domestik dengan pemberian subsidi positif, demikian juga sebaliknya, jika negatif atau FT 0 maka kebijakan lebih berpihak kepada
produsen atau petani-ternak.
c. Kebijakan Input-Output c.1.
Effective Protection Coefficient : EPC = A - BE - F . Koefisien
proteksi efektif merupakan analisis gabungan antara koefisien proteksi output nominal dengan koefisien input nominal. Nilai EPC
menggambarkan sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat produksi domestik dan merupakan tingkat transfer
kebijakan dari pasar output dan input tradable. Apabila EPC 1, berarti pemerintah menaikkan harga output dan atau input tradable di atas
harga efisien. Sebaliknya bila EPC 1 maka kebijakan tidak berjalan efektif.
c.2. Net Transfer : L = D – H
. Transfer bersih merupakan selisih antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan bersih sosialnya. Bila nilai
L 0 menunjukkan adanya tambahan surplus produsen yang disebabkan penerapan kebijakan pada input dan output. Sebaliknya jika
L 0 menunjukkan penurunan surplus produsen yang disebabkan oleh penerapan kebijakan input-output.
c.3. Profitability Coefficient : PC = D H
. Koefisien keuntungan adalah perbandingan antara keuntungan bersih privat dengan keuntungan
bersih sosial dan merupakan indikasi yang menunjukkan dampak insentif dari semua kebijakan. Apabila PC 1, berarti secara
keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada
produsen. Sebaliknya jika PC 1, maka kebijakan pemerintah membuat keuntungan menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan tanpa adanya
kebijakan.
c.4. Subsidy Ratio to Producer : SRP = L E
. Rasio subsidi untuk produsen merupakan proporsi dari penerimaan total pada harga sosial
yang diperlukan apabila subsidi digunakan sebagai satu-satunya kebijakan untuk menggantikan seluruh kebijakan komoditi dan
ekonomi makro. Apabila nilai SRP negatif artinya kebijakan pemerintah menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi lebih
besar dari biaya imbangannya opprtunity cost, dan sebaliknya jika SRP positif berarti produsen mengeluarkan biaya produksi lebih kecil
dari opportunity cost.
4.4.4. Metode Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing
Dalam PAM, input yang digunakan dalam proses produksi dapat dipisahkan menjadi: a tradable goods, dan b domestic factor non tradable
goods . Input kategori pertama adalah input yang dapat diperdagangkan di pasar
internasional, sedangkan input kategori kedua adalah input yang tidak dapat diperdagangkan di pasar internasional. Menurut Kadariah 1978, yang disebut
dengan tradable goods adalah barang yang: 1 sekarang di ekspor atau diimpor, 2 bersifat pengganti yang erat hubungannya dengan jenis lain yang di ekspor
atau diimpor, 3 komoditas selain diatas dan dilindungi oleh pemerintah, yang sebenarnya dapat diperdagangkan secara internasional.
Menurut Pearson et al. 1989 ada dua pendekatan yang digunakan untuk mengalokasikan biaya kedalam komponen domestik dan asing, yaitu pendekatan
total dan pendekatan langsung. Pada pendekatan total, setiap biaya dari input tradable
produksi domestik dibagi ke dalam komponen biaya domestik dan asing. Pertambahan input tradable diasumsikan dipenuhi dari produk domestik.
Pendekatan ini lebih tepat digunakan apabila produsen domestik dilindungi, sehingga tambahan penawaran input tradable datang dari produsen domestik.
Sedangkan pendekatan langsung mengasumsikan bahwa seluruh biaya input tradable
, baik diimpor maupun produksi domestik, dinilai sebagai komponen biaya asing. Pendekatan ini dipergunakan apabila tambahan permintaan input
tradable baik barang yang diimpor maupun produksi domestik dapat dipenuhi dari
perdagangan internasional. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini dalam mengalokasikan biaya komponen asing tradable dan domestik non tradable,
adalah pendekatan total.
4.4.5. Penentuan Harga Bayangan
Dalam penelitian ini untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga pasar harga privat atau harga aktual dan harga bayangan
harga sosial atau harga ekonomi. Harga pasar adalah tingkat harga pasar yang diterima petani dalam penjualan hasil produksinya hasil panen atau tingkat harga
yang dibayar dalam pembelian faktor produksi. Perhitungan harga bayangan menurut Gittinger 1986 dapat dilakukan
dengan mengeluarkan distorsi akibat adanya kebijakan pemerintah seperti subsidi, pajak, penentuan upah minimum dan lain-lain. Untuk komoditas yang tradable,
harga bayangan input dan output dari usaha ternak sapi dalam kelompok ekspor didekati dengan harga FOB Free on Board yaitu harga barang di pelabuhan
ekspor. Sedangkan harga bayangan dalam kelompok yang diimpor didekati dengan harga CIF Cost Insurance Freight, yaitu harga barang pelabuhan impor.
1. Harga Bayangan Output
Untuk output yang sedang atau kemungkinan diimpor, harga yang digunakan adalah CIF Cost Insurance Freight ditambah pengeluaran transfer atau biaya
tataniaga lainnya Simatupang dan Rusastra, 1990. Komoditas daging sapi merupakan salah satu output yang diimpor.
2. Harga Bayangan Lahan
Menurut Pearson et al. 2005 penentuan harga bayangan lahan dapat dilakukan melalui cara : 1 Pendapatan bersih usaha ternak atau tanaman
alternatif terbaik yang biasa ditanam pada lahan tersebut, 2 nilai sewa yang berlaku di daerah setempat, 3 nilai tanah yang hilang karena proyek, dan 4
tidak dimasukkan dalam perhitungan sehingga keuntungan yang didapat petani merupakan return to management and land. Dalam penelitian ini harga
bayangan akan ditetapkan sesuai dengan yang diusulkan Gittinger 1986 yaitu berdasarkan nilai sewa lahan. Hal ini didasari pada pemikiran bahwa
mekanisme pasar lahan di pedesaan berjalan baik.
3. Harga bayangan Tenaga kerja
Pearson et al. 2005 menyatakan bahwa peneliti tidak banyak menemukan divergensi yang mempengaruhi pasar tenaga kerja di Indonesia. Distorsi tidak
begitu signifikan karena ketentuan upah minimum tidak berlaku di sektor pertanian. Menurut Gittinger 1986 tenaga kerja di pedesaan umumnya bukan
tenaga ahli dan kenyataan yang ada masih terdapat pengangguran. Dalam
penelitian ini pengukuran harga bayangan tenaga kerja mengacu pada pendekatan produk marginal, dimana sebenarnya produk marginal masih dapat
ditingkatkan. Sehingga tingkat upah bayangan diduga lebih rendah dari upah aktual. Tingkat upah bayangan adalah upah aktual dikali persentase penduduk
yang bekerja.
4. Harga bayangan Sapi Bakalan
Sumber bibit atau bakalan sapi diperoleh dari hasil persilangan sapi impor dan lokal. Untuk itu harga bayangan bibit diasumsikan 50 persen terdiri dari
komponen tradable dan 50 persen terdiri dari komponen domestik. Untuk komponen domestik diasumsikan harga bayangan sama dengan harga pasarnya
harga di lokasi usaha. Sedangkan untuk komponen tradable yang berasal dari impor digunakan harga CIF ditambah dengan biaya transportasi dan tataniaga
lainnya.
5. Harga Bayangan Pakan Ternak
Hampir seluruh bahan baku penyusun konsentrat dedak dan ampas tahu dan juga hijauan dapat digolongkan sebagai komponen non tradable, maka harga
bayangannya diasumsikan sama dengan harga pasar, dimana didekati dengan harga konsentrat dedak dan ampas tahu yang berlaku di daerah penelitian.
Untuk harga hijauan didekati dengan harga ditingkat petani yang menggambarkan harga biaya produksi yang digunakan untuk menghasilkan
hijauan didekati dengan hasil perkalian antara jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menyediakan hijauan dengan harga bayangan tenaga kerja
tiap satuan atau total hijauan. Sedangkan bahan pakan suplemen berupa
mineral didekati dengan harga CIF ditambah biaya transportasi sampai di lokasi penelitian.
6. Harga Bayangan Obat-obatan
Harga bayangan untuk obat-obatan walaupun sudah diproduksi di dalam negeri namun sebagian bahan bakunya masih diimpor, sehingga harga bayangan
untuk mineral dan obat-obatan berdasarkan harga CIF ditambah dengan biaya tataniaga lainnya.
7. Harga Bayangan Kandang dan Peralatan
Harga bayangan kandang menurut Pearson et al. 2005 dapat dihitung dengan menggunakan Capital Cost Recovery Factor CRCF, yang merupakan cara
penghitungan yang sederhana yang memperhitungkan tingkat bunga modal sebagai balas jasa untuk modal atau return to capital dan biaya penyusutan
investasi return of capital. Dalam penelitian ini sebagian besar bahan bangunan kandang dan peralatan merupakan hasil produksi domestik, maka
harga bayangan kandang dan peralatan sama dengan harga privat yang dihitung berdasarkan nilai penyusutannya.
8. Harga Bayangan Nilai Tukar Rupiah
Harga bayangan nilai tukar uang adalah harga uang domestik dalam kaitannya dengan mata uang asing yang terjadi pada pasar nilai tukar uang pada kondisi
persaingan sempurna. Salah satu pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang adalah harga bayangan harus berada pada tingkat
keseimbangan nilai tukar uang. Keseimbangan terjadi apabila dalam pasar uang, semua pembatas dan subsidi terhadap ekspor dan impor dihilangkan.
Keseimbangan nilai tukar uang dapat dihitung mengunakan Standard Conversion Factor
SCF sebagai faktor koreksi terhadap nilai tukar resmi yang berlaku. Tsakok 1990 mengemukakan formula sebagai berikut :
OER SCF =
SER OER
SER = SCF
Nilai dari barang dagang pada border price Atau SCF =
Nilai dari barang dagang pada harga domestik X
t
+ M
t
Atau SCF = X
t
– TX
t
+ M
t
+ TM
t
dimana : SCF = Standard Conversion Factor faktor konversi standar tahun ke-t
SER = Shadow Exchange Rate nilai tukar bayangan tahun ke-t OER = Official Exchane Rate nilai tukar resmi pemerintah
X
t
= Nilai Ekspor tahun ke-t Rp TX
t
= Pajak Ekspor tahun ke-t Rp M
t
= Nilai Impor tahun ke-t Rp TM
t
= Pajak Impor tahun ke-t Rp Berdasarkan uraian diatas, dimana komponen input dalam analisis ini
dipisahkan antara komponen tradable dan komponen non tradable domestik, maka secara ringkas harga bayangan dan komponen masing-masing input
ditunjukkan oleh Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5. Harga Privat dan Sosial Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam
Uraian Harga Privat
Harga Bayangan Sosial
1. Output
Harga yang berlaku dipasar Harga perbatasan CIF +
ongkos angkut dari pelabuhan ke pasar tingkat kecamatan
Pearson et all. 2005
2. Lahan
Sewa lahan Private Opportunity Cost
Sama dengan harga privat 3.
Tenaga Kerja Tingkat upah yang berlaku di daerah penelitian.
Berdasarkan konsep produk marginal Gittinger,1986
Mempertimbangkan tingkat pengangguran, sehingga 93
dari upah aktual.
4. Bakalan
Harga yang dibayarkan peternak
50 komponen tradable dan 50 komponen non tradable.
jenis sapi yang dipelihara hasil persilangan sapi asal
impor dengan sapi lokal
5. Pakan
• Mineral
• Pakan domestik :
- Dedak dan ampas tahu: Harga yang berlaku
- Hijauan : Jam kerja untuk
mencari hijauan dikali tingkat upah
Harga perbatasan CIF + ongkos angkut dari pelabuhan
ke pasar tingkat kecamatan Sama dengan harga privat
Sama dengan harga privat
6. Obat-obatan
Harga yang berlaku + biaya untuk dokter hewan
Harga Perbatasan CIF + ongkos angkut dari pelabuhan
ke pasar tingkat kecamatan
7. Biaya
Kandang dan Peralatan
Biaya Penyusutan kandang dan peralatan
Sama dengan harga privat
8. Nilai Tukar
Nilai tukar yang berlaku pada saat penelitian
berlangsung Keseimbangan nilai tukar
uang yang didekati dengan menggunakan Standard
Conversion Factor
SCF
Tabel 6. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Tradable dan Komponen Biaya Domestik
Jenis Biaya Komponen
Tradable Komponen
Domestik Sapi bakalan
50.00 50.00
Hijauan 0.00
100.00 Dedal
0.00 100.00
Ampas Tahu 0.00
100.00 Mineral
80.00 20.00
Tenaga Kerja 0.00
100.00 Obat-obatan
80.00 20.00
Urea 33.70
64.30 Kandang
0.00 100.00
Peralatan 0.00
100.00 Sewa lahan
0.00 100.00
Transportasi 54.47
45.53
4.5. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, dimana dilakukan masing-
masing ataupun dengan mengkombinasikan beberapa variabel. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang telah diuraikan dalam Bab sebelumnya,
menyatakan bahwa nilai elastisitas jangka pendek maupun jangka panjang menunjukkan bahwa perubahan produksi daging sapi dalan negeri relatif paling
respon terhadap perubahan harga daging sapi dalam negeri dan harga ternak sapi Kariyasa, 2004. Disamping itu hasil lainnya yang menunjukkan bahwa kenaikan
harga input produksi pada usahaternak sapi juga menurunkan produksi Priyanti, 2007. Kebijakan yang sering dilakukan pemerintah adalah mengintervensi pasar
dengan menentukan harga input atau output. Oleh karena itu pada penelitian ini komponen input pakan dan pupuk serta harga output dianggap sangat
berpengaruh terhadap penerimaan dan keuntungan usaha ternak yang dikaitkan dengan keunggulan kompetitif dan komparatif pada usaha penggemukan sapi
potong. Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis
suatu aktivitas ekonomi jika terjadi perubahan dalam perhitungan biaya dan manfaat. Dalam analisis sensitivitas usaha penggemukan sapi potong dilakukan
simulasi yang selanjutnya akan dilakukan analisis sensitivitas untuk memperoleh bentuk kebijakan yang efektif, yaitu :
1. Analisis sensitivitas harga input pakan naik 20 persen
2. Analisis sensitivitas harga output turun sebesar 15 persen.
3. Analisis sensitivitas harga pupuk naik 15 persen
4. Analisis sensitivitas gabungan dari butir 1 dan 2 serta 2 dan 3.
Dasar pertimbangan dari analisis kepekaan di atas sebagai berikut : 1.
Komponen pakan merupakan porsi terbesar dalam biaya produksi usaha ternak sapi potong. Dimana 60-70 persen dari biaya yang dikeluarkan adalah
untuk pakan. Disamping itu harga pakan juga berfluktuasi dari waktu ke waktu. Dari tahun 2002-2008 kenaikan harga bahan baku pakan ternak
bervariasi dengan rata-rata 18.3 persen. Dengan demikian berarti tingkat perubahan harga pakan mendekati 20 persen. Oleh karena itu perubahan
terhadap harga pakan akan mempengaruhi daya saing usaha ternak sapi potong.
2. Studi terdahulu menunjukkan bahwa perubahan produksi daging sapi dalam
negeri relatif paling respon terhadap perubahan harga daging sapi dalam negeri dan harga ternak sapi, dan secara teori untuk peternakan rakyat
memang kedua peubah ini yang paling berpengaruh. Dari tahun 1985-2004 rata-rata kenaikan harga daging sapi dalah 14.3 persen atau mendekati 15
persen. Untuk itu sangat menarik untuk mengetahui perubahan daya saing jika terjadi kenaikan harga daging sapi domestik sebear 15 persen.
3. Harga Eceran Tertinggi HET merupakan harga jual pupuk yang ditetapkan
oleh Menteri Pertanian dalam bentuk Peraturan Menteri Pertanian. Harga HET pupuk urea periode 2005-2009 meningkat sekitar 15 persen
Departemen Pertanian, 2009.
4.6. Definisi Operasional Variabel