Universitas Indonesia
6. Ancaman akan menusukkan panah
beracun kepada salah seorang tim sukses calon gubernur selain
Syampurno Februari
2007 Deli Serdang Pemuda Pancasila
Kecamatan Tanjung Morawa
Kabupaten Deli Serdang.
7. Intimidasi kepada kepala desa
Stabat akan membakar desa jika pasangan Syampurno tidak menang
di desa tersebut Februari
2007 Kabupaten
Langkat Anggota Pemuda
Pancasila Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat
Sumber: Hasil Wawancara, 2011.
4.7. Intimidasi dan Pola Patron-Klien dalam Mobilisasi Potensi Organisasi Pemuda Pancasila
Dari uraian penjelasan di atas terlihat kekuatan Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara untuk berperan dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara.
Infrastruktur organisasi yang menyebar di seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara menjadi ukuran yang nyata bahwa organisasi pemuda ini bisa disebut sebagai organisasi
pemuda terbesar di Sumatera Utara. Mulai dari tingkat provinsi hingga desa bahkan lingkungan dan dusun di Sumatera Utara menjadi kekuatan dasar organisasi yang dapat
diperhitungkan oleh elit, tokoh dan organisasi kemasyarakatan di Sumatera Utara. Penggunaan ancaman dan itimidasi yang dilakukan anggota Pemuda Pancasila
di tingkat lingkungan adalah mempengaruhi pemilih yang belum menentukan pilihannya dan para pemilih yang telah memiliki pilihan dalam pemilihan Gubernur
Provinsi Sumatera Utara. Kepada para pemilih tersebut, anggota Pemuda Pancasila mengawasi, mengancam, dan bahkan berbicara secara langsung kepada para pemilih
agar memilih Syamsul Arifin. Jika tidak memilih Syamsul Arifin dalam pemilihan gubernur maka para pemilih akan menerima sanksi berupa kekerasan fisik seperti
pemukulan, melempari rumah, dan melukai fisik para pemilih tersebut.
67
Tindakan itu dilakukan secara terus menerus sejak diterbitkannya surat instruksi kepada seluruh
anggota Pemuda Pancasila untuk memenangkan Syamsul Arifin dalam pemilihan gubernur.
67
Lihat contoh penggunaan ancaman pada halaman sebelumnya 171-219. Kasus penggunaan ancaman diperoleh dari wawancara para pelaku yang pernah melakukan praktik ancaman tersebut pada saat proses
tahapan pemilihan gubernur berlangsung. Tetapi, penulis tidak menemukan adanya bukti kasus tersebut di media atau pada arsip khusus di Panitia Pengawas Pemilu Sumatera Utara maupun kepolisian.
Universitas Indonesia
Pada tahapan kampanye, anggota Pemuda Pancasila mengerahkan para pemilih untuk menghadiri kampanye yang dilakukan oleh pasangan Syampurno dengan cara
memaksa. Pada masa tenang dan menjelang hari pemilihan anggota Pemuda Pancasila ditugaskan untuk membagi paket sembako seperti beras, minyak goreng, gula dan uang
tunai kepada para pemilih yang membutuhkannya. Para pemilih yang mendapatkan paket sembako atau uang tersebut dijaga secara ketat pada waktu hari pemilihan. Jika di
antara mereka ada yang tidak memilih Syampurno di TPS, maka akan diberikan sanksi fisik berupa pemukulan dan melempari rumah warga tersebut. Anggota Pemuda
Pancasila juga menjadi saksi di TPS dengan tugas tambahan mengawasi para pemilih agar memilih Syamsul Arifin.
Model mobilisasi internal Pemuda Pancasila dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara adalah mengandalkan kekuatan infrastruktur organisasi, jaringan partai
politik, dan anggota legislatif dengan cara ancaman, intimidasi, dan pemberian uang. Meskipun di antara kader, tokoh, dan pengurus Pemuda Pancasila memiliki pandangan
yang berbeda dalam mendukung calon gubernur, tetapi mereka dapat saling menghargai posisinya masing-masing. Tidak dapat dipungkiri bahwa di antara mereka juga terdapat
kelompok yang cukup kuat dari sisi uang dan akses kekuasaan di tingkat lokal maupun jaringan di Jakarta untuk tetap bertahan sebagai kelompok yang dominan di Pemuda
Pancasila Sumatera Utara. Kelompok inti the rulling group di Pemuda Pancasila Sumatera Utara inilah yang mampu membangun jaringan yang dilandasi untuk
mendapatkan akses kekuasaan dan sumber-sumber daya lokal yang ada. Jaringan tersebut terbentuk atas dasar kepentingan di antara pimpinan Pemuda Pancasila,
pemimpin partai politik, dan anggota legislatif untuk memaksimalkan akses sumber daya di tingkat lokal. Kepentingan tersebut yang juga menjadi dasar keputusan untuk
memberikan dukungan kepada kandidat Gubernur Provinsi Sumatera Utara yang secara historis dan pragmatis memahami keingingan untuk menguasai lembaga politik lokal di
Sumatera Utara. Kepentingan yang dimiliki oleh Pemuda Pancasila sangat beragam, pragmatis,
dan saling bersaing satu sama lain. Untuk mencapai kepentingan itu, segala tindakan akan dilakukan seperti termasuk mengancam, mengintimidasi dan bahkan akan
melakukan kekerasan kepada kelompok lain yang berbeda kepentingannya. Beragamnya kepentingan kader, tokoh senior, dan bahkan pengurusnya sendiri
menyebabkan mobilisasi internal dilakukan dengan cara-cara ancaman dan intimidasi.
Universitas Indonesia
Prilaku itu terlihat dari peran yang dilakukan Pemuda Pancasila Sumatera Utara dalam mendukung kandidat gubernur. Meskipun keputusan telah ditetapkan, tetapi praktek
saling curiga dan dendam terjadi di antara para pengurus dalam mendukung kandidatnya.
Teori yang relevan untuk melihat pola mobilisasi yang dilakukan oleh Pemuda Pancasila Sumatera Utara dalam mendukung kandidat gubernur adalah teori Masaaki
dan Rozaki tentang kelompok kekerasan dan bos lokal di Indonesia. Masaaki dan Rozaki menjelaskan bahwa paska Orde Baru, beragam komponen masyarakat menuntut
keadilan yang ditafsirkan sendiri atas dasar kepentingan etnis, agama, adat, politik, ekonomi, kelas, dan lain sebagainya. Tuntutan tersebut dilakukan untuk memenuhi
beragam kepentingan melalui cara berkelompok dan dengan memanfaatkan instrumen kekerasan untuk menebar ancaman kepada kelompok yang berbeda kepentingannya.
68
Kelompok yang menguasai kepengurusan Pemuda Pancasila Sumatera Utara memiliki kepentingan mempengaruhi pejabat publik agar akses kekuasaan dan jaringan
ekonomi yang mereka miliki dapat dijamin keberlangsungannya. Mengandalkan kekuatan infrastruktur organisasi, jaringan ke partai politik dan anggota dewan melalui
cara-cara ancaman dan intimidasi kepada kelompok lain yang berbeda kepentingannya menjadi bagian praktik yang dilakukan dalam mendukung calon gubernur yang ingin
dimenangkan. Cara-dara demikian dianggap sebagai bentuk penafsiran para pengurus Pemuda Pancasila Sumatera Utara untuk menuntut keadilan dalam menguasai sumber-
sumber daya di tingkat lokal. Hubungan patron-klien juga terjadi dalam menggerakkan anggota organisasi
Pemuda Pancasila. Patron adalah para tokoh Pemuda Pancasila yang berhasil mendudukkan atau membantu para kliennya menjadi pimpinan organisasi di tingkat
cabang atau menjadi pimpinan partai politik. Para klien itu memiliki keterkaitan dengan seorang tokoh senior di Pemuda Pancasila untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh
karena jasa yang diberikan patron itu, maka para klien akan berupaya untuk memberikan dukungan politik kepada calon gubernur yang ingin dimenangkan oleh
para patron tersebut. Pola hubungan patron-klien yang terjadi pada kasus penelitian ini membuktikan
teori yang dikemukakan oleh Scott yaitu model patron-client pyramid.
69
Dalam struktur
68
Okamoto Masaaki Abdur Rozaki. ed.. 2006. Loc. Cit. hal. xvi.
69
Lihat James C. Scott. 1972. Loc. Cit. hal. 96.
Universitas Indonesia
Pemuda Pancasila terdapat sejumlah klien yang merupakan patron kecil bagi sejumlah klien. Patron kecil itu adalah mereka yang memiliki jabatan sebagai ketua cabang atau
ketua anak cabang yang memiliki anggota sebagai klien. Para ketua cabang atau ketua anak cabang itu juga menjadi klien dari seorang patron yaitu ketua MPW Pemuda
Pancasila Sumatera Utara. Sedangkan Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara menjadi klien dari patron tertinggi yaitu Anif Shah. Oleh karena itu, dalam bentuk
piramida itu, ada beberapa patron kecil yang menjadi klien patron tertinggi dan mempunyai beberapa klien sendiri. Secara sederhana, pola patron-klien di Pemuda
Pancasila digambarkan dalam Diagram 4.1 berikut. Diagram 4.1:
Pola Piramida Patron-Klien di Pemuda Pancasila Sumatera Utara
Sumber: Hasil Penelitian, 2011.
Pola patron-klien piramid itu dilakukan dalam bentuk patrimonialisme baru new patrimonalisme sebagaimana yang dikemukakan oleh Maswadi Rauf. Bentuk
hubungan yang diberikan oleh para klien kepada patron adalah memberikan dukungan politik untuk calon gubernur yang ingin dimenangkan. Bentuk dukungan itu dilakukan
dengan cara memperkuat kedudukan patron melalui ikut terlibat dalam kegiatan pemenangan calon gubernur seperti mempengaruhi setiap orang yang dikenalnya untuk
memilih calon gubernur dengan cara apapun.
Anif Shah Sesepuh PP
Anuar Shah Ketua MPW PP Sumut
Ajib Shah Ketua MPO PP Sumut
Ketua MPC PP
Pengurus Harian
MPW PP Kader PP yang
menjadi pimpinan ormas lain
Kader PP yang menjadi anggota
DPRD
Kader dan simpatisan PP
Kader dan simpatisan PP
Kader dan simpatisan PP
Ketua PAC PP
Universitas Indonesia
Model mobilisasi yang dilakukan oleh Pemuda Pancasila untuk menggerakkan potensi organisasi dalam mendukung kandidat gubernur dibagi atas dua lapisan.
Pertama, mobilisasi untuk lapisan bawah atau anggota Pemuda Pancasila. Setiap anggota Pemuda Pancasila diwajibkan mengikuti perintah dari pimpinan organisasi
tanpa alasan apapun. Layaknya seperti organisasi militer, Pemuda Pancasila juga menggunakan sistem komando atau perintah dari komandan atau ketua organisasi.
Tetapi sistem komando itu tidak akan berjalan tanpa biaya yang harus diberikan kepada anggota organisasi. Konflik internal yang terjadi antara pengurus MPW Pemuda
Pancasila Sumatera Utara salah satunya disebabkan karena persoalan uang yang diperlukan untuk kegiatan pemenangan. Perintah atasan kepada bawahan untuk
menggerakkan massa yang dilakukan atas dasar perhitungan uang menjadi ciri hubungan patron-klien antara pimpinan organisasi dengan anggota.
Kedua, mobilisasi dilakukan pada level elit Pemuda Pancasila dengan menggunakan pola hubungan patron-klien piramida. Untuk menggerakkan anggota
Pemuda Pancasila dalam satu kegiatan diperlukan elit atau tokoh yang disegani oleh anggota. Masing-masing tokoh Pemuda Pancasila memiliki kepentingan yang beragam
dan belum tentu keinginan seorang tokoh dapat diikuti oleh pengurus. Tetapi terkadang kepentingan seorang tokoh yang tidak diperhatikan oleh pengurus akan mengganggu
jalannya kepengurusan atau kegiatan yang dilakukan. Setidaknya seorang tokoh Pemuda Pancasila memiliki kekuatannya sendiri untuk mengerakkan anggota Pemuda
Pancasila tanpa perintah dari pengurus. Seorang tokoh Pemuda Pancasila dianggap sebagai tokoh oleh sebagian anggota
karena pernah berjasa atau memberikan bantuan kepada mereka. Tetapi, hubungan itu tidak berjalan lama ketika para tokoh tidak dapat memenuhi kebutuhan anggotanya.
Dasar hubungan seperti ini berlangsung karena faktor materi. Relasi antar tokoh Pemuda Pancasila saling terkait satu sama lain. Pada satu waktu di antara mereka dapat
menjadi sekutu dan pada saat lain menjadi lawan karena perselisihan memperebutkan sumber daya ekonomi. Selalu saja perselisihan antar tokoh yang terjadi di Pemuda
Pancasila disebabkan karena uang dan pengaruh. Untuk menghindari atau meminimalisir perselisihan antar tokoh Pemuda Pancasila dalam menggerakkan potensi
organisasi untuk satu kegiatan tertentu perlu adanya pendekatan khusus dengan para tokoh tersebut.
Universitas Indonesia
Kedua model mobilisasi tersebut dilakukan untuk menggerakkan potensi organisasi ketika pelaksanaan pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara. Pertemuan,
diskusi, dan pembahasan antara pengurus Pemuda Pancasila dengan para senior merupakan bentuk mobilisasi dengan para tokoh. Deklarasi dukungan kepada Syamsul
Arifin sebagai calon gubernur yang dilakukan MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara merupakan bentuk mobilsasi organisasi level bawah. Di samping itu, Syamsul Arifin
sebagai kandidat gubernur yang didukung memahami benar akar sejarah dan cara mendekati masing-masing tokoh Pemuda Pancasila. Sehingga jika konflik antar tokoh
terjadi terkait dukungan calon gubernur, Syamsul Arifin mampu mengatasi tanpa cara- cara kekerasan. Tetapi sulit untuk menghindari terjadinya kekerasan di tingkat anggota
organisasi.
Universitas Indonesia
BAB 5 PEMANFAATAN JARINGAN BIROKRASI, PENGUSAHA LOKAL, MEDIA