Universitas Indonesia
membesarkan partai sekaligus membuktikan kepada tokoh-tokoh Pemuda Pancasila bahwa sebagai kader junior tidak sulit melaksanakan tugas berat itu.
2.7. Sumber Kekuasaan Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara
Pada masa pemerintah Orde Baru, para tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara diberikan ruang untuk beraktivitas sesuai dengan keingingannya.
Sebagian dari mereka memilih berprofesi sebagai pengusaha dan sebagian lagi menjadi politisi Golkar. Mereka yang memilih profesi sebagai pengusaha diberikan
kemudahan untuk mendapatkan akses modal dan fasilitas lainnya seperti perizinan. Sedangkan yang menjadi politisi harus mengikuti tahapan penjenjangan yang
diatur oleh para penguasa Orde Baru. Di samping itu, bagi tokoh Pemuda Pancasila yang memilih profesi sebagai pegawai negeri, juga diberikan kemudahan untuk
mencapai jenjang karir yang lebih tinggi jika mengikuti arahan pimpinan birokrasi. Pada masa Orde Baru, anak-anak muda yang direkrut menjadi anggota
Pemuda Pancasila itu diharuskan memberikan dukungan kepada Golongan Karya. Di antara mereka kemudian memilih aktif sebagai pengurus Golongan Karya,
meskipun latar belakang sebagai anak jalanan atau preman masih melekat pada dirinya. Selain menjadi pengurus Golongan Karya, anak-anak muda tersebut
diberikan posisi penting sebagai pengurus organisasi pemuda KNPI, buruh SPSI, nelayan HNSI, dan lain-lainnya. Posisi mereka di organisasi tersebut
hanya berfungsi sebagai pelaksana lapangan dari suatu keputusan yang diambil. Aparat militer di Sumatera Utara menjadi institusi yang melindungi mereka.
Dukungan politik yang diberikan pemerintah Orde Baru kepada Pemuda Pancasila di Sumatera Utara memberi kekuatan tersendiri bagi para pimpinannya.
Bagi para kader yang memilih profesi sebagai politisi harus menunjukkan loyalitas kepada pimpinan partai di daerah yaitu Ketua Golongan Karya Provinsi Sumatera
Utara.
60
Untuk menjadi kader yang bisa dipercaya ada serangkaian tahapan yang harus dilewati seperti penelitian khusus litsus
61
, mengikuti jenjang pelatihan,
60
Masa Orde Baru, Ketua Golongan Karya Tk. I Sumatera Utara dan di hampir semua daerah tingkat II selalu berasal dari militer. Ini menunjukkan bahwa militer yang mengatur sirkulasi calon pemimpin di
daerah atas dasar loyalitas kepada rezim Orde Baru.
61
Litsus adalah penelitian khusus yang digelar oleh pemerintah Orde Baru sebagai bagian dari operasi pemantapan pemerintahan terhadap pegawai eksekutif maupun legislatif. Kebijakan ini dilakukan untuk
melihat anggota masyarakat yang terlibat PKI.
Universitas Indonesia
penataran P4
62
, dan lain-lainnya. Setelah lulus ujian tersebut maka ujian lapangan pun menjadi penilaian seperti tugas-tugas untuk menertibkan basis massa dan
menjamin tidak ada demonstrasi menentang pemerintah Orde Baru. Para kader Pemuda Pancasila di Provinsi Sumatera Utara relatif tidak
memiliki kebebasan untuk bertindak atas kehendaknya sendiri dan anggota organisasinya. Semua tindakan organisasi harus mendapatkan persetujuan dari elit
di Jakarta. Bagi mereka yang dapat menunjukkan loyalitas seperti itu akan dipercaya menjadi pemimpin organisasi masyarakat yang akan menaikkan status
sosial sekaligus status ekonominya. Tidak begitu sulit bagi mereka untuk menjadi pengurus partai politik dan anggota legislatif di Provinsi Sumatera Utara. Setiap
pemilu berlangsung, mereka diletakkan pada posisi nomor urut jadi yang dipastikan akan terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Kondisi berbeda terjadi setelah jatuhnya pemerintahan Presiden Soeharto. Ketika kebijakan demokrasi dan desentralisasi ditetapkan, suasana reformasi
mengubah posisi politik kader-kader Pemuda Pancasila. Setelah reformasi, sebagian kader Pemuda Pancasila tidak hanya menjadi politisi Golkar, tetapi di
antara mereka beralih keanggotaan dan menjadi pengurus partai politik lainnya di Sumatera Utara. Modal ekonomi dan politik yang dimiliki pada saat Orde Baru,
mereka gunakan pada masa reformasi untuk mendapatkan kekuasaan di partai politik lainnya dengan cara memberikan sumbangan uang untuk dapat dicalonkan
menjadi anggota legislatif. Mereka relatif memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan sendiri untuk pengembangan karir politik dirinya dan organisasinya.
Sebagai contoh, di bidang politik, untuk mendukung calon yang akan menjadi ketua partai atau kepala daerah mereka bebas menentukan calonnya
sendiri tanpa ada arahan dari elit politik di Jakarta.
63
Sebelum reformasi, kebebasan menentukan pilihan itu tidak terbuka bahkan arahan dari Jakarta harus dipatuhi
sebagai bentuk loyalitas kader kepada organisasi. Setidaknya aspirasi anggota dari bawah buttom up harus didengar agar keputusan dapat dilaksanakan. Di bidang
ekonomi, kader Pemuda Pancasila yang berprofesi sebagai pengusaha menguasai
62
P4 singkatan dari Pedoman Penghayatan Pengalaman Pancasila. Setiap aktivis partai politik diwajibkan untuk mengikuti penataran P4 yang dilangsungkan dengan berbagai metode dan pola jam
pengajaran.
63
Kasus ini terjadi pada saat pemilihan Walikota Medan pada tahun 2000 oleh DPRD Kota Medan. Ketika itu, anggota DPRD yang berasal dari kader Pemuda Pancasila relatif bebas mengambil putusan
dari pilihannya sendiri. Lihat Vedi R. Hadiz. 2005. Dinamika Kekuasaan…..... hal. 237-240.
Universitas Indonesia
proyek-proyek pemerintah daerah yang bersumber dari APBD dan APBN dengan cara-cara kekerasan yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan karena telah
diatur oleh aparat pemerintah Orde Baru di daerah. Tindakan kekerasan itu dilakukan karena penawaran proyek dilakukan secara terbuka.
Tabel 2.5 Tokoh Pemuda Pancasila yang Menjabat Pimpinan Partai Politik dan Birokrasi
di Sumatera Utara
No. Nama
Profesi dan Asal Organisasi Pemuda
Jabatan di Partai Politik dan Publik
1. Syamsul Arifin
- PengusahaPemborong di Pertamina
Pangkalan Berandan - Pemuda Pancasila
- FKPPI Sumatera Utara - Pengurus Golongan Karya
- Anggota DPRD Kabupaten Langkat 1982-1987,1987-
1999 - Bupati Langkat 1999-2004,
2004-2009 - Gubernur Provinsi Sumatera
Utara 2008-2013 - Ketua Partai Golkar
Provinsi Sumatera Utara 2009-2015
2. Ajib Shah
- Pengusaha - Pemuda Pancasila
- Ketua MPW Pemuda
Pancasila Sumatera Utara 1997-1999
- Wakil Ketua DPD Golongan Karya Sumatera Utara
- Anggota DPRD Kota Medan dari Partai Golkar
1987-1992 - Anggota DPRD Provinsi
Sumatera Utara dari Partai Golkar 2009-2014
3. Marzuki
- Ketua MPW Pemuda Pancasila 1986-1996
- Wakil Ketua DPD Golkar Sumut
- Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara 1999-2004
4. Bangkit Sitepu
- Pengusaha - Pemuda Pancasila
- Ketua DPC Pemuda
Pancasila Kota Medan - Pengurus Golongan Karya
- Anggota DPRD Kota Medan dari Partai Golkar
1999-2004, 2004-2009 - Anggota DPRD Kota
Medan dari Partai Patriot 2009-2014
5. Martius
Latuperissa - Politisi
- Pemuda Pancasila - Ketua FKPPI Medan
- Pengurus Golongan Karya - Ketua PKPI Kota Medan
- Anggota DPRD Kota
Medan 1999-2004 6.
Sjafri Chap - Pengusaha
- Ketua DPD Partai Golkar
Universitas Indonesia
- Pemuda Pancasila - Ketua DPC Pemuda
Pancasila Kota Tebing Tinggi
Tebing Tinggi - Ketua DPRD Kota Tebing
Tinggi 2004-2009, 2009- 2014
7. Syahrul
Pasaribu - Anggota MPO
Pemuda Pancasila Sumatera Utara
- Wakil Ketua DPD Golkar Provinsi Sumatera Utara
- Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi
Sumatera Utara Periode 2004-2009
- Bupati Tapanuli Selatan 2010-2015
8. Eddi Rangkuti
- Pemuda Pancasila - Pengurus DPD PDIP
Sumatera Utara - Anggota DPRD Provinsi
Sumatera Utara
Sumber: diolah dari berbagai informasi. Daftar tabel di atas hanya contoh dari beberapa tokoh Pemuda Pancasila yang awalnya dikenal sebagai preman masuk menjadi pemimpin partai politik,
anggota legislatif dan pemimpin di eksekutif. Data lengkap mengenai anggota Pemuda Pancasila yang menduduki jabatan sebagai pimpinan partai politik, anggota legislatif, dan pejabat eksekutif
setelah reformasi dapat dilihat dalam Lampiran 5 Disertasi.
Sumber kekuasaan yang dimiliki oleh para tokoh Pemuda Pancasila diperoleh dengan berbagai macam cara, sebagaimana penjelasan sebelumnya
tentang tumbuh dan berkembangnya Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Pada tahap pembentukan, sumber kekuasaan diperoleh dengan mengandalkan kekuatan
fisik atau otot. Tahap pembentukan itu berjalan selama sekitar 25 tahun yaitu 1959- 1984. Pada tahapan pemantapan, sumber kekuasaan tidak hanya berasal dari
kekuatan fisik, tetapi juga mengandalkan kekuatan ekonomi. Sejak awal pembentukan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, rekrutmen
anggota didapat dari pemuda jalanan yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Jauh sebelum pembentukan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, ada tokoh pemuda
yang memiliki pengaruh terhadap sekelompok pemuda lainnya.
64
Pengaruh itu terjadi karena mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup anggotanya sehari-hari.
Pimpinan Pemuda Pancasila memberikan kepada para anak muda -yang kebanyakan menganggur itu– berupa pekerjaan seperti menjaga bioskop,
perparkiran, menjaga keamanan wilayah, dan lain sebagainya. Ketika itu, persoalan
64
Kebanyakan orang-orang di kota Medan dan sekitarnya menyebut mereka ini sebagai preman. Di antara mereka itu, selain berani dan nekad, namun ada yang memiliki kecerdasan yang cukup baik
untuk membina para pemuda lainnya agar tidak melakukan tindakan yang dapat merusak seperti pencurian, perampokan, pembunuhan dan lain sebagainya. Pemuda yang dikenal sebagai preman dan
memiliki kecerdasan yang baik itulah kemudian direkrut menjadi ketua Pemuda Pancasila.
Universitas Indonesia
sulitnya mencari pekerjaan di sektor formal menjadi masalah utama khususnya di kota-kota besar Sumatera Utara seperti kota Medan, Binjai, dan Lubuk Pakam.
Pada umumnya, anak-anak muda yang menganggur itu selalu nekad untuk melakukan tindakan merusak seperti mencuri, merampok, bahkan membunuh jika
ingin memiliki sesuatu. Para ketua Pemuda Pancasila memberikan pekerjaan kepada anak-anak muda yang menganggur agar memiliki penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hampir seluruh ketua Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara dikenal dengan sebutan kepala preman. Selain
berani, mereka juga digunakan oleh aparat militer untuk menghambat pengaruh komunis di Sumatera Utara sekaligus sebagai upaya merangkul dukungan kepada
pemerintah Orde Baru. Untuk menjalankan misi itulah, anak-anak muda itu direkrut dan diberikan sedikit kewenangan tindakan mengatur daerah
kekuasaannya. Keberanian dengan mengandalkan kekuatan fisik menjadi salah satu sumber
kekuatan yang dimiliki oleh anggota Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Namun, para pemimpinnya, yang kemudian sering disebut sebagai kepala preman, tidak
hanya mengandalkan kekuatan fisik saja. Para ketua Pemuda Pancasila Sumatera Utara juga menggunakan kekuatan otak untuk mengatur anggota mereka agar
berbuat sesuai dengan keinginannya. Pada periode akhir Orde Lama dan menjelang peristiwa G 30 S PKI
65
, pemimpin Pemuda Pancasila Sumatera Utara telah memiliki pengaruh terhadap anggota organisasi dan diperhitungkan oleh organisasi
pemuda dan kelompok yang sedang berkuasa saat itu di Sumatera Utara. Dukungan yang diberikan kepada kelompok tentara yang menentang PKI tidak hanya semata-
mata untuk mempertahankan ideologi Pancasila, tetapi lebih disebabkan konteks lokal yang terjadi pada pertengahan tahun 1960.
Konteks lokal yang dimaksud adalah berkaitan dengan pengaruh kekuasaan yang diinginkan para pemimpin pemuda itu. Mereka tidak mendapat peran oleh
para penguasa lokal di Sumatera Utara dan selalu berhadapan dengan kelompok yang mendukung PKI seperti Pemuda Rakyat. Setiap kegiatan kenegaraan dan
pemerintahan di kota Medan, mereka selalu tidak dilibatkan bahkan sering diisukan
65
Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau yang sering disingkat G-30SPKI, Gestapu Gerakan September Tiga Puluh, Gestok Gerakan Satu Oktober adalah peristiwa yang terjadi pada
malam tanggal 30 September sampai awal 1 Oktober 1965. Dalam peristiwa itu enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang
kemudian dituduhkan dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia.
Universitas Indonesia
membuat kekacauan. Perlakuan penguasa lokal kepada tokoh pemuda itu yang kemudian membuat mereka bertambah marah kepada penguasa lokal dan menerima
tawaran kelompok tentara yang menentang PKI. Pada saat yang sama, kelompok tentara memerlukan kekuatan pimpinan pemuda jalanan dan preman itu untuk
menambah dukungan ketika berhadapan secara langsung dengan massa PKI. Dalam konteks itulah Pemuda Pancasila terbentuk di Sumatera Utara.
Pertemuan dua kepentingan tesebut kemudian berlangsung secara dinamis. Kelompok pemuda jalanan dan preman yang mengandalkan kekuatan kekerasan
berupa otot dan omong bertemu dengan kekuatan tentara yang dapat memberikan mereka ruang untuk menunjukkan eksistensinya. Pada tahapan pembentukan inilah
berbagai program kerjasama di antara kelompok yang menentang keberadaan PKI semakin terjalin hingga munculnya pemerintah Orde Baru. Rezim pemerintahan
Orde Baru membutuhkan dukungan dari berbagai daerah dan kelompok masyarakat. Pemuda Pancasila menjadi bagian yang mendukung pemerintah Orde
Baru. Para kader dan tokohnya diberikan peran untuk menjadi politisi, pengurus Golongan Karya hingga menjadi anggota legislatif dan pimpinan eksekutif. Proses
ini yang disebut tahapan pematangan organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera Utara.
Berkurangnya kendali pusat yang terjadi setelah Orde Baru tidak mengurangi pengaruh Pemuda Pancasila terhadap lembaga politik lokal di antaranya partai politik,
legislatif, eksekutif, dan kelompok bisnis. Kekuatan Pemuda Pancasila menyebar di antara lembaga politik lokal tersebut dan tidak ada institusi atau tokoh dominan yang
dapat menguasai lembaga politik lokal di Sumatera Utara. Menurut Vedi R Hadiz gejala ini disebutnya sebagai pembentukan jaringan patronase baru yang lebih otonom,
lebih cair dan saling bersaing satu sama lain. Bahkan beragam kepentingan untuk merebut kekuasaan di tingkat lokal terlihat bervariasi ketimbang masa Orde Baru.
66
Situasi tersebut membuat tokoh dan elit Pemuda Pancasila membentuk jaringan baru di tingkat lokal yang tidak hanya mengandalkan kader dan tokoh Pemuda Pancasila
tetapi tokoh lokal lainnya. Jaringan itu adalah mereka yang berprofesi sebagai politisi yang ambisius, kelompok-kelompok pebisnis baru yang berambisi tinggi, birokrat
negara yang lihai, serta beraneka ragam penjahat politik, kaum kriminal, dan barisan keamanan sipil yang tumbuh pada masa Orde Baru sebagai eksekutor lapangan.
66
Vedi R. Hadiz. 2005. Dinamika Kekuasaan…. hal. 244.
Universitas Indonesia
Mereka ini kemudian menjadi tokoh-tokoh penting dan berperan dalam proses demokrasi dan otonomi daerah di Sumatera Utara.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa sumber kekuasaan yang dimiliki oleh tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara berasal dari kekuatan fisik dan keberanian
untuk mempengaruhi orang lain agar mengikuti kehendaknya. Dari kekuatan fisik itu, pengaruh para tokoh Pemuda Pancasila semakin kuat pada saat mereka memperoleh
kekayaan atau ekonomi.
67
Sedangkan cara-cara penggunaan kekuasaan paksaan, mereka lakukan dengan cara paksaan seperti mengancam, melukai, bahkan membunuh
kepada orang lain yang tidak mengikuti keinginannya. Antonio Gramschi menyebutnya sebagai praktek dominasi atau penindasan.
68
Oleh karena praktik kekuatan fisik dan uang itu pula yang kemudian banyak pihak menyebut sebagian besar prilaku anggota Pemuda Pancasila mirip dengan
premanisme. Namun, bukan berarti prilaku kekerasan dan uang yang sering dilakukan membuat tokoh Pemuda Pancasila tidak disukai oleh masyarakat. Sebagian dari tokoh
Pemuda Pancasila itu menjadi anggota dan pengurus partai politik dan terpilih menjadi anggota legislatif serta pejabat eksekutif di Provinsi Sumatera Utara. Jabatan formal
yang diperoleh kader Pemuda Pancasila digunakan secara lebih otonom dalam menentukan pilihannya pada saat kebijakan otonomi daerah diberlakukan tanpa perlu
mendapatkan persetujuan dari para elit politik di Jakarta.
67
Lihat penjelasan Miriam Budiardjo tentang sumber-sumber kekuasaan. Miriam Budiardjo. 1984. “Konsep Kekuasaan: Tinjauan Pustaka”. dalam Miriam Budiardjo. Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan
Wibawa. Jakarta: Gramedia. hal. 13. Lihat juga Charles F. Andrain. 1992. Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. hal. 130.
68
Penjelasan tentang cara-cara penggunaan kekuasaan lihat Antonio Gramsci. 1971. Selections from Prison Notebooks. London: Lawrence and Wishart. Dikutip dalam Muhadi Sugiono. 1999. Kritik
Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; Roger Simon. 2000. Gagasan-gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: Insist Press.
Universitas Indonesia
110
BAB 3 KEPUTUSAN DUKUNGAN PEMUDA PANCASILA DALAM PEMILIHAN