Persamaan 25 dan 26 disubstitusikan ke dalam persamaan 18 sehingga diperoleh fungsi biaya dual menjadi :
1 -1
β
1
β
2
C = Y
β1+ β2
β
β1+ β2
β
1 -1
β
2
p
1
+ p
1
β1+ β2
β
2 -1
β
1
p
2
+ p
2
β1+ β2
27
Secara lebih sederhana dapat juga ditulis sebagai berikut : C = f Y, P
1
, P
2
.......................................................................... 28
β
1
merupakan hasil estimasi fungsi produksi stochastic frontier, P
xj
merupakan harga dari input-input produksi ke-j. Harga tersebut diperoleh dari harga input
yang berlaku di daerah penelitian ketika penelitian berlangsung. Variabel Y merupakan tingkat output observasi dari petani responden. Efisiensi ekonomi
economic efficiency didefinisikan sebagai rasio total biaya produksi minimum yang diobservasi C dengan total biaya produksi aktual C Jondrow et al.,
1982 dalam Ogundari dan Ojo, 2006. C EC
i
|u
i
= 0, Y
i
, P
i
EE = = = E[exp U
i
ε] ...............
29
C EC
i
|u
i
, Y
i
, P
i
dimana EE bernilai 0 ≤ EE
i
≤ 1. Efisiensi ekonomis ini merupakan gabungan dari efisiensi teknis dan alokatif. Pengukuran efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis
dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut secara terintegrasi, membutuhkan sebuah fungsi produksi yang bersifat homogen. Fungsi produksi
yang memenuhi kriteria homogenitas adalah fungsi produksi Cobb-Douglas.
3.2. Teori Daya Saing
Konsep daya saing sesungguhnya berakar dari konsep keunggulan komparatif yang pertama kali dikenal dengan Model Ricardian. Dalam konsep
tradisional, teori keunggulan komparatif didefinisikan sebagai bentuk keunggulan
nilai produk suatu negara yang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dipekerjakan untuk memproduksi barang tersebut. Ricardo menganggap
keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja labor theory of value yang menyatakan hanya satu faktor produksi yang penting yang menentukan nilai suatu
komoditas yaitu tenaga kerja. Nilai suatu komoditas adalah proporsional dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkannya. Dengan demikian
cara pandang Model Ricardian lebih menekankan unsur produktivitas dan sebagai faktor pentingnya Krugman dan Obstfeld, 2000.
Teori keunggulan komparatif Ricardo disempurnakan oleh teori biaya imbangan theory of opportunity cost. Argumentasi dasarnya adalah bahwa harga
relatif dari komoditas yang berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya imbangannya. Pada tahun 1993, Heckscher dan Ohlin H-O melakukan
pengembangan terhadap konsep keunggulan komparatif. Hal ini didasarkan pada pengaruh timbal balik perbedaan sumberdaya antara negara-negara atau daerah-
daerah. Melalui model ini dinyatakan bahwa perdagangan internasional atau daerah dipengaruhi oleh perbedaan sumberdaya antar negara. Teori H-O
menganggap bahwa tiap negara akan mengekspor komoditas yang secara relatif mempunyai faktor produksi berlimpah dan murah, serta mengimpor komoditas
faktor produksi yang relatif langka dan mahal. Penggunaan teori Ricardian dan H- O biasanya didasarkan pada model sederhana dengan asumsi : 1 hanya ada dua
negara, dua komoditas, dan menggunakan satu atau dua faktor produksi, 2 tidak ada mobilitas faktor produksi, 3 penawaran faktor tetap, 4 keseimbangan
dalam pembayaran balance of pyment, dan 5 tidak ada barang antara dan barang yang diperdagangkan Salvatore, 1996.
Salvatore 1996 keunggulan komparatif yang dimiliki dalam perdagangan memiliki sifat yang dinamis bukan statis. Sifat yang dinamis tersebut membuat
suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu mempertahankannya agar tidak tersaingi oleh negara lain
atau digantikan oleh komoditi substitusinya. Asumsi perekonomian yang tidak mengalami hambatan atau distorsi sama sekali sulit ditemukan pada dunia nyata,
khususnya di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. Oleh karena itu keunggulan komparatif tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur
keuntungan suatu aktivitas ekonomi dari sudut pandang badan atau orang-orang yang berkepentingan langsung dalam suatu proyek. Konsep yang lebih cocok
untuk mengukur kelayakan secara finansial adalah keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan kompetitif dikembangkan pertamakali oleh Porter
pada tahun 1980, yang bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan internasional yang ada. Menurut Porter 1990, kekuatan kompetitif menentukan
tingkat persaingan dalam suatu industri, baik domestik ataupun internasional yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam aturan persaingan tersebut terdapat lima
faktor persaingan, yaitu : 1 persaingan diatara perusahaan yang ada, 2 masuknya para pendatang baru barrier-entry, 3 kekuatan tawar-menawar
bargaining power para pembeli, 4 kekuatan tawar-menawar para pemasok, dan 5 ancaman dari barang jasa pengganti substitusi.
Porter menyatakan bahwa keunggulan perdagangan antar negara dengan negara lain di dalam perdagangan internasional secara spesifik untuk produk-
produk tertentu sebenarnya tidak ada. Fakta yang ada adalah persaingan antara kelompok-kelompok kecil industri yang ada dalam suatu negara. Oleh karena itu
keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dalam suatu sub sektor tertentu di suatu negara dengan meningkatkan produktivitas penggunaan
sumberdaya-sumberdaya yang ada. Porter 1990 menyatakan bahwa penentu daya saing adalah persaingan yang sehat antar industri, adanya diferensiasi
produk, dan kemampuan teknologi. Michael Porter mengemukakan bahwa istilah keunggulan kompetitif adalah bahasan dalam perspektif mikro bisnis.
Sedangkan istilah keunggulan komparatif merupakan kajian yang bergerak dalam dataran makro.
Asian Development Bank 1992 menyatakan bahwa di bawah asumsi adanya sistem pemasaran dan intervensi pemerintah, maka suatu negara akan
dapat bersaing di pasar internasional jika negara tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dalam menghasilkan suatu komoditas. Dengan demikian keunggulan
kompetitif mulai digunakan sebagai alat ukur kelayakan suatu aktivitas berdasarkan keuntungan privat privat profitability yang dihitung atas harga pasar
dan nilai uang resmi yang berlaku. Dalam perencanaan atau pengembangan produksi suatu komoditas tertentu, sebaiknya dipakai kedua konsep tersebut yaitu
konsep keunggulan komparatif digunakan untuk mengkaji secara ekonomi berdasarkan harga bayangan shadow price yang menunjukkan nilai faktor-faktor
input dan output pada kondisi pasar persaingan sempurna, sedangkan konsep keunggulan kompetitif untuk menganalisis secara finansial berdasarkan harga
pasar dari faktor input dan output pada kondidi pasar terdistorsi. Suatu komoditas dapat mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif
sekaligus, yang berarti komoditas tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau diusahakan dan dapat bersaing di pasar internasional. Akan tetapi apabila
komoditas yang diproduksi di suatu negara hanya mempunyai keunggulan komparatif namun tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka di negara tersebut
dapat diasumsikan terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan-hambatan yang mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan produsen seperti prosedur
administrasi, perpajakan dan lain-lain Novianti, 2003. Hal sebaliknya juga dapat terjadi bila suatu komoditas hanya memiliki
keunggulan kompetitif dan tidak memiliki keunggulan komparatif. Kondisi ini terjadi apabila pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditas tersebut
seperti misalnya jaminan harga, kemudahan perizinan dan kemudahan fasilitas lainnya Sudaryanto et al., 1993.
3.3. Analisis Kebijakan Pemerintah