Metode Penentuan Sampel 1. Output Transfer : OT I = A – E

Data yang dikumpulkan dari peternak meliputi penggunaan input, harga input dan output serta karakteristik peternak. Data input meliputi : 1 investasi usaha yang terdiri dari kandang dan peralatan, 2 jumlah penggunaan dan harga input, yaitu sapi bakalan meliputi bobot badan saat dibeli dan bobot akhir saat penjualan, pakan berupa hijauan dan konsentrat, vaksin, obat-obatan dan vitamin, tanaga kerja, umur ekonomis kandang dan peralatan, transportasi serta biaya tak terduga lainnya. Data lainnya sebagai pendukung dalam penelitian ini adalah data tentang karakteristik peternakan menyangkut identitas peternak dan teknis pemeliharaan curahan tenaga kerja, umur jual sapi, periode pemeliharaan per tahun. Data sekunder bersumber dari berbagai instansi terkait seperti Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistik, Ditjen Peternakan, Departemen Perdagangan dan Perindustrian, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan instansi terkait lainnya.

4.3. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan penggemukan sapi potong di Kecamatan Sungai Puar dan Kecamatan Tilatang Kamang, dimana untuk setiap Kecamatan dipilih dua Nagari dengan populasi sapi jantan tertinggi yaitu pada Kecamatan Sungai Puar adalah Nagari Batagak dan Padang Laweh, sementara untuk Kecamatan Tilatang Kamang meliputi Nagari Gadut dan Koto Tangah. Untuk Kecamatan Sungai Puar, dari populasi total peternak di Kedua Nagari sebanyak 184 peternak ditetapkan 30 sampel secara proporsional. Hal yang sama pada Kecamatan Tilatang kamang, ditetapkan 30 sampel dari total 173 peternak di Kedua Nagari, sehingga total sampel adalah 60 peternak yang diambil dengan metode simple random sampling dari data populasi peternak yang tersedia. Jumlah sampel ditetapkan secara kuota, mengacu pada pengambilan sampel dengan asumsi populasi menyebar normal, dimana menurut Cooper dan Emory 1996 untuk ukuran sampel yang cukup besar n 30 rata-rata sampel akan terdistribusi di sekitar rata-rata populasi yang mendekati distribusi normal. Penetapan peternak yang akan dijadikan sampel dilakukan dengan cara undian dengan batuan sampling frame yang berisi nama-nama peternak penggemukan sapi potong yang ada di lokasi yang sudah ditetapkan sebagai lokasi penelitian.

4.4. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi produksi sapi potong digunakan model fungsi produksi Stochastic Frontier. Sedangkan untuk menganalisis daya saing digunakan Policy Analysis Matrix PAM. Hasil analisis PAM menginformasikan keunggulan kompetitif dan komparatif serta dampak kebijakan terhadap usaha penggemukan sapi potong. Dalam penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Pilihan terhadap bentuk fungsi produksi ini diambil berdasarkan alasan sebagai berikut : 1 bersifat homogen, 2 lebih sederhana, 3 jarang menimbulkan masalah, dan 4 mengurangi terjadinya heteroskedastisitas. Menurut Binici et al. 1996, fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas telah digunakan secara luas dan teruji untuk mengkaji efisiensi produksi di negara-negara maju dan berkembang. Disamping itu fungsi stochastic frontier mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien dan terdapat dua jenis error term yaitu disamping kesalahan pengganggu yang terkait dengan faktor-faktor internal u i juga memuat kesalahan pengganggu faktor-faktor eksternal v i .

4.4.1. Analisis Produksi Usaha Ternak Sapi Potong

Dalam fungsi produksi, faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan kualitas produk yang dihasilkan adalah faktor-faktor produksi yang digunakan. Dalam usaha penggemukan sapi potong produksi didekati berdasarkan pertambahan bobot badan sapi, sedangkan faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi pertambahan bobot badan sapi adalah jumlah hijauan, konsentrat, jumlah tenaga kerja, obat-obatan, dummy umur sapi bakalan dan dummy pola penguasaan ternak. Dengan demikian model persamaan penduga fungsi produksi frontir dari usaha penggemukan sapi potong dapat ditulis sebagai berikut : lnY = β + β 1 lnX 1 + β 2 lnX 2 + β 3 lnX 3 + β 4 lnX 4 + β 5 lnX 5 + β 6 lnX 6 + Β 7 lnX 7 + v i – u i dimana : Y = pertambahan bobot badan kgrata-rata periode pemeliharaan X 1 = jumlah hijauan kg rata-rata periode pemeliharaan X 2 = jumlah konsentrat kgrata-rata periode pemeliharaan X 3 = jumlah tenaga kerja HOKrata-rata periode pemeliharaan X 4 = pengeluaran obat-obatan Rpperiode pemeliharaan X 5 = Dummy umur bakalan X 51 = 1 jika bakalan cukup umur yaitu ≥ 1 tahun dan X 52 = 0 jika bakalan belum cukup umur atau 1 tahun X 6 = Dummy pola penguasaan ternak X 61 = 1 jika milik sendiri dan X 62 = 0 jika sistem bagi hasil β = intersep β i = koefisien parameter penduga, dimana i = 1,2,3,......6 v i – u i = error term u i = efek inefisiensi teknis dalam model dan v i = efek faktor eksternaal yang tidak dimodelkan Nilai koefisien yang dipakai β 1 , β 2 , β 3 , β 5 , β 6 , β 6, 0 dan β 4 0. Nilai koefisien positif berarti dengan meningkatnya penggunaan input diharapkan akan meningkatkan produksi daging sapi.

4.4.2. Analisis Efisiensi Teknis

Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: TE i = exp -E[u i |ε i ] i = 1,...,N Dimana TE i adalah efisiensi teknis petani ke-i, exp-E[u i |ε i ] adalah harapan mean dari u i dengan syarat ε i , jadi 0 ≤ TE i ≤ 1 . Nilai efisiensi teknis tersebut berhubungan terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu cross section data. Metode inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli 1995 dalam Coelli 1996. Variabel u i yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis, diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N µ i , σ 2 . Untuk menentukan nilai parameter distribusi µ i efek inefisiensi teknis pada penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut : µ i = δ + δ 1 Z 1 + δ 2 Z 2 + δ 3 Z 3 + δ 4 Z 4 + δ 5 Z 5 + w it dimana : µ i = efek inefisiensi teknis Z 1 = umur peternak tahun Z 2 = pendidikan formal peternak tahun Z 3 = pengalaman beternak sapi tahun Z 4 = jumlah ternak sapi yang dipelihara ekor Z 5 = Dummy Status Usaha Z 51 = 1, jika usaha Utama dan Z 52 = 0, jika usaha sampingan Nilai koefisien yang diharapkan : δ 1 0 dan δ 2 , δ 3 , δ 4 0. Pengujian hipotesis parameter fungsi produksi frontier dan inefisiensi teknis menggunakan uji one-sided generalized likelihood ratio LR-test dengan persamaan sebagai berikut : L H LR = -2 ln = -2 { ln [ L H ] - [ L H 1 ] } L H 1 dimana LH dan LH 1 masing-masing adalah nilai dari fungsi likelihood dari hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya. Jika H : γ = δ 1 = δ 2 = .......... δ 4 = 0, menyatakan bahwa efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model fungsi produksi, maka kriteria uji dalah sebagai berikut : LR X 2 restriksi Tabel Kodde dan Palm maka tolak H LR X 2 restriksi Tabel Kodde dan Palm maka terima H Agar konsisten maka pendugaan parameter fungsi produksi dan inefficiency frontier dilakukan secara simultan dengan program FRONTIER 4.1 Coelli, 1996. Pengujian parameter stochastic frontier dan efek inefisiensi teknis dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama merupakan pendugaan parameter β i dengan menggunakan metode OLS. Tahap kedua merupakan pendugaan seluruh parameter β , β i , varians u i dan v i dengan menggunakan metode Maximum Likelihood MLE, pada tingkat kepercayaan α 15 persen. Hasil pengolahan program FRONTIER 4.1 menurut Aigner et al. 1977, dan Jondrow et al. 1982 dalam Coelli 1996, akan memberikan nilai perkiraan varians dalam bentuk parameterisasi sebagai berikut : σ 2 = σ 2 v + σ 2 u σ 2 u γ = σ 2 v Parameter dari varians ini dapat mencari nilai γ, oleh sebab itu 0 ≤ γ ≤ 1. Nilai parameter γ merupakan kontribusi efisiensi teknis di dalam efek residual total.

4.4.3. Analisis Daya Saing

Menurut Pearson et al. 2005 untuk mengetahui sejauh mana keunggulan kompetitif dan komparatif dilakukan pendekatan terhadap penggunaan sumberdaya domestik dan input tradable. Metode analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix PAM. Analisis PAM juga dapat mengukur dampak intervensi pemerintah pada suatu aktivitas ekonomi dalam hal ini usaha penggemukan sapi potong. Tahapan penggunaan metode PAM adalah : 1. Identifikasi input dan output dari usaha penggemukan sapi potong. 2. Menentukan harga bayangan input dan ouput usaha penggemukan sapi potong. 3. Memisahkan unsur biaya ke dalam kelompok tradable dan domestik. 4. Menghitung penerimaan usaha penggemukan sapi potong. 5. Menghitung dan menganalisis berbagai indikator keunggulan komparatif dan kompetitif pada usaha penggemukan sapi potong. Tabel 4. Policy Analysis Matrix PAM Biaya Uraian Penerimaan revenue Input tradable Faktor domestic Profit Nilai Finansial private price A B C D = A-B-C Nilai Ekonomi social price E F G H = E-F-G Divergensidampak kebijakan dan distorsi pasar I = A – E J = B – F K = C – G L = D-H = I-J-K Sumber : Monke dan Pearson 1995 Keterangan : D = private profitability; H = social profitability; I = output transfer; J = input transfer; K = factor transfer; L = net transfer A. Analisis Keuntungan 1. Private Profitability : D = A – B + C. Keuntungan privat merupakan indikator keunggulan kompetitif dari sistem komoditi berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Apabila D 0, berarti sistem komoditi itu memperoleh profit di atas normal. Hal ini memberikan implikasi bahwa komoditi itu mampu melakukan ekspansi, kecuali apabila sumberdaya terbatas atau adanya alternatif yang lebih menguntungkan. 2. Social Profitability : H = E – F + G . Keuntungan sosial merupakan indikator keunggulan komparatif atau efisiensi dari sistem komoditi pada kondisi tidak ada divergensi dan penerapan kebijakan yang efisien, apabila H 0. Sebaliknya bila H 0, berarti komoditi itu tidak mampu bersaing tanpa bantuan atau intervensi dari pemerintah.

B. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif 1.

Domestic Resource Cost Ratio DRCR = G E – F . Nilai DRCR merupakan indikator kemampuan sistem komoditi membiayai faktor domestik pada harga social. Jika DRCR 1 maka sistem komoditi tidak mampu hidup tanpa bantuan atau intervensi pemerintah, sehingga memboroskan sumberdaya domestik yang langka. Sebaliknya jika DRCR 1 dan atau lebih kecil lagi, maka sistem komoditi makin efisien dan memiliki daya saing tinggi keunggulan komparatif serta mampu hidup atau berkembang tanpa bantuan dan intervensi pemerintah disamping memiliki peluang ekspor yang lebih besar.

2. Private Cost Ratio PCR = C A – B

. Nilai PCR berapa menjelaskan berapa banyak sistem komoditi dapat menghasilkan untuk membayar faktor domestik dan tetap dalam kondisi kompetitif. Suatu usahatani atau ternak komoditi akan lebih kompetitif jika nilai D 0 atau nilai C harga privat faktor domestik A – B. Keuntungan maksimal akan diperoleh dengan cara meminimumkan biaya faktor domestic. Apabila PCR 1 dan atau nilainya lebih kecil lagi, maka artinya sistem produksi suatu usahatani atau ternak mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat dan kemampuannya semakin meningkat atau memiliki keunggulan kompetitif.

C. Dampak Kebijakan Pemerintah a. Kebijakan Output

a.1. Output Transfer : OT I = A – E

. Transfer output merupakan selisih antara penerimaan yang dihitung atas harga finansial private dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga bayangan atau sosial. Nilai OT menunjukkan terdapat kebijakan pemerintah yang dapat diterapkan pada output sehingga membuat harga output privat dan sosial berbeda. Jika nilai OT 0 menunjukkan adanya transfer dari masyarakat konsumen terhadap produsen, demikian juga sebaliknya.

a.2. Nominal Protection Coefficient on Output : NPCO = A E