 4. Strutur Organisasi Pemuda Pancasila Sumatera Utara Lampiran 5. Surat Keputusan MPN Pemuda Pancasila No.

192.A2/MPN-PP/VIII/2010 tentang Pengesahan Susunan dan Fungsionaris Majelis Pimpinan Wilayah dan Majelis Pertimbangan

Organisasi Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara Masa Bakti 2007-2012 (Hasil Reshufle)

Lampiran 6. Daftar Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi Anggota Legislatif , Eksekutif, dan Yudikatif di Kabupaten/Kota se- Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 7. Daftar Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi Pengurus Organisasi Bisnis di Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 8. Daftar Anggota Pemuda Pancasila yang Menjadi Pimpinan Teras Partai Politik se-Sumatera Utara

Lampiran 9. Daftar Anggota Pemuda Pancasila yang Menjadi Kepala SKPD

Lampiran 10. Daftar Anggota Pemuda Pancasila yang Menjadi Bupati/Walikota se-Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 11. Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara Nomor 02 Tahun 2008 tentang Penetapan Jumlah Perolehan Kursi dan Suara Minimal Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam Mengajukan Pasangan Calon pada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008

Lampiran 12. Pengumunan KPU Provinsi Sumatera Utara No

130-403/KPU-SU tentang Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008. Lampiran 13. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Anggota DPRD.

Pemilu 2004 Provinsi Tiap Provinsi. Provinsi: Sumatera Utara

Lampiran 14. Data Persentase Pendukung Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 15. Sejarah Ringkas Syamsul Arifin Calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008


(18)

(19)

ABSTRAK

Nama : MURYANTO AMIN

Program Studi : Ilmu Politik

Judul : Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2013), xviii+287 halaman, 16 lampiran, 107 buku, 7 jurnal, 4 sumber on line, 8 klipping surat kabat, wawancara 15 informan kunci dan 25 informan tambahan.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya para ”preman” sebagai aktor lokal di Sumatera Utara yang berperan penting dalam sistem demokrasi yang relatif baru diterapkan sejak tahun 1997. Sebagian aktor lokal tersebut berasal dari kader Pemuda Pancasila. Mereka tidak hanya mengandalkan intimidasi dan uang yang dimiliki, tetapi mereka juga menjadi pengurus partai politik, anggota legislatif, pejabat birokrasi, pebisnis, dan pemilik media cetak lokal. Dalam kapasitas menggunakan jaringan tersebut, tentunya mereka sangat kuat untuk memperoleh akses terhadap sumber daya (resources) dari pemerintah daerah dan akan memaksimalkan sumber kekuasaan yang dimiliki. Sementara dalam kapasitasnya sebagai ’preman’, mereka dapat juga menggunakan sumber daya kekerasan.

Untuk membuktikan adanya peran tersebut, penelitian ini akan menjawab pertama bentuk intimidasi yang dilakukan oleh Pemuda Pancasila Sumatera Utara dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Kedua, pola mobilisasi yang dilakukan untuk menggerakkan potensi organisasi yang dimiliki Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Ketiga, model relasi jaringan yang dilakukan di antara Pemuda Pancasila dengan pemerintah daerah, pengusaha lokal dan media massa dalam memenangkan calon gubernur yang didukung. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Bosissm dari John T. Sidel dan Kelompok Kekerasan yang ditulis oleh Masaaki dan Rozaki. Sedangkan teori pendukung adalah Teori Kekuasaan dari Miriam Budiardjo dan Charles F. Andrain, Konsensus dan Konflik dari Maswadi Rauf, Teori Demokrasi dan Otonomi Daerah dari Brian C. Smith, dan Teori Kepentingan Terselebung (Hidden Autonomy) yang ditulis Syarif Hidayat. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan studi kasus sebagai strategi penelitian. Analisis kualitatif teknik tipologi dipilih sebagai sebagai cara untuk menyusun interpretasi atas kajian literatur, wawancara mendalam dengan narasumber yang terlibat dan observasi.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa bentuk intimidasi yang dilakukan anggota Pemuda Pancasila adalah mengancam dan menakut-nakuti akan melakukan pemukulan fisik dan membuat ketidaknyamanan pemilih yang tidak memilih calon gubernur yang ingin dimenangkan. Pola mobilisasi dilakukan atas dasar patron-klien piramida yaitu seorang tokoh Pemuda Pancasila memiliki kekuatannya sendiri untuk mengerakkan anggota Pemuda Pancasila. Model relasi yang terjalin antara Pemuda Pancasila dengan birokrasi, pengusaha, dan media cetak lokal dilakukan atas dasar hubungan yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme.

Disertasi ini mengajukan perspektif teoritis baru bahwa fenomena munculnya bos lokal dan kelompok kekerasan mengindentifikasikan adanya perbedaan yang khas di Sumatera Utara. Kontribusi terhadap perspektif teori Ilmu Politik yang ditemukan dalam penelitian ini disebut Teori Jaringan Patronase Baru Bos Lokal.

Kata kunci:


(20)

ABSTRACT

Name : MURYANTO AMIN

Department : Political Science

Title : Power and Local Politics (A Study on the Role of Pemuda Pancasila in Supporting Syamsul Arifin and Gatot Pudjonugroho as Candidates for Governor and Vice Governor of North Sumatera in 2008-2013 Period), xviii+287 pages, 16 attachments, 107 books, 7 journals, 4 online sources, 8 newspaper clippings, interviews with 15 key informants and 25 additional informants.

The background of this study is the emergence of “gangsters”—some of whom were cadres of Pemuda Pancasila—as local actors who played an important role in the democratic system applied in North Sumatera since 1997. Not only that they intimidated with violence and money; they became political party officials, legislative members, bureaucrats, business people, and owners of local print media. In their formal capacity, they had power to gain access to resources from the local government and maximize them. While as ‘gangsters’, they practiced violence.

This study would discuss three points to prove that such things really occurred: first, the forms of intimidation done by Pemuda Pancasila North Sumatera in the North Sumatera governor election in 2008; second, the pattern of mobilization performed to generate the potential of the organization; third, the network relation model among Pemuda Pancasila, the local government, the local business people, and the mass media in making the supported candidate win. The main theories applied here are the Bosissm Theory by John T. Sidel and the Violence Group Theory by Masaaki and Rozaki. The supporting theories are the Theory of Power by Miriam Budiarjo and Charles F. Andrain, Consensus and Conflict by Maswadi Rauf, Democracy and Decentralization

by Brian C. Smith, and Hidden Autonomy by Syarif Hidayat. This study uses a qualitative approach with case studies. The qualitative analysis with typology technique is chosen as a way to arrange interpretations on data—written materials, in depth interviews, and observations.

The findings showed that the forms of intimidation done by Pemuda Pancasila members were threaten to beat physically and create inconvenience if the voters did not vote governor candidates who want to win. The mobilization pattern was executed using patron-client pyramid: each figure of Pemuda Pancasila had his own power to mobilize members. The relation model among Pemuda Pancasila, bureaucracy, business people, and local print media was performed based on mutualistic symbiosis.

The phenomenon of emerging local bosses and violent groups theoretically implied spesific differences in North Sumatera. The contribution to Political Science theories, which will be found in this study, is called the Theory of New Patronage Network of Local Bosses.

Keywords:


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Amandemen konstitusi setelah jatuhnya Orde Baru merupakan salah satu wujud dari gerakan reformasi. Langkah tersebut dianggap sebagai bagian dari tuntutan reformasi kelembagaan yang sangat dibutuhkan untuk melakukan konsolidasi demokrasi di Indonesia setelah mengalami masa pemerintahan otoriter Orde Baru. Sejak itu, bangsa Indonesia memasuki fase kehidupan politik yang lebih terbuka dan demokratis serta ditandai dengan pulihnya hak-hak sipil dan politik. Perubahan mendasar yang terjadi dalam amandemen UUD 1945 diantaranya adalah rekrutmen pejabat negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum legislatif dan eksekutif pada tingkat nasional maupun lokal.1 Kebijakan desentralisasi menjadi dasar format hubungan pusat dan daerah. Sedangkan pelaksanaan otonomi daerah menjadi pedoman antara pemerintah, masyarakat dan tokoh lokal untuk mengatur urusannya sendiri sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk memilih kepala daerah secara langsung.

Dari sudut pandang good governance, dorongan untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi, yaitu pemberian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya agar menjadi lebih baik, akan berpengaruh positif dalam konteks peningkatan kinerja pemerintahan serta konsolidasi demokrasi berjalan lebih baik. Harapan itu dihasilkan dari pemikiran bahwa desentralisasi membawa proses pembuatan kebijakan publik menjadi lebih dekat dengan masyarakat yang paling bawah dan dalam cakupan wilayah yang lebih kecil, sehingga kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi menjadi semakin meningkat. Partisipasi masyarakat tersebut akan menumbuhkan praktek demokrasi di tingkat lokal lokal dan sekaligus meningkatkan efisiensi pemerintahan, antara lain dengan hilangnya berbagai kendala dalam pengambilan keputusan pelaksanaan kebijakan. Terakomodasinya berbagai kepentingan

1 Lihat UUD 1945 Pasal 6A ayat (1) mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung;

UUD 1945 Pasal 22E ayat 1 mengenai pemilihan umum; dan UUD 1945 Pasal 18 mengenai pemilihan gubernur, walikota dan bupati yang dipilih secara demokratis.


(22)

dan kebutuhan masyarakat akan meningkatkan derajat penerimaan atas keputusan yang dibuat pemerintah.2

Untuk mewujudkan partisipasi masyarakat yang efektif tersebut, terdapat beberapa prasyarat dasar yang harus tersedia, antara lain adanya kesetaraan politik (political equality)3 dan akuntabilitas lokal yang memadai. Tetapi keduanya menjadi sebagian permasalahan mendasar yang dihadapi banyak negara berkembang dalam menerapkan desentralisasi. Oleh karena itu, pelaksanaan desentralisasi tidak selalu memiliki korelasi positif dengan konsolidasi demokrasi maupun efisiensi struktural pemerintahan di tingkat lokal. Richard C. Crook dan James Manor dalam analisis komparatif terhadap penerapan desentralisasi di empat negara di kawasan Asia Selatan dan Afrika Barat, yaitu negara bagian Karnakata di India, Bangladesh, Ghana, dan Pantai Gading, menyimpulkan bahwa kecuali di Karnataka, penerapan desentralisasi di negara-negara tersebut justru memperkuat pola-pola politik pada tingkat lokal yang tidak mendukung demokrasi dan kinerja pemerintahan yang lebih baik.4

Situasi yang hampir sama juga terjadi pada beberapa negara di Asia Tenggara. Hampir menjadi keniscayaan bahwa tidak adanya korelasi antara desentralisasi, demokrasi, dan kinerja pemerintahan tersebut, ditandai oleh berkembangnya orang-orang atau kelompok tertentu di tingkat lokal yang cukup kuat secara finansial dan memiliki jaringan ke pemegang kekuasaan. Penelitian John T. Sidel tentang bosisme di Filipina mengungkapkan bahwa kecenderungan tersebut terkait dengan perkembangan politik pada awal abad ke-20, saat mulai diterapkannya pemilihan kepala pemerintahan dan anggota parlemen secara langsung, baik di tingkat nasional maupun lokal. Suasana seperti itu ternyata menumbuhkan elit-elit lokal yang memiliki kekuasaan politik dan ekonomi yang begitu kuat di berbagai daerah di Filipina. Dengan menduduki atau menjadi pialang bagi jabatan yang diperebutkan dalam pemilihan tersebut, mereka memperoleh akumulasi keuntungan dari diskresi penegakan hukum lokal, pekerjaan umum, perpajakan, dan lain sebagainya.

2

Lihat Eko Prasojo, Irfan Maksum, dan Teguh Kurniawan. 2006. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal dan Efisiensi Struktural. Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI. hal. 1 dan 13.

3 Mengenai political equality yang banyak menjadi masalah dalam pelaksanaan demokrasi lihat Jack

Lively. Democracy. 1975. Chapter Two 8-51, Britain: Basil Blackwell.

4

Lihat Richard C. Crook and James Manor. 1998. Democracy and Decentralization in South Asia and West Africa: Participation, Accountability and Performance. Cambridge University Press.


(23)

Temuan dari penelitian Sidel itu, memberikan nuansa baru dalam studi relasi negara dan masyarakat, yang berbeda dari analisis Migdal5 pada dekade 1980-an, yaitu sumber kekuasaan orang kuat lokal tersebut bukan dari kepemilikan tanah atau kekayaan pribadi, melainkan dari sumber-sumber negara atau modal perdagangan yang diakumulasi setelah memegang kekuasaan. Hubungan antara orang kuat lokal dengan masyarakatnya selalu didasari oleh pemberian ’sesuatu’ bisa berupa uang, jabatan, atau justru dengan menggunakan kekerasan. Pola hubungan patron-klien (klientelisme), antara orang kuat lokal dengan masyarakatnya, bukan dianggap sebagai penyangga utama dukungan terhadap kekuasaan mereka. Hanya penggunaan kekerasan dan intimidasi, pembelian suara pemilih, serta kecurangan dalam pemilihan jauh lebih menonjol dalam menggambarkan hubungan antara orang kuat lokal dan pendukungnya.6

Temuan Sidel di Indonesia juga menyimpulkan bahwa penyelenggaraan Pemilu 1999 dan penerapan kebijakan desentralisasi di Indonesia pasca jatuhnya pemerintah Orde Baru semakin memperkuat kemungkinan akumulasi kekuasaan, berada pada individu tertentu yang kemudian disebutnya sebagai bos lokal (local bossism).7 Mereka memiliki sumber keuangan dan akses kepada pemegang otoritas di daerah untuk memuluskan kepentingannya seperti urusan binis dan politik. Kesimpulan tersebut disusun berdasarkan temuan hasil penelitian. Pada salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, mafia kayu memiliki pengaruh yang besar terhadap anggota DPRD dan pejabat birokrasi pemerintah lokal. Pengaruh itu digunakan untuk membuat keputusan-keputusan resmi tentang pengelolaan sumber daya lokal yang menguntungkan kepentingan para mafia lokal tersebut. 8

Selain itu, di daerah-daerah lain juga muncul mafia dan jaringan lokal di bawah kepemimpinan bangsawan lokal dan para wakil pemuka agama serta etnis yang berperan penting dalam mobilisasi kekerasan pada setiap konflik komunal di seluruh nusantara. Sebagai contoh adalah, peran ulama atau kyai Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur dan pesisir utara Jawa dalam menggalang suara pemilih untuk partai dan calon

5

Joel S.Migdal. 1988. Strong Societies and Weak States: State-Society Relations and State Capabilities in the Third World. New Jersey: Princenton University Press.

6 Lihat John T. Sidel. 2005. “Philippine Politics in Town, District, and Province: Bossim in Cative and

Cebu” The Journal Asia Studies (56/4/Nov.1997); John T. Sidel. 2005. “Bosisme dan Demokrasi di Filipina, Thailand, dan Indonesia”, dalam John Harris, Kristian Stokke, dan Olle Tornquist (ed.).

Politisasi Demokrasi: Politik Lokal Baru. Jakarta: Demos.

7 Istilah bos yang dimaksud Sidel adalah merujuk para pialang lokal yang memiliki posisi monopolistis

abadi terhadap kekuatan koersif dan sumber-sumber ekonomi di daerah kekuasaan masing-masing. Lihat dalam John T. Sidel. 2005. “Bosisme….”. hal. 78.

8


(24)

tertentu pada Pemilu 1999 yang sudah berlangsung sejak Pemilu 1955; perseteruan antara mafia politisi, pengusaha, pegawai negeri sipil dan preman Kristen dan Muslim menjadi pemicu konflik kekerasan agama di Ambon dan tempat-tempat lain di Maluku Utara; kehadiran organisasi-organisasi baru yang mengaku perwakilan etnis Dayak menjadi pialang dalam pemilu dan pembersihan etnis Madura pendatang di Provinsi Kalimantan Tengah9; pengaruh Jawara dalam wilayah politik dan bisnis di Provinsi Banten juga menjelaskan fenomena munculnya bosisme dalam penguasaan politik di tingkat lokal.10

Dalam kesimpulan yang hampir sama, Nordholt dan Klinken, mempublikasikan hasil penelitian yang berkaitan dengan dinamika politik lokal di Indonesia. Dalam pengantar buku tersebut dijelaskan bahwa setelah bergulirnya reformasi, dinamika politik di daerah memasuki era baru yaitu aktor-aktor lokal yang terorganisir dan memiliki simbol kultural lokal kembali berada di panggung politik. Akumulasi kekuasaan aktor di daerah dilakukan bukan hanya dengan cara-cara ilegal, namun mereka dapat menguasai institusi-institusi pemerintah lokal yang sesuai dengan mekanisme demokrasi yang ditetapkan.11 Situasi itu telah membawa para aktor lokal ’membajak’ institusi-institusi demokrasi seperti partai politik, lembaga perwakilan rakyat, dan lain sebagainya serta beraliansi dengan para pejabat publik yang baru terpilih. Vedi R. Hadiz menguraikan koalisi antara aktor lokal dengan pejabat publik di Sumatera Utara dilakukan untuk menjalin akses mendapatkan kekuasaan negara dan sumber-sumber daya, baik di tingkat pusat maupun daerah ketika otonomi daerah diberlakukan.12

Di Sumatera Utara, aktor lokal memainkan peranan penting dalam sistem demokrasi yang relatif baru diterapkan. Para aktor lokal yang kuat itu berasal dari anggota organisasi kemasyarakatan seperti organisasi pemuda, organisasi keamanan yang berkedok bisnis, dan lain sebagainya. Dalam aktivitasnya, organisasi kemasyarakatan itu merekrut para pemuda yang tidak memiliki pekerjaan tetap untuk melakukan tindakan kekerasan dengan alasan menjaga keamanan di lokasi tertentu.

9Ibid. hal. 98. 10

Lili Romli. 2007. “Jawara dan Penguasaan Politik Lokal di Provinsi Banten (2001-2006)”. Disertasi.

Departemen Ilmu Politik Program Pascasarjana Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Depok.

11 Henk Schutle Nordholt dan Gerry van Klinken dibantu oleh Ireen Karang-Hoogenboom. 2007. Politik

Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

12

Tentang fenomena ini lihat Lihat Vedi R, Hadiz. 2005. Dinamika Kekuasaan, Ekonomi Politik Indonesia Pasca-Soeharto. LP3ES. Jakarta. hal. 235-253.


(25)

Dalam bahasa sehari-hari, mereka kemudian sering disebut sebagai preman13 karena tidak terlepas dari tindakan kekerasan seperti pemukulan, intimidasi, bahkan pembunuhan ketika ditugaskan oleh pimpinan organisasinya untuk ”mengamankan” lokasi tertentu yang berpotensi menghasilkan keuntungan berupa uang.

Sejak masa pemerintah kolonial menguasai perkebunan, tidak ada daerah lain yang sanggup menyaingi para preman di Sumatera Utara untuk mempengaruhi kekuatan politik di daerah ini. 14 Pada tahun 1965 misalnya, banyak para preman yang digunakan oleh militer untuk membasmi anggota PKI (Partai Komunis Indonesia) di Sumatera Utara. Mereka kemudian dikumpulkan oleh pemerintah Orde Baru ke dalam organisasi paramiliter yang fungsinya melakukan operasi di masyarakat untuk sebuah keputusan politik demi memperlancar kepentingan kelompok Orde Baru. Selain itu, mereka juga diorganisir untuk melancarkan kepentingan bisnis semacam penyedia jasa keamanan di Sumatera Utara pada masa Orde Baru hingga saat ini.

Demi menjaga stabilitas politik yang mampu menunjang pertumbuhan ekonomi, pemerintah Orde Baru mempunyai kepentingan untuk mendapatkan dukungan dari berbagai kelompok masyarakat, tidak terkecuali organisasi pemuda dan penyedia jasa kemanan di Sumatera Utara. Mereka sering melakukan tindakan kekerasan di lingkungan masyarakat yang tidak sejalan dengan mereka seperti menebar teror dan intimidasi kepada aparat pemerintah sipil jika keinginannya tidak dipenuhi. Namun, pada saat yang lain mereka bisa disebut sebagai warga masyarakat yang terhormat seperti sering memberikan bantuan kepada kelompok miskin, sebagai donatur untuk lembaga pendidikan dan memberikan bantuan sekolah kepada masyarakat yang kurang mampu, serta aktivitas sosial lainnya. Tujuan dari aktivitas sosial ini sebenarnya untuk melanggengkan jaringan kekuasaan yang telah dibangun dan dibina selama ini.

13

Preman (free man) adalah sebutan untuk anggota masyarakat yang melakukan kejahatan dan tindakan kriminal. Kata preman berasal dari bahasa Belanda vrije man dan istilah ini melekat pada kaum lelaki yang menolak bekerja di perkebunan Belanda. Makna kata tersebut merujuk pada lelaki bebas yang tidak dapat diatur. Namun, sejalan dengan perkembangan zaman pengertian preman mengalami perubahan. Kunarto menyebut Preman sebagai orang atau individu atau sekelompok orang yang tidak berpenghasilan tetap, tidak mempunyai pekerjaan yang pasti, mereka hidup atas dukungan orang-orang yang terkena pengaruh, orang-orang yang takut secara fisik maupun psikis. Mereka memiliki wilayah kekuasaan dan tidak terikat pada norma dan nilai yang ada dalam masyarakat serta cenderung melakukan tindakan-tindakan kriminal. Sikap, tindakan-tindakan, dan prilaku para preman itulah yang disebut sebagai premanisme. Lihat Burhani MS – Hasbi Lawrens. 1999. Referensi Ilmiah Politik, Kamus Ilmiah Populer. Jakarta: Lintas Media. hal. 560; Maruli CC Simanjuntak. 2007. Preman-Preman Jakarta. Jakarta: Grafika Indah. hal. 40-41.

14

Lihat juga Ann Laura Stoler. 1985. Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera, 1870-1979. Terjemahan..Yogyakarta: Karsa.


(26)

Salah satu organisasi yang hingga saat ini bertahan dan banyak memberikan pengaruh dalam konstelasi politik lokal di Sumatera Utara dengan perlakuan seperti yang dijelaskan di atas adalah Pemuda Pancasila (PP). Pemerintah di daerah Sumatera Utara harus mengakomodir dan mengembangkan Pemuda Pancasila untuk mendukung kebijakan pemerintah Orde Baru. Orang-orang yang tergabung dalam Pemuda Pancasila diberikan kemudahan untuk menduduki jabatan politik seperti pengurus inti Golkar, anggota legislatif, dan diangkat menjadi pejabat birokrasi agar lebih mudah mendapatkan dana proyek yang bersumber dari APBD (Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah) dan APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara).

Tindakan itu dilakukan agar pemerintah Orde Baru mendapatkan dukungan politik dari masyarakat di daerah demi memperlancar kebijakan pembangunan yang berkaitan dengan kepentingan pemerintah pusat. Sejak Orde Lama, Provinsi Sumatera Utara menjadi salah satu wilayah tempat bersemainya kelompok organisasi masyarakat yang berpotensi melakukan gerakan perlawanan kepada pemerintah pusat disebabkan tidak terakomodasinya kepentingan politik dan ekonomi para tokoh lokal di provinsi tersebut. Oleh karena itu, pemerintah Orde Baru menjadikan Sumatera Utara sebagai wilayah yang mendapat perhatian khusus dengan cara memberikan peran kepada aktor lokal dalam memperoleh akses kekuasaan dan sumber daya yang disediakan. Tapi kemudian saat reformasi bergulir, para aktor lokal kembali menguasai panggung politik dan memainkan peran dalam dinamika politik lokal di Sumatera Utara.

1.2. Pokok Masalah

Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah di Provinsi Sumatera Utara sangat memungkinkan akumulasi kekuasaan berada pada para aktor dan kelompok tertentu di tingkat lokal. Meskipun peraturan tentang pelaksanaan otonomi daerah telah menjamin setiap warga memiliki kebebasan untuk menyalurkan aspirasinya sehingga diharapkan konsolidasi demokrasi dapat berjalan dan pemerintahan terselenggara secara efektif, namun dalam praktiknya di Sumatera Utara, muncul mafia dan jaringan lokal yang salah satunya berada di bawah kepemimpinan organisasi pemuda dan penyedia jasa keamanan. Sebagian dari mereka berprofesi sebagai pengusaha, politisi dan selalu mengambil peran dalam memobilisasi dukungan pada setiap kegiatan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.


(27)

Ryter dan Lindsey adalah pengamat yang menulis tentang aktivitas kriminal yang dilakukan organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa setelah jatuhnya rezim Orde Baru, perilaku preman masuk ke wilayah politik formal. Salah satu penyebab terjadinya perilaku tersebut adalah hubungan yang erat antara militer dengan organisasi pemuda pada masa Orde Baru. Tindakan kekerasan dan politik uang sering sekali mereka lakukan untuk mendapatkan posisi penting di berbagai partai politik dan lembaga parlemen, bukan hanya mengandalkan kekuatan fisik untuk selalu memobilisasi massa dan melakukan tindakan kekerasan kepada pihak lain yang dianggap berlawanan. Namun, kelebihannya adalah mereka selalu terlepas dari sangsi hukum karena mereka memberikan dukungan kepada jaringan politik yang ada. Dalam analisis Ryter dan Lindsey, tidak ada daerah lain yang sanggup menyaingi tindakan kekerasan di Sumatera Utara dalam mempengaruhi kekuatan politik di wilayah itu.15

Masuknya kelompok kekerasan di partai politik dan legislatif Provinsi Sumatera Utara bermula ketika ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) khususnya Angkatan Darat membutuhkan kekuatan preman untuk melawan pengaruh komunisme yang disebarkan PKI. Saat itu kekuatan fisik yang dimiliki preman sangat dibutuhkan Angkatan Darat untuk berhadapan dengan massa pengikut PKI. Ketika PKI memperluas jaringan kekuatannya dengan mendirikan organisasi Pemuda Rakyat, tidak lama kemudian organisasi Pemuda Pancasila didirikan pada 28 Oktober l959.16 Di Sumatera Utara, kebanyakan pengurus dan anggota Pemuda Pancasila direkrut dari anak-anak jalanan yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan telah membantu TNI-AD untuk menghambat pengaruh komunis yang disebarluaskan PKI.

Pada awal Orde Baru, Pemuda Pancasila Sumatera Utara menjadi bagian organisasi pendukung pemerintah di daerah. Pengurus dan kader Pemuda Pancasila Sumatera Utara diberi keleluasaan untuk membentuk organisasi sayap dari berbagai

15 Lihat tulisan Loren Ryter. 1998. “Pemuda Pancasila: The Last Loyalist Free Men of Soeharto New

Order?” Indonesia, 66, Oktober. L. Ryter. 2000. “A Tale of Two Cities”, Inside Indonesia 63 (July-September). http://www.serve.com/inside/edit63/loren1.hatml; T. Lindsey. 2002. “The Criminal State: Premanisme and the New Order”, dalam G. Lloyd dan S. Smith. (eds.). Indonesia Today: Challenges of History. Singapore: ISEAS.

16 Tokoh-tokoh penting pendiri Pemuda Pancasila adalah Kolonel AH Nasution, Kolonel Gatot Subroto,

Kolonel Aziz Saleh. Organisasi Pemuda Pancasila menjadi sayap politik dari petinggi militer yang masih aktif dalam kedinasan. Mereka tidak dapat langsung masuk ke kancah politik, karena memang undang-undang melarang militer aktif melakukan kegiatan politik praktis. Pemuda Pancasila dibentuk oleh organisasi IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) yang didukung kalangan Angkatan Darat dan dijadikan sebagai salah satu sayap organisasi.


(28)

kelompok masyarakat seperti kelompok petani, buruh, nelayan, perempuan hingga ke lingkungan kampus. Begitu pula di lingkungan birokrasi, ketika rekrutmen dan pemilihan pejabat birokrasi di Sumatera Utara, Pemuda Pancasila dapat mempengaruhi keputusan kepala daerah. Peran penting Pemuda Pancasila ketika itu adalah menjadi salah satu organisasi yang memberikan dukungannya kepada Golkar.

Dukungan kader Pemuda Pancasila Sumatera Utara terhadap kebijakan politik Orde Baru yang semakin terinstisionalisasi tersebut, ’dibayar’ dengan terpilihnya para preman pada posisi strategis dalam kepengurusan Golkar dan menjadi anggota DPRD. Selama Orde Baru, bersama-sama dengan aparat keamanan, kader dan tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara berperan sebagai operator politik antara lain melakukan ancaman dan intimidasi kepada kelompok masyarakat lain yang berbeda kepentingannya. Para pimpinan organisasi pemuda tersebut, hanya melaksanakan tugas untuk mengamankan kebijakan pemerintah Orde Baru, contohnya seperti menjaga keamanan pada saat pemilu agar Golkar mengungguli Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam meraih suara terbanyak.17

Pada masa Orde Baru, tokoh-tokoh Pemuda Pancasila itu menemukan kesempatan baru untuk ’naik kelas’ dari pelaksana menjadi pengambil keputusan atau penentu di daerah. Segenap cara dilakukan para tokohnya seperti memperbanyak kekayaan dan merebut kekuasaan untuk menaikkan status sosial. Bahkan setelah reformasi bergulir pada tahun 1999, dapat dikatakan peran Pemuda Pancasila di Sumatera Utara mengalami perluasan sekaligus pendalaman. Mereka relatif berhasil melakukan adaptasi dengan berbagai dinamika demokrasi yang terjadi di tingkat lokal seperti berperan aktif dalam pemilu hingga penyelenggaraan pilkada langsung.

Sebagian kader dan tokoh Pemuda Pancasila Sumatera Utara tampil sebagai pemimpin partai politik dan menjadi anggota legislatif tanpa harus mendapatkan persetujuan dari elit di pusat. Tidak sedikit dari mereka yang berhasil terpilih menjadi bupati dan walikota di Provinsi Sumatera Utara. Para kader dan tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara juga menjadi salah satu penentu kebijakan pada institusi masyarakat lainnya seperti menjadi pengelola di berbagai media cetak lokal, pengurus

17

Nina Karina. 2008. “Dinamika Sosial Politik Organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera Utara”. Thesis. Magister Studi Pembangunan FISIP USU. Medan.


(29)

asosiasi pengusaha daerah, dan jabatan strategis lainnya.18 Peluang dan kesempatan baru seperti itu, sangat jarang didapat oleh para tokoh lokal pada masa Orde Baru.

Para kader dan tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, yang sering disebut ’preman’, tidak hanya mengandalkan ancaman dan intimidasi untuk melakukan kekerasan serta uang yang dimiliki. Di antara mereka juga menguasai partai politik, legislatif, birokrasi, lembaga bisnis, dan media cetak lokal untuk memenuhi kepentingannya. Dalam kapasitas menggunakan jaringan tersebut, tentunya mereka sangat kuat untuk memperoleh akses terhadap sumber daya (resources) dari pemerintah daerah dan akan memaksimalkan sumber kekuasaan yang dimiliki. Sementara dalam kapasitasnya sebagai ’preman’, mereka dapat juga menggunakan ancaman dan intimidasi untuk melakukan kekerasan. Peran yang dilakukan oleh kader dan tokoh Pemuda Pancasila itu, relatif lebih memudahkan mereka mendapatkan akses terhadap

local government resources untuk memaksimalkan pengaruhnya pada lembaga-lembaga politik lokal. Meskipun dalam proses merebut sumber daya yang sifatnya terbatas itu, perselisihan di antara kader dan tokoh Pemuda Pancasila juga sering terjadi.

Asumsi awal tentang peran yang dilakukan oleh kader dan tokoh Pemuda Pancasila seperti yang dijelaskan di atas, pada praktiknya akan dilihat dan dianalisis saat berlangsungnya pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Terpilihnya pasangan Syamsul Arifin19-Gatot Pudjonugroho20 sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2013, tidak terlepas dari peran Pemuda Pancasila.

18 Beberapa kajian akademis menunjukkan bahwa pasca Orde Baru, Pemuda Pancasila merupakan salah

satu organisasi yang sangat berpengaruh di Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Penelitian yang ditulis Vedi R. Hadiz mengidentifikasi peran sentral para preman yang tergabung dalam organisasi pemuda seperti Pemuda Pancasila atas kemenangan pasangan calon Walikota Medan Abdillah dan Ramli dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan pada tahun 2000. Hadiz menunjukkan kemampuan kader Pemuda Pancasila dalam menggunakan potensi kekerasan yang mereka miliki untuk mengembangkan kekuasaan mereka. Lihat Vedi R, Hadiz. 2005. Ibid.

19 Syamsul Arifin adalah mantan Bupati Langkat dua periode, tokoh pemuda (mantan Ketua FKPPI dan

Ketua KNPI Provinsi Sumatera Utara), dekat dengan elit militer Orde Baru, dan memiliki usaha penjualan minyak di wilayah Langkat. Syamsul Arifin memulai karirnya sebagai aktivis organisasi pemuda di Sumatera Utara. Bergabung dengan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara tahun 1970-an, sempat menjadi pengurus FKPPI di Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat serta menjadi orang pertama yang pernah menduduki jabatan bupati dari unsur pemuda pada usia 45 tahun. Saat ini menjadi tahanan KPK dalam kasus korupsi APBD 2000-2007 senilai kurang lebih Rp 99 milyar ketika menjabat sebagai Bupati Langkat.

20 Gatot Pudjonugroho adalah kader Partai Keadilan Sejahtera di Provinsi Sumatera Utara. Sebelum

menjadi aktivis partai, dia aktif sebagai pengajar di Politeknik Negeri Medan. Di kalangan organisasi pemuda, namanya dikenal sebagai Wakil Ketua FKPPI Sumatera Utara.


(30)

Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Majelis Pengurus Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Sumatera Utara kepada Syamsul Arifin dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara diantaranya adalah memberi tugas kepada kader yang menduduki jabatan sebagai pengurus inti atau ketua partai politik agar berupaya mengusulkan Syamsul Arifin sebagai calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2013; membantu pembentukan tim sukses seperti diangkatnya kader Pemuda Pancasila, Darwin Nasution,21 sebagai ketua tim pemenangan Syamsul Arifin dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008; menginstruksikan kepada kader, anggota dan simpatisan Pemuda Pancasila di semua jajarannya untuk bekerja memenangkan Syamsul Arifin dalam pemilihan Gubernur tersebut; mempengaruhi anggota Pemuda Pancasila yang menjadi pejabat di birokrasi pemerintah daerah, anggota legislatif, para pengusaha lokal dan pengelola media cetak lokal untuk membantu memenangkan calon gubernur yang didukung; mengerahkan anggota Pemuda Pancasila untuk menjaga perolehan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) tertentu di mana basis Pemuda Pancasila cukup kuat. Selain itu, Pemuda Pancasila juga membantu sebagian dana untuk kegiatan pemenangan yang dibutuhkan Syamsul Arifin. Penelitian ini ingin membuktikan adanya peran kader dan tokoh Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara yang diselenggarakan tahun 2008. Peran yang dimaksud adalah selain mengandalkan kemampuan melakukan intimidasi dengan ancaman kekerasan fisik serta mengandalkan uang yang dimilikinya, tokoh Pemuda Pancasila juga menggunakan pengaruhnya terhadap jaringan politik yang mereka miliki untuk bekerja memenangkan calon yang didukung dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Untuk menguji asumsi tentang adanya peran Pemuda Pancasila dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 tersebut, maka penelitian ini akan menjawab sejumlah pertanyaan berikut:

1. Seperti apakah bentuk intimidasi yang dilakukan Pemuda Pancasila dalam mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho dalam pemilihan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008?

21

Darwin Nasution, saat proses pemilihan Gubernur Sumut berlangsung, selain menjabat sebagai Ketua MPW Partai Patriot Pancasila Sumatera Utara juga sebagai Sekretaris MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Darwin ditunjuk sebagai ketua tim pemenangan Syampurno dalam pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2008. Setelah pelantikan Syamsul Arifin sebagai Gubernur Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2013, dia menjabat sebagai Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Perkebunan.


(31)

2. Bagaimana pola mobilisasi kader dan tokoh Pemuda Pancasila yang menjadi pimpinan partai politik dan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dalam mendukung calon gubernur dan wakil gubernur yang ingin dimenangkan?

3. Bagaimana model relasi yang dibangun antara pimpinan Pemuda Pancasila Sumatera Utara dengan pejabat birokrasi, pengusaha, dan pengelola media massa lokal di Sumatera Utara saat berlangsungnya pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menjelaskan alasan-alasan yang dijadikan landasan anggota Pemuda Pancasila untuk mengintimidasi para pemilih agar memilih Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008.

2. Menjelaskan model mobilisasi yang dilakukan oleh pimpinan MPW Pancasila Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara pada saat pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara. Mobilisasi tersebut berkaitan dengan cara Pemuda Pancasila Sumatera Utara memberikan perintah kepada anggotanya yang menjadi pimpinan partai politik dan anggota legislatif untuk mempengaruhi pihak lain agar memenangkan kandidat gubernur yang didukung dalam setiap tahapan pemilihan gubernur. Oleh karena itu, dengan mengetahui model mobilisasi tersebut akan terlihat jelas signifikansi pengaruh Pemuda Pancasila dalam konstelasi politik lokal di Sumatera Utara.

3. Menjelaskan pola relasi antara kader dan tokoh Pemuda Pancasila dengan birokrat, pengusaha, dan media massa lokal di Provinsi Sumatera Utara terkait pemilihan gubernur tahun 2008. Dengan mengetahui pola relasi itu akan terlihat pengaruh kekuasaan kader dan tokoh Pemuda Pancasila pada lembaga politik lokal dalam konteks pola hubungan negara–masyarakat (state–society) di Sumatera Utara khususnya saat pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008.


(32)

1.4. Signifikansi Penelitian

Secara akademis, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis peran, kiprah, dan proses keterlibatan tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara hingga bisa menjadi pimpinan partai politik, pejabat eksekutif dan legislatif, menjadi pengusaha, dan pengelola media massa lokal. Pembahasan ini diharapkan akan memberikan perspektif kontemporer mengenai peran, kiprah, dan proses yang dilakukan tokoh Pemuda Pancasila Sumatera Utara untuk mempengaruhi lembaga politik lokal dalam rangka memenuhi kepentingannya. Penelitian sebelumnya yang hampir sama di Indonesia seperti studi tentang Jawara, Bosisme, dan Premanisme menjelaskan tentang orang kuat lokal yang muncul dan mengambil alih kontrol atas politik lokal dalam proses otonomi daerah. Penelitian ini akan membahas tentang gejala kekerasan, kekuatan uang dan pemanfaatan jaringan politik yang muncul bukan hanya mengandalkan kekuatan individu seperti Jawara maupun Bosisme, namun juga mengutamakan kekuatan organisasi. Kekhususan studi ini berkaitan dengan konteks lokal di Sumatera Utara yaitu bahwa prilaku intimidasi dan uang, dalam politik lokal, dilakukan dengan menggunakan kekuatan organisasi bukan dengan mengandalkan kekuatan individu.

Sedangkan secara praktis penelitian ini dapat memberi penjelasan bagi pemerhati kajian demokrasi, khususnya yang terjadi di Sumatera Utara terkait dengan organisasi pemuda sebagai kelompok kekerasan yang terlibat dalam perebutan kekuasaan yang sedang berlangsung pada domain politik lokal yaitu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Dari penjelasan tersebut akan terlihat apakah peran mereka dapat membantu atau justru mengganggu konsolidasi demokrasi yang sedang berlangsung di tingkat lokal.

1.5. Kajian Pustaka

Penelusuran literatur terhadap topik yang relevan dengan fokus studi ini dilakukan pada jurnal ilmiah di internet, buku serta publikasi cetak lainnya. Hasilnya adalah, topik sejenis sebagian besar bisa ditemukan dalam tulisan atau artikel yang diterbitkan dalam bentuk buku yang membahas kondisi Indonesia pasca pemerintahan Presiden Soeharto. Hasil studi literatur terungkap bahwa pola hubungan antara bos lokal dengan birokrat, pimpinan partai politik, pengusaha dan aparat di daerah pada masa otonomi daerah, dilakukan berdasarkan hubungan patron klien dan simbiosis


(33)

mutualisme. Kajian tersebut lebih banyak dilakukan dalam perspektif antropologi, sosiologi, dan kriminologi, namun kajian politik yang berkenaan dengan penguasaan terhadap institusi politik lokal masih sangat terbatas terutama yang berupa hasil penelitian. Atas pertimbangan tersebut, maka pencarian artikel hasil-hasil studi yang relevan berawal dari Jurnal Inside Indonesia dan artikel yang telah dibukukan.

Buku yang ditulis oleh Colombijn dan Lindblad berjudul ”Indonesia is a violent country” menyimpulkan bahwa penanganan kekerasan yang dilakukan oleh berbagai pihak dan aturan main mengenai keamanan dan kekerasan belum juga muncul. Oleh karena itu, pemerintah pusat mencoba mengikis organisasi masyarakat yang cenderung menggunakan kekerasan dengan merevisi undang-undang mengenai organisasi masyarakat.22

Buku lain yang disunting oleh Okamato Masaaki dan Abdur Rozaki berjudul ”Kelompok Kekerasan dan Bos Lokal di Era Reformasi” membedah tentang kemunduran negara (retreat of the state) di bidang keamanan dan kemunculan broker keamanan dan kelompok kekerasan dengan mengangkat beberapa kasus di Jakarta, Banten, Kalimantan Barat dan Bali.23 Setiap kasus memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Tulisan Okamoto Masaaki memperlihatkan dua jenis broker keamanan yang memiliki corak yang sangat berbeda di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta untuk memberikan jasa pengamanan bagi mereka yang membutuhkan, walau keduanya muncul karena adanya ketidakamanan pada pasca pemerintahan Soeharto. Kondisi itu terjadi karena hubungan antara negara dan masyarakat dari segi keamanan tidak jelas lagi.24

Tulisan Untung Wahyono mengenai ”Jagoan Betawi dari Cakung” menguraikan kelompok kekerasan yang sangat mengemuka di DKI yaitu Forum Betawi Rempug (FBR) yang melakukan intimidasi dengan cara kekerasan untuk menghimpun dana kepada perusahaan, pedagang, supir angkutan umum dan warga di Jakarta dan Bekasi. Ketika berlangsung pemilihan legislatif, presiden, dan kepala daerah, FBR ikut mendukung salah satu kandidat.25

22

Freek Colombijn dan Thomas J. Lindblad. eds. 2002. Roots of Violence in Indonesia: Contemporary Violence in Historical Perspective. Singapore: ISEAS.

23

Okamoto Masaaki & Abdur Rozaki. 2006. Kelompok Kekerasan dan Bos Lokal di Era Reformasi. Yogyakarta: IRE Press.

24 Okamoto Masaaki. “Broker Keamanan di Jakarta: Yang Profesional dan Berbasis Massa”. dalam

Okamoto Masaaki & Abdur Rozaki. Ibid. hal. 1-18.

25


(34)

Di daerah Banten artikel Abdul Hamid yang berjudul ”Jawara dan Penguasaan Politik Lokal di Banten” menjelaskan dominannya kelompok jawara pada bidang politik dan ekonomi di Banten yang mengakibatkan kesejahteraan hanya dinikmati oleh segelintir elit saja. Kelompok Jawara (H. Chasan/Sohib atau Abah) menjadi penentu dalam kebijakan pemerintah daerah, untuk mutasi pejabat dan alokasi proyek-proyek anggaran pemerintah. Dominasi Abah bukan hanya di aparat birokrasi namun itu juga terjadi di kelompok masyarakat.26 Penelitian disertasi yang terbaru tentang Banten juga dilakukan oleh Lili Romli dengan analisis bahwa Jawara di Banten memiliki pengaruh politik yang dominan di masyarakat. Selain melakukan kontrol serta pengendalian terhadap pejabat publik juga mengontrol masyarakat sipil. Temuan dari penelitian itu disebut Romli sebagai ”bosisme plus”.27

Kondisi kekerasan terjadi juga di Madura, tulisan Abdur Rozaki menggambarkan blater yang hampir luput dari analisis sejarah di Madura, padahal kehidupan masyarakat Madura tidak akan sempurna kalau tidak ada catatan mengenai blater dan hubungan antara kyai dengan blater. Para blater dan kyai muncul sebagai pemain politik dari tingkat kabupaten hingga desa. Mereka menjalin hubungan dengan para politisi dan birokrasi menggunakan pola simbiosis mutalisme, hingga sulit bagi munculnya kelompok kritis yang mengoreksi kesalahan jalannya pemerintahan lokal.28

Menurut I Ngurah Suryawan, di Bali ternyata revitalisasi adat melahirkan penjaga keamanan ’tradisional’ yaitu pecalang sebagai tradisi yang terbuat (invented tradition). Mereka kemudian digunakan oleh industri pariwisata dengan jasa penjual keamanan yang ’dipelihara’ menjadi ’anak manis’ dari kekuasaan resmi. Namun, kekuasaan resmi yang ada pada negara telah menyebar dalam masyarakat dan membentuk jejaring kekuasaan.29

Di wilayah Kalimantan juga terbentuk kelompok kekerasan dengan nama

headhunter Dayak. Dari tulisan John Bamba terlihat bahwa di kalangan masyarakat Dayak sendiri, militerisme juga sudah mulai merambah. Masyarakat Dayak telah terseret dalam perangkap militerisme karena termakan oleh iming-iming dan ambisi kekuasaan. Kondisi ketertindasan dan keterpinggiran yang dialami oleh sebagian besar masyarakat Dayak selama ini menyebabkan mereka menjadi rentan terhadap berbagai

26

Abdul Hamid. “Jawara dan Penguasaan Politik Lokal di Banten.” dalam Ibid. hal. 45-63.

27 Lili Romli. Op. Cit.

28 Abdur Rozaki. “Sosial Origindan Politik Kuasa Blater di Madura.” Ibid. hal.67-89. 29

I Ngurah Suryawan. “Bisnis Kekerasan Jagoan Berkeris: Catatan Awal Aksi Pencalang dan Kelompok Milisi di Bali. Ibid. hal. 91-114.


(1)

N: pernah dengar PKS itu geng Opsus. Geng Opsus yang tidak bisa bermain lagi di tataran orde baru Setelah reformasi mereka tidak punya peran mereka bentuk PKS

P: Ada yang namanya Pak Nawi Ramli Demokrat Intel , dia dulu pernah ditugaskan 10 tahun di Arab untuk melihat pergerakan kelompok fundamentalis, nah orang yang dilihat itu sekarang banyak ditemukan di PKS, yang tidak menerima Pancasila dan sebagainya.

N:Betol itu. Kalau aku paparkan disini sudah 3 kali tu. Datang anak DI. Panjaitan yang Polkam. Termasuk pergeseran penarikan ke pusat ini, itu ada maksudnya. Indonesia ini mau dibagi 2, mulai dari Aceh nanti itu Ikhwanul Muslimin (WAHABI) arab Saudi, PKS lebih cendung ke Mesir mangkanya tokohnya LQ semua tamatan dari AL-AZHAR, Itu bahaya jugak tuh Tifathul Ngeri orang tu. Dulu berpakaian koko aja, semua be koko, mau carik obat dia da tak bekoko, bekas koko nya da di pakek untuk obat kata dukun. Datang tifa orang tu kemari dah pakek Jas.

P: Yang tiga tu siapa?

N: Idris, itu pemikir, Lutfi, Nawi itu FK PPI

P: Aku teringat waktu dulu datuk pernah bilang dalam Hadist haram kalau aku tidak salah haram memakai tali leher, hingga datuk tidak pernah pakai tali leher, betul itu. Tapi Pak Gatot selalu pakai dasi dan jas

N:Jarang sekali aku memakai leher. Karena kalau dia pakai sehari tak pas dia, badannya. Tongkrongannya macam kau dulu pas pakek batik, sekarang tak pas tongkrongannya

P: Datuk apakah akan balek lagi ke Golkar

N: Maunya begitu, cumin kan capek, paling tidak korban 10 Miliar. Aku betul-betul demi Alloh tak pandai aku jual jabatan, mintak proyek.

P: tapi isu-isu yang tersebar, datuk mintak ini, mintak itu.

N: Itu sah-sah saja.itu kan dari PKS isu itu. Isunya tau kau, waktu aku mau narik PLT Medan, ada yang ku tukar? Tak ada, yang mana cobak tunjukkan, PKS itu jago, sistemnya kencang

P: Iya seperti Mara Pinta sekian M

N: Si umar disini dia cakap, Melapor dia udah menang, mau dilantik 2 atau 3 minggu lagi. Pak semalam tinggi aku di rapat kami Rapat dikantor Gubernur sama pak Gatot, sama kawan-kawan dinas, diakan orang Gatot tu, kalian ini bilang Datuk tu begini, saya saksi dunia akhirat. Pernah rupanya kita dimintak duit, bawak kesana-kesini. Jadi orang kalau tukang periksa, kalau bahasa gampangnya dah tau dia tuh, tipikalnya, si nazar tu bagaimana, si ripin tu bagaimana. Jadi kalau di isukan sah-sah saja, kalau tak percaya, kau tanyaklah si Zul, ada dia bayar, nge sms selamat hari raya aja tak mau dia. Kenapa aku marah dia tak kirim sms hari raya, cuman itu aja diapun tak mau lagi.Kata siondim nanti ada tempatnya tu penghianat, dimainkan si ondim ikan impor menjerit, bukan tak tahu awak permainan orang tu. Cuman sudahlah nikmati saja hidup ini. Dulupun tak pernah awak macam begini. Ini dari zero aku bekawan sama dia ne (Y2 TOMMY) dah 24 tahun kawin, baru 30 thn kami bekawan, kau umur kau berapa (muri 35 tahun), kau masih 5 tahun kami udah lajang.


(2)

N: Pak Anif baik, semua sama ku baik,Gaot baik, kau ambil alquran, aku ambil wudhu biar bersumpah aku kalau pernah aku marah dan sakit hati sama dia. Kecewa iya, karena awal kuangkat dia dekat, apa sih bencinya sama aku . salah satu staff Darma Wangsa Hotel pernah ngomong di depan gatot. Gatot Kau kerja baik-baik, nanti kau gantikan aku, kau belajar dulu baik-baik.

P: Katanya Gatot tidak pernah diberikan peran. Menurut Pak Gubernur bagaimana idealnya Peran Gubernur dan Wakil Gubernur?

N: Saya setuju Wakil Gubernur ditunjuk oleh Gubernur. Kalau tidak berbagi matahari 2, sedangkan matahari gak dua aja berkelahi. Ya harus disetujui dewan, melalui mekanisme dewan, tetapi ada kewenangan Gubernur disitu, sedang tidak matahari dua aja berkelahi. Tugasnya kan pembantu. Ditugaskan dia baru kerja.

P: Kekuasaan dan politik lokal

N: Mau buat apa ne? mayor dan mergernya apa? P: Tentang PP, bagaimana peran PP alam pilkada.

N: Aku pikir bicara tentang otonomi, sudah salah dari konsepnya, sesuatu yang tidak cocok dengan Negara Republik coba diterapkan danpa ada proses uji coba terlebih dahulu.misalkan orang Medan suruh datang ke Jawa, mau dipakek perilaku orang Medan di jawa.tidak cocok toh, Orang jawa yang” lembut” (engge,) sementara orang medan yang “kasar “ (sudah makan kau).maksudnya mungkin sama tapi cara pencapaiannya berbeda, ya begitulah konsep yang namanya otonomi daaerah, sesuatu yang dia pelajari belum matang, (maaf-maaf statifwir joel hermansyah yang bergelar professor seorang konseptor bisa salah )mencari proses berjualan, dimana negara yang dalam kebimbangan, kekacauan memakai itu.salah penerapannya , bagaimana seorang professor menyalahkan DPR?, waktu itu kami tidak bermaksud seperti itu, berargumen dong di DPR kan ada naskah akademik disitu dipertegas , diperjuangkan, ini kalau kita bicara otonomi daerah, akibatnya semua elemen masyarakat bermain

P: Disentralisasi itu menyebabkan Politik lokal itu bisa maju dan tumbuh subur di daerah, terutama dalam proses-proses pilkada, kita mau lihat ini bagaimana proses OKP berperan, kemaren selain PP, FK PPI apa lagi yang mendukung.

N: Aku ada PP, FKPPI, IPK, hamper 80 % semua OKP mendukung aku. P: Dari sekian itu PP yang lebih dominan?

N: Sama rata semua. Aku patriotnya yang kencang main

P: Tapi bapak (Datuk) ini kalau tidak ada otonomi tidak bisa jadi Bupati. N: Kerja Bupati Swasta pertama.

P: Yang ngolah siapa, kita lah yang mengolah sama Sarwan Hamid, kalau tidak mana bisa masuk barang ne.

P: Undang2 nya berpengalaman di bidang Pemerintahan, ABRI dan PNS aja waktu itu yang jadi Bupati. Betol tu UU Otonomi Daerah perlu dikaji Ulang


(3)

N: Sampai kapanpun konflik ini tak akan selesai, malah akan meyebabkan perpecahan bangsa aja ne. N: Itu kan kasus Pilkada aja yang menyebabkan konflik.

N: Semua lah, kan itu sumbunya, pemicunya.

N: Pemilihan anggota DPR DPRD kan arahnya kesana.maaf ya saya tiga periode anggota DPR selama orde baru karena kami sudah disiapkan, proses untuk jadi anggota DPR sudah disiapkan. Saya tidak mengatakan kami berkualitas, tapi begitu kami duduk di DPR kami sudah tahu apa yang harus dilakukan. Sekarang partai-partai carik orang untuk duduk disitu, tidak ada orientasinya akhirnya jadi perampok semua yang duduk di DPR. Kemaren itu ada tiga jalur.

P: Tiga jalur maksudnya? Itu kan di Golkar, apakah ada di PPP?

N : semua sama aja tidak hanya di Golkar, ppp juga mengalami yang sama, Liksus itu juga melihat dan dibidik dulu, ketiga jalur itu sama semua juga, ada rekam jejaknya, siapa ini anak, apa aja track recordnya waktu masuk di Liksus, semua dilihat track recordnya, jadi yang mau anggta DPR adalah orang yang sudah matang.

P: Bachtiar CHamsyah dulu kan waktu diangkat jadi ketua PPP SUMU Gantung tak bertali dia, tak diakui dia sama Raja Inal.

N: maaf-maaf aja, Sutan Batugana dulu jadi apa di Golkar di Medan (Gak jelas Gak tau aku kata datuk) di Golkar itu tak terpakai masih dibawah,Termasuk Ruhut itu jadi apa (Ruhut itu dibawah dia ini kata Datuk). Di Golkar itu dia tak terpakai, Berturut-turut saya kadi anggota DPR, Saya sekertaris Golkar di DKI, inilah kalau kita bicara soal mayor kalau bicara lebih minorini adalah proses beliau megola dan mengolah beliau jadi Gubernur kita berbicara ada payungnya.

P: Misalnya ada kasus ada SKPD, Proyek atau sebagainya?

N: Umpamanya kita ada janji ada SKPD, aku tanyak, aku mau tukar SKPD bagaimana pandangan kau, kebetulan kau ketua partai ini dan itu tapi tidak secara formal aku tanyak sama kau.

P: Berarti tidak ada dalam proses pendukungan kemaren dalam Pilkada N: Oh tidak ada komitmen proyek, bagi-bagi korupsi. Tidak ada itu P: Maksud saya itu bisa jadi pemicu konflik

N: Karena aku kan hari tu gak di hitung, Nama aku kan gak ada masuk, Umri yang masuk, Tri Tamtomo P: Nomor 4 datuk, berdasarkan hasil survey semua lembaga

N: Berdasarkan survey jugak datuk itu nomor 4, Abdillah nomor 1

N: Tadinya Abdillah yang mau jadi Gubernur, dan Presiden dah setuju, Bachtiar manggil aku, nanti ente dukung Abdillah, ku bilang aku setuju aja kalau dia. Tau-tau ikut Umri memainkan dia (memasukkan kepenjara), Umri ikut berperan mainkan dia, aku pun Umri ikut juga, tapi aku ketawak-ketawak aja, inilah hasil reformasi ni. Jadi sistem ini harus dirubah dibetulkan lagi, kalau gak sia-sia.


(4)

:N Mau??, Mau?? Sekarang kita cakap adik abang aja. Apa partai-partai yang lain mau? Orang kan berhitung

N: Itu jawabannya, kalau itu masuk, kan lokal itu, yang main lokal. Orang inikan istilahnya mana mau partai-partai itu lepas, uang mas kawinnya itu kan bayarnya ke pusat berapa miliar.

P: Kalau Rahmadsyah udah terlibat itu? Untuk memasukkan Abdu Wahluyo

N: Apa ? Gak tahu aku, tapi dia bercokol kan, kalau dia bikin di Koran kan, buat sukuran dia P: dia buat hajatan waktu bos ketangkap buat sukuran

N: Kita kan gak tau apa hajatannya untuk syukuran,

P: kudengar da dikuasainya apa tu da dipasangnya plang apa tu. N: Itu yang kubilang ,Mangkanya itu pun Kita sedih

P: aku baca dikoran ptun itu dikalahkan N: Kalahlah kalau dah dibayar.

N: kan dari dulu itu yang kusuruh, kenapa dia gak mau?

P: di pengadilan prosesnyakan, bukan di Gubernur masalahnya itu,dipengadilan, saran Datuk itu tu di pesawat tu

N: Masih ingat kau itukan N: Main itu kan harus cantik.

P:Dia marah-marah, mau cepat, dia mau kapabilitas dari Gubernur. N: Nanti terjebak awak

N: Oh itu ada surak KPK loh

P: Dulu dia dukung siapa Tuk waktu Plkada? N: Dia dukung Wahab.

P: Orang tu Pecah, bang Anif dukung sini, siapa dukung sana tapi itu-itu jugaknya tu.

N: hai, Kalian berpolitik, itu namanya mainan para Toke. Toke kalau belanja beli nomor dia. Siapa kau, kau pasang siapa, kau pasang siapa, ini keluarga juga begitu, ini pasang ini, siapa pun jadi yang penting masih dalam lingkaran ini, Semua toke-toke disini begitu belanja dia semua, ada 4 calon semua belanja untuk Gubernur

P: Waktu itu begitu juga di SUMUT, Bang anif gitu jugabanyak orang tu belanja?

N: Rahmad syah disini, ini disini, misalkan kepentingan disini, jadi siapapun yang jadi bisnisnya tetap jalan, . Itulah hebatnya reformasi ini, akibatnya siapapun yang terjadi dia sudah tergadai. Jadi kalau konflik bicara PP, ini itu elemen pendukung


(5)

P: Sambungan nya itu kesitu dia, ternyata ada tokenya kan gitu dia

N: Dan itulah ripen, itulah orang yang benci sama aku. Tergadai itu aku gak ada. Biar aku hancur, aku gak suka di dikte, bleh kita diskusi walaupun kau musuh aku, itu tipikal aku, tipikal dia (kawan datuk) aku bisa terima ide kau.Kita dulu waktu sidang pukl-pukul meja, Tapi dah keluar bekawan kita.

P: Semalam Pak Milwan tu ku tes dia, Dia tu kalau jumpa orang kan gaguk dia, Datuk tu kubilang kalau da jumpa orang , musuh pun semua bisa dia. (Apa kabar kau, dah lama tak jumpa dicontohkan dengan lawakan Datuk)

N: ;Lama kali kau tak datang sama aku ?, apa aja marah hati kau sama aku, hajab kali rupanya hidup ini.. P: Dia kan jumpa di medan Salting dia kan

P: Bang, abang dah kalok dah abang anggap musuh terus abang anggap musuh, sama Rahudman dia gak cocok, sama Amri tak cocok, macammana abang ini, biasa aja lah

N: Dia yang parah kali tu takut kali sama biniknya

P: Tapi sekarang gak lagi, dah agak berubah, kemaren waktu tu pas umroh sama aku, dibentaknya biniknya didepan aku. Karena biniknya komplain soal daging tu. Jangan begitu, sampai biniknya nangis

P: Dia taku istri, tapi dah agak berubah,

N: Istri tu harus disayang, dipuja bukan ditakuti, P: Itu pengalaman berharga sama dia T. Milwan

N: Aku kan dah bilang, jangan bang, jangan bang, Pokoknya kau kasih aja Golkar sama aku. Dah ambil ku bilang. Orang kan benci sama dia, karena biniknya dicalonkannya pilkada. Dua-dua ini, Asahan sama ini, datang lah mendiang Rasuydin. Datang lah dia, naek helikopter lah aku untuk mengkampanyekan biniknya, (istri T.Milwan )keluarpun dia tidak dari kamarnya.

N: Rasyudin dah meninggal, kapan? P: Rayudin?

N: Biniknya.

N: Habis Pilkada, kalah Pilkada naik gulanya. P: Tu. Ani gitu jugakkan?

N: Tu. Ani gak parah kali, biniknya masih bisa manuver, oh peran biniknya lebih paten, memang dia lebih menonjol biniknya, istilahnya biniknya berperanlah, kalau binik pak Milwan inikan aneh dia Manuvernya

N: Aku bantu dia , kasus rasuden tuh, waktu perkaranya tu sampai bisa bebas dia.

N: Itu lah udah bebas udah dua kali habis bebas itukan maju menang lagi, udah lah bos. Kubilang. Waktu pertama tu aku yang maju jual dia hadir aku di lumbung padi. Gak siaplah eceknya anak buah lari, kalah binik. Dia tu gulanya tinggi itu.


(6)

N: Itu berpolitik payah itu kalau gak mau keluar duit. N: Kalau tak biasa di pasaran kata orang jangan berpolitik.

N: Untung ketemunya aku dia,aku bantu, bantu aja. Bukannya aku gak butuh duit. Tapi bukan duit intinya, Ya aku bantu dia dengan apa yang aku punya ku telpon bisa bebas keluar dia. Gak ada keluar duit dia, jangan salah.

N: Kapan pulang Pen? N: Hari ini lah tok. N: Kau ke Medan?

P: Iya, kalau gak hari ne, besok pagi N: Cepat kali.

N: Aku cuman niat itu aja biar siap Doktor. Udah N: Kau yang ambil Doktor tu?

P: Iya sama kami.

P: Jadi kubilang sama dia, jangan macam katak dalam tempurung, jangan di USU aja, keluar awak sekali.


Dokumen yang terkait

Strategi Kampanye Pasangan Calon H.Syamsul Arifin Dan Gatot Pujonugroho Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008

1 51 161

Kebijakan Dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis Pada : Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008)

4 96 75

Solusi Atas Isu Politik Tentang Calon Independen Dan Ajakan Golput Dalam Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Jawa Barat Tahun 2008.

0 0 14

TATACARA PENDAFTARAN CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR_PARPOL

0 0 26

Opini Mahasiswa Kota Medan Terhadap Iklan Politik Calon Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2018

0 0 10

Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008)

0 0 87

Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008)

0 0 11

BAB 2 SUMATERA UTARA DAN PEMUDA PANCASILA: PERSPEKTIF HISTORIS, DINAMIKA SOSIAL, EKONOMI, DAN POLITIK - Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Waki

0 1 58

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008)

0 0 51

Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008)

0 0 18