Universitas Indonesia
29 mempertahankan,  memperkuat  kekuasaan  dan  kedudukan  politik  mereka.  Bentuk
hubungan ini disebut sebagai patrimonialisme baru new patrimonialism.
56
Kecenderungan  hubungan  patron-klien  dalam  masyarakat  Indonesia  masih sangat  kuat.  Dwight  King  menjelaskan  praktik  new  patrimonialism  pada  masa
pemerintahan  Orde  Baru  yang  dijabarkannya  dalam  konsep  rejim  otoriter  bercirikan tingkat  korporatisme  yang  begitu  tinggi.  King  menjelaskan,  berbagai  kelompok  di
dalam institusi negara dan masyarakat sipil selalu dihubungkan dengan para pemimpin negara  yang  dianggap  sebagai  patron  besar.  Bentuk  korporasi  kelompok-kelompok
masyarakat  selau  merujuk  kepada  seorang  pemimpin  dan  representasi  kepentingan kelompok  masyarakat  itu  berada  kuat  berada  di  bawah  pengaruh  Presiden  Soeharto
yang paternalistik.
57
Ikatan-ikatan patron-klien yang masih kuat di Indonesia pada akhirnya menjadi landasan  bagi  pembentukan  kekuasaan  politik.  Untuk  kepentingan  penelitian  ini,  teori
Scott tentang hubungan patron-klien dan Maswadi Rauf mengenai patrimonialisme baru itu akan digunakan untuk melihat bentuk jaringan patronase yang dilakukan oleh tokoh
Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Jaringan patronase yang dimaksud adalah pola relasi antara  tokoh  Pemuda  Pancasila  dengan  para  anak  buahnya  dan  relasi  antara  tokoh
Pemuda  Pancasila  dengan  kelompok  lain  seperti  pejabat  pemerintah,  partai  politik, anggota legislatif, pengusaha, dan media massa untuk mendapatkan akses sumber daya
lokal  di  Sumatera  Utara.  Pola  itu  akan  dilihat  dalam  kasus  peran  Pemuda  Pancasila dalam mendukung calon Gubernur Sumatera Utara yang ingin dimenangkan.
1.6.3. Teori Kekuasaan
Salah  satu  konsep  penting  dalam  pembahasan  Ilmu  Politik  adalah  mengenai kekuasaan. Individu atau kelompok yang memiliki kepentingan apapun selalu berkaitan
dengan  kekuasaan.  WA  Robson  menjelaskan  bahwa  ilmu  politik  mempelajari kekuasaan  dalam  masyarakat,  yaitu  sifat  hakiki,  dasar,  proses-proses,  ruang  lingkup,
dan  hasil-hasil.  Fokus  perhatian  tertuju  pada  perjuangan  untuk  mencapai  atau
56
Maswadi Rauf. Op. Cit. hal. 100.
57
Dwigth  King.  1982.  “Indonesia’s  New  Order  A  Bureaucratic  Polity,  A  New  Patrimonial  Regime  or Bureaucratic  Authoritarian  Regime:  What  Difference  Does  It  Make?.  dalam  Benedict  R.O.G  Anderson
dan  Audrey  Kahin  eds.  Interpreting Indonesian Politics: Thirteen Contributions to The Debate.  Ithaca. New York: Cornell University Press Cornell Modern Indonesia Project Publication 62.
Universitas Indonesia
30 mempertahankan  kekuasaan,  melaksanakan  kekuasaan,  membuat  pengaruh  atas  orang
lain atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.
58
Para  sarjana  mencoba  memberikan  batasan  mengenai  pengertian  kekuasaan. Robert  M.  MacIver,  misalnya  memberikan  pengertian  kekuasaan  sebagai  kemampuan
untuk  mengendalikan  tingkah  laku  orang  lain,  baik  secara  langsung  dengan  memberi perintah,  maupun  secara  tidak  langsung  dengan  mempergunakan  segala  alat  dan  cara
yang  tersedia.
59
Miriam  Budiardjo  memberikan  batasan  kekuasan  sebagai  kemampuan seseorang  atau  sekelompok  manusia  untuk  mempengaruhi  perilaku  seseorang  atau
kelompok  lain  sedemikian  rupa,  sehingga  tingkah  laku  itu  menjadi  sesuai  dengan keinginan atau tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
60
Charles F. Andrain mendefinisikan  kekuasaan  sebagai  penggunaan  sejumlah  sumber  daya  aset,
kemampuan  untuk  memperoleh  kepatuhan  tingkah  laku  menyesuaikan  dari  orang lain.
61
Definisi tentang kekuasaan yang dikemukakan di atas menjelaskan bahwa setiap relasi  kekuasaan  biasanya  berjalan  secara  tidak  seimbang,  seorang  pelaku  memiliki
kekuasaan  yang  lebih  besar  dari  pelaku  lain.  Ketidakseimbangan  itu  justru menimbulkan  ketergantungan  dan  semakin  besar  ketimpangan  hubungan  maka  akan
semakin  besar  pula  sifat  ketergantungannya.  Lebih  dari  itu,  bisa  saja  terjadi  seseorang memiliki kekuasaan sepenuhnya atas orang lain, sedangkan orang tersebut sama sekali
tidak memiliki daya upaya apapun untuk bertindak atas perlakuan orang pertama. Ketika  masa  modern  saat  ini,  teori  kekuasaan  tidak  saja  menjadi  area  yang
sangat  berkaitan  erat  dengan  negara  meskipun  kekuatan  negara  bisa  menjadi  alat pemaksa untuk membagikan sumber-sumber daya bagi warganya.
62
Setiap individu dan kelompok  dalam  masyarakat  yang  berkepentingan  akan  berusaha  merebut  sumber-
sumber  daya  yang  terbatas  sifatnya  acapkali  memiliki  kekuasaan  yang  bersumber  dari berbagai  macam  cara.  Oleh  karena  itu,  kekuasaan  dapat  dibedakan  dengan  authority
wewenang  dan  legitimacy  legitimasi,  keabsahan.  Kewenangan  adalah  kekuasaan, tetapi  kekuasaan  tidak  selalu  berupa  kewenangan.  Kewenangan  merupakan  kekuasaan
58
W.A.  Robson.  1954.  The University of Teaching of Social Sciences: Political Science.  Paris:  Unisco. hal. 24.
59
Robert MacIver. 1961. The Web of Government. New York: The Macmillians Company. hal. 22.
60
Miriam  Budiardjo.  2008.  Edisi  Revisi.  Dasar-Dasar  Ilmu  Politik.  Jakarta:  PT.  Gramedia  Pustaka Utama. hal. 17-18.
61
Charles  F.  Andrain.  1992.  Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial.  Yogyakarta:  Tiara  Wacana.  hal. 130.
62
Lihat Deliar Noer. 1965. Pengantar ke Pemikiran Politik. Medan: Dwipa. hal. 56.
Universitas Indonesia
31 yang  memiliki  keabsahan  legitimate  power,  sedangkan  kekuasaan  tidak  selalu
memiliki  keabsahan.  Sedangkan  legitimasi  merujuk  pada  keyakinan  anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang, kelompok atau penguasa patut
untuk dihormati. Legitimasi  didasarkan  pada  persepsi  bahwa  pelaksanaan  wewenang  itu  sesuai
dengan  asas-asas  dan  prosedur  yang  sudah  diterima  secara  luas  dalam  masyarakat  dan sesuai  dengan  ketentuan-ketentuan  serta  prosedur  yang  sah.  Sebagaimana  yang
dijelaskan  David  Easton  bahwa  keabsahan  adalah  ”  the  conviction  on  the  part  of  the remember that it is right and proper for him to accept and obey the authorities and to
abide  by  the  requirements  of  the  regime”  keyakinan  dari  pihak  anggota  masyarakat bahwa  sudah  wajar  bagi  dia  untuk  menerima  dan  menaati  penguasa  serta  memenuhi
tuntutan-tuntutan dari rezim itu.
63
Bagi  penganut  demokrasi,  kekuasaan  yang berarti  kekuasaan  dari  rakyat  oleh
rakyat dan untuk rakyat, sebenarnya gagasan yang sangat fundamental dalam memaknai penggunaan  kekuasaan.  Wewenang  kekuasaan  hanya  dapat  digunakan  melalui
legitimasi  proses-proses  demokratis,  seperti  pemilihan  umum.  Kekuasaan  harus diperoleh  dan  diperebutkan  untuk  memaksimalkan  kepuasan  adanya  keterlibatan  atau
partisipasi  masyarakat  dalam  proses  penentuan  kebijakan  sebagai  solusi  untuk mengatasi masalah warga itu sendiri. Kekuasaan dapat disebut demokratis jika tersedia
institusi  dan  prosedur  yang  memungkinkan  warga  negara  mengekspresikan  pilihan- pilihannya  secara  efektif  dan  adanya  mekanisme  kompetisi  yang  terlembaga  dalam
memperebutkan  dan  mempertahankan  kekuasaan.  Selain  itu,  adanya  hak  berpartisipasi dalam  menseleksi  para  pemimpin  atau  kebijakan-kebijakan  yang  nantinya  memiliki
dampak bagi warga negara.
64
Seseorang  atau  sekelompok  orang  agar  dapat  memperoleh  kekuasaan  harus memiliki  sumber-sumber  kekuasaan  dan  cara-cara  untuk  memperoleh  serta
mempertahankan  kekuasaan.  Perjalanan  kekuasaan  yang  efektif  bergantung  pada  tipe- tipe  sumber  kekuasaan  yang  tersedia.  Untuk  memperoleh  kepatuhan,  para  pemimpin
politik biasanya memperluas persediaan sumber daya mereka dan menggunakan secara lebih efisien sumber daya yang telah mereka miliki.
63
David Easton. 1965. A System Analysis of Political Life. New York: John Wiley and Son. hal. 278.
64
Renske  Doorenspleet.  2005.  Democratic Transitition: Exploring the Structural Sources of the Fourth Wave. London: Lynne Rienner Publisher Inc. hal. 15.
Universitas Indonesia
32 Menurut  Miriam  Budiardjo,  sumber-sumber  kekuasaan  dapat  berupa
kedudukan.  Misalnya  seorang  komandan  terhadap  anak  buahnya  atau  seorang  majikan terhadap pegawainya. Dalam kasus ini bawahan dapat ditindak jika melanggar disiplin
kerja atau melakukan korupsi. Sumber kekuasaan dapat pula berupa kekayaan. Misalnya seorang  pengusaha  kaya  mempunyai  kekuasaan  atas  seorang  politisi  atau  seorang
bawahan  yang  mempunyai  utang  yang  belum  dibayar  kembali.  Kekuasaan  dapat  pula bersumber  pada  kepercayaan  atau  agama.  Di  banyak  tempat  alim  ulama  mempunyai
kekuasaan  terhadap  umatnya,  sehingga  mereka  dianggap  sebagai  pemimpin  informal yang perlu diperhitungkan dalam proses pembuatan keputusan di tempat itu.
65
Charles F. Andrain membedakan lima tipe sumber daya kekuasaan yaitu sumber daya fisik, ekonomi, normatif, keahlian dan personal.
66
Dengan menggunakan sumber- sumber  kekuasaan  itu,  seseorang  atau  sekelompok  orang  dapat  mempengaruhi  orang
lain untuk mengikuti kehendak atau keinginannya. Andrain juga menjelaskan perbedaan motif kepatuhan dalam masing-masing tipe sumber daya kekuasaan.
Tabel 1.2 Tipe-Tipe Sumber Kekuasaan
Tipe Sumber Daya
Contoh Sumber Daya Motivasi untuk Mematuhi
Fisik Senjata, senapan, bom, rudal
B “berusaha menghindari cedera fisik” yang disebabkan oleh A
Ekonomi Kekayaan, pendapatan, kontrol
atas barang dan jasa B “berusaha memperoleh kekayaan”
dari A Normatif
Moralitas, kebenaran, tradisi, relijius, legitimasi, wewenang
B “mengakui bahwa A mempunyai hak moral untuk mengatur” prilaku
B
Personal Karisma pribadi, daya tarik,
persahabatan, popularitas B “mengidentifikasi diri merasa
tertarik” dengan A Ahli
Informasi, pengetahuan, intelejensi, keahlian teknis
B “merasa bahwa A mempunyai pengetahuan dan keahlian yang
lebih”
Sumber: Charles F. Andrain. 1992. Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. hal. 132.
Dalam  bagian  lain,  Andrain  mengemukakan  bahwa  sumber  kewenangan seseorang  atau  kelompok  untuk  memerintah  berasal  dari:  1  hak  memerintah
berdasarkan dari tradisi, yaitu kepercayaan yang telah berakar dipelihara terus menerus
65
Miriam Budiardjo. 1984. “Konsep Kekuasaan: Tinjauan Pustaka”. dalam Budiardjo.  Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta: Gramedia. hal. 13.
66
Charles F. Andrain. 1992. Op. Cit. hal. 132.
Universitas Indonesia
33 dalam  masyarakat;  2  hak  memerintah  berasal  dari  Tuhan,  Dewa,  atau  Wahyu.
Kewenangan memerintah berasal dari kekuatan yang sakral; 3 hak memerintah berasal dari kualitas pribadi sang pemimpin, baik penampilannya yang agung dan dirinya yang
populer maupun karena memiliki karisma; 4 hak memerintah berasal dari sumber yang bersifat  instrumental,  seperti  keahlian  dan  kekayaan;  dan  5  hak  memerintah  berasal
dari peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur dan syarat-syarat menjadi pemimpin pemerintahan.
67
Sumber  kewenangan  yang  disebut  terakhir  adalah  kewenangan  yang  bersifat prosedural,  yaitu  hak  memerintah  berdasarkan  sumber-sumber  legal  atau  peraturan
perundang-undangan  yang  bersifat  tertulis  maupun  tidak  tertulis.  Sedangkan  empat sumber  yang  disebut  pertama  merupakan  kewenangan  yang  bersifat  substantif,  yaitu
hak  memerintah  berdasarkan  faktor-faktor  yang  melekat  pada  diri  pemimpin,  seperti tradisi,  sakral,  kualitas  pribadi,  dan  instrumental.  Semakin  kompleks  struktur
masyarakat  suatu  negara  maka  tipe  sumber  kewenangan  yang  digunakan  cenderung bersifat  prosedural.  Dan  sebaliknya,  di  masyarakat  yang  strukturnya  masih  sederhana
cenderung menggunakan tipe kewenangan substansial karsena kehidupan lebih banyak berdasarkan pada tradisi, kepercayaan kepada kekuatan supranatural, dan kesetiaan pada
tokoh atau pemimpin.
68
Teori  sumber-sumber  kekuasaan  dari  Miriam  Budiarjo  yang  digunakan  dalam penelitian  ini  adalah  kedudukan  dan  kekayaan.  Sedangkan  teori  sumber-sumber
kekuasaan yang dikemukakan Andrain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah fisik  dan  ekonomi.  Sumber-sumber  kekuasaan  yang  dipilih  tersebut  akan  digunakan
untuk  menjelaskan  sumber-sumber  kekuasaan  yang  dimiliki  oleh  Pemuda  Pancasila sehingga  bisa  menjadi  salah  satu  organisasi  pemuda  terbesar  dan  berpengaruh  dalam
konstelasi  politik  di  Sumatera  Utara.  Sumber  kekuasaan  berupa  fisik,  kedudukan,  dan kekayaan terkait dengan asumsi awal yang diamati tentang aktivitas organisasi Pemuda
Pancasila  Sumatera  Utara  yang  dikenal  melakukan  praktik  kekerasan  dan  uang  oleh sebagian masyarakat Sumatera Utara.
Selanjutnya, sumber-sumber kekuasaan tersebut akan dapat dibedakan dari cara menggunakan  kekuasaan.  Dalam  kaitannya  dengan  penggunaan  kekuasaan,  Miriam
Budiardjo  menjelaskan  esensi  dari  kekuasaan  adalah  hak  mengadakan  sanksi.  Cara
67
Ibid. hal. 194-197.
68
Ibid. hal. 87-88.
Universitas Indonesia
34 untuk  menyelenggarakan  kekuasaan  berbeda-beda.  Upaya  yang  paling  ampuh  untuk
menggunakan  kekuasaan  adalah  melalui  kekerasan  force.  Seorang  penjahat  yang bersenjatakan clurit akan memaksa seseorang untuk menyelamatkan dirinya merupakan
suatu  contoh  dari  kekuasaan  yang  paling  terbuka  dan  brutal.  Dia  mempersempit alternatif  bertindak,  sehingga  bagi  korbannya  hanya  ada  satu  aternatif  yaitu  mengikuti
kemauan si penjahat dan menyerahkan miliknya. Kekuasaan dapat juga diselenggarakan lewat koersi coercion, yaitu ancaman akan diadakan sanksi. Suatu upaya yang sedikit
lebih  lunak  adalah  melalui  persuasi  persuasion  yaitu  proses  meyakinkan, beragumentasi  atau  menunjuk  pada  pendapat  seorang  ahli  expert  adivice.  Selain  itu
kekuasaan  digunakan  dengan  cara  tidak  mengatakan  denda  tetapi  memberi  ganjaran reward atau insentif, imbalan atau kompensasi.
69
Andrain membedakan dua bentuk cara menggunakan kekuasaan yaitu kekuasaan paksaan dan kekuasaan yang berdasarkan konsensus. Ia menjelaskan sebagai berikut:
“Mereka  yang  menekankan  aspek-aspek  pemaksaan  dari  kekuasaan  biasanya memandang  politik  dalam  kerangka  pergulatan  dominasi  dan  konflik.  Mereka
melihat  para  pelaku  politik  mengejar  tujuan-tujuan  yang  tidak  diminati  oleh keseluruhan  komunitasnya.  Satu  pihak  memperoleh  keuntungan,  pihak  lain
merugi. Sebaliknya, para analis yang menekankan aspek-aspek konsensus yang lebih  banyak  mengaitkan  kekuasaan  dengan  usaha  mengatasi  perlawanan
bukannya  dengan  kegiatan-kegiatan  koordinasi.  Mereka  melihat  para  pelaku politik mengusahakan pencapaian tujuan-tujuan bersama.”
70
Menurut  Andrain,  penggunaan  kekuasaan  koersif  atau  konsensual  dapat  dilihat dari  sumber  daya  kekuasaan  yang  dimilikinya,  sehingga  pemilik  kekuasaan  dapat
memberikan  penghargaan  atau  sanksi.  Selain  itu,  sumber  daya  kekuasaan  digunakan untuk  menjamin  kepatuhan  orang  atau  kelompok  lain  terhadap  orang  atau  kelompok
yang memiliki kekuasaan tersebut.
69
Miriam Budiardjo. 2008. Edisi Revisi. Dasar-Dasar… hal. 61-62.
70
Andrain. Op. Cit. hal. 137-138.
Universitas Indonesia
35 Tabel 1.3
Kekuasaan Koersif dan Konsensual Tipe Sumber
Daya Koersif
Konsensus Fisik
Cidera fisik, pemenjaraan, kematian Memberi jalan memperoleh
persenjataan Ekonomi
Tidak diberi pekerjaan, penerapan denda, kehilangan kontrak
Memberi jalan memperoleh kekayaan
Normatif Pengucilan, larangan memangku
jabatan Memberi jalan memperoleh
wewenang dan simbol- simbol kebenaran moral
Personal Hilangnya dukungan kelompok,
persahabatan, popularitas Pemberian dukungan
kelompok Ahli
Pemberian informasi yang menguntungkan orang lain,
penyebaran informasi yang merugikan orang lain
Penyediaan ilmu pengetahuan dan
keterampilan
Sumber: Andrain. 1992. Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. hal. 140.
Dalam  konteks  penyelesaian  konflik,  Maswadi  Rauf  menjelaskan  bahwa  untuk mempertahankan  dan  mengoperasikan  kekuasaan  yang  dimiliki  seseorang  atau
kelompok  dapat  dilakukan  individu  atau  kelompok  masyarakat  tersebut  dengan  cara persuasif  atau  koersif.  Persuasif  adalah  cara-cara  mempertahankan  dan  melakukan
kekuasaan  melalui  musyawarah,  perundingan,  dan  cara  lainnya  yang  sesuai  dengan prinsip-prinsip  demokrasi.  Sedangkan  cara  paksaan  adalah  penggunaan  melalui
kekerasan fisik atau ancaman fisik. Berkaitan dengan kekerasan fisik ini Maswadi Rauf menuliskan,
“Kekerasan  fisik  mencakup  penggunaan  benda-benda  fisik  untuk  merugikan secara  fisik,  menyakiti,  melukai  atau  membunuh  pihak  lain.  Penggunaan
kekerasan  fisik  atau  ancaman  penggunaannya  menimbulkan  rasa  takut  di  pihak yang  akan  dikenai  yang  berpengaruh  terhadap  tingkah  lakunya.  Pengaruh  itu
adalah  berupa  diikutinya  keinginan  pihak  yang  menggunakan  kekerasan  atau ancaman kekerasan.”
71
Antonio  Gramsci  menjelaskan  ada  dua  cara  kekuasaan  itu  dipraktekkan,  yaitu dominasi  atau  penindasan  dan  hegemoni.  Cara  pertama  kekuasaan  dibangun  dengan
cara-cara represi dan kekerasan. Seorang individu, kelompok atau negara apabila ingin
71
Maswadi Rauf. 2005. Konsensus Politik…… hal. 11-12.
Universitas Indonesia
36 memperoleh  dan  atau  mempertahankan  kekuasaan  maka  ia  harus  mempunyai  atau
memiliki  akses  terhadap  instrumen  kekuasaan.  Sedangkan  cara  kedua  yaitu  hegemoni, kekuasaan diperoleh dan dioperasikan melalui kepemimpinan moral dan intelektual. Ia
memperoleh dan mempraktikkan kekuasaan dengan jalan konsensus.
72
Dalam  konteks  penelitian  ini,  teori  penggunaan  kekuasaan  dengan  cara kekerasan dari Miriam Budiarjo akan digunakan untuk melihat praktik kekerasaan yang
dilakukan  oleh  Pemuda  Pancasila  pada  saat  pemilihan  Gubernur  Provinsi  Sumatera Utara  tahun  2008.  Sedangkan  penggunaan  kekuasaan  dengan  cara  koersif  yang  ditulis
oleh  Charles  F.  Andrain  juga  akan  digunakan  untuk  melihat  bentuk  kekuasaan  koersif yang  dilakukan  Pemuda  Pancasila  Sumatera  Utara.  Untuk  memperkuat  bentuk
penggunaan  kekerasaan  yang  dilakukan  Pemuda  Pancasila  akan  dilihat  dari  teori  yang ditulis oleh Maswadi Rauf tentang cara menyelesaikan konflik melalui kekerasan fisik
atau  ancaman  fisik.  Selain  itu,  teori  Antonio  Gramsci  akan  digunakan  untuk  melihat praktik penggunaan kekuasaan dengan cara-cara represi dan kekerasan yang dilakukan
oleh  Pemuda  Pancasila  dalam  kasus  peran  mereka  pada  saat  pemilihan  Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008.
Dari  praktik  tersebut  akan  diketahui  bentuk  kekerasan  dan  koersif,  tindakan paksaan,  dan  cara-cara  represi  yang  dilakukan  Pemuda  Pancasila  Sumatera  Utara.
Prilaku  tersebut  merujuk  pada  tindakan  mengancam,  mengintimidasi,  bahkan membunuh  dengan  menggunakan  jaringan  kekuatan  dalam  setiap  aktivitas  organisasi
dan  menunjukkan  identitas  yang  mirip  atau  menyerupai  kekerasan  atau  tindakan premanisme.  Kecenderungan  praktek  yang  menyerupai  prilaku  kekerasan  atau
demokratis  itu  akan  dilihat  antar  tokoh  Pemuda  Pancasila  sendiri  dan  antara  tokoh Pemuda Pancasila dengan kelompok masyarakat lainnya di Sumatera Utara.
1.6.4. Teori Politik Lokal