Definisi Operasional Variabel METODOLOGI PENELITIAN

2. Studi terdahulu menunjukkan bahwa perubahan produksi daging sapi dalam negeri relatif paling respon terhadap perubahan harga daging sapi dalam negeri dan harga ternak sapi, dan secara teori untuk peternakan rakyat memang kedua peubah ini yang paling berpengaruh. Dari tahun 1985-2004 rata-rata kenaikan harga daging sapi dalah 14.3 persen atau mendekati 15 persen. Untuk itu sangat menarik untuk mengetahui perubahan daya saing jika terjadi kenaikan harga daging sapi domestik sebear 15 persen. 3. Harga Eceran Tertinggi HET merupakan harga jual pupuk yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dalam bentuk Peraturan Menteri Pertanian. Harga HET pupuk urea periode 2005-2009 meningkat sekitar 15 persen Departemen Pertanian, 2009.

4.6. Definisi Operasional Variabel

Masing-masing variabel dan pengukurannya perlu dijelaskan agar diperoleh kesamaan terhadap konsep-konsep dalam penelitian ini : 1. Pertambahan bobot badan sapi Y adalah kenaikan bobot badan sapi selama periode pemeliharaan yang diperoleh dari pengurangan berat badan akhir pemeliharaan dan berat awal pemeliharaan, yang dalam analisis didekati dengan pertambahan bobot badan selama 14.3 bulan rata-rata periode pemeliharaan dalam satuan kilogram. 2. Hijauan X 1 merupakan jumlah hijauan yang diberikan selama periode pemeliharaan dalam satuan kilogram. 3. Konsentrat X 2 adalah jumlah konsentrat yang terdiri dari dedak, kulit ubi, dan mineral dalam satuan kilogram. 4. Tenaga Kerja X 3 adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses produksi usaha penggemukan sapi potong selama periode pemeliharaan yang dihitung dalam Hari Orang Kerja HOK, dimana satu HOK adalah 8 jam bekerja sehari. Nilai satu HOK dihitung dengan upah setara kerja pria. 5. Pengeluaran obat-obatan X 4 adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian obat-obatan berupa vitamin, antibiotik, dan obat cacing selama periode pemeliharaan dalam Rupiah. 6. Dummy umur bakalan X 5 adalah umur sapi bakalan yang dunakan saat memulai penggemukan, yaitu : sapi bakalan dikatakan cukup umur jika sapi bakalan tersebut sudah ganti gigi umur minimal 1 tahun. 7. Dummy Penguasaan ternak X 6 adalah berkaitan dengan status kepemilikan ternak, dimana status kepemilikan ternak terdiri dari milik sendiri dan bagi hasil. 8. Umur peternak Z 1 adalah usia peternak responden yang melakukan usaha penggemukan sapi potong pada saat penelitian berlangsung dinyatakan dalam tahun. 9. Pendidikan formal peternak Z 2 adalah jumlah total waktu yang dibutuhkan peternak untuk menempuh pendidikan formal mulai dari SD hingga pendidikan terakhirnya, dinyatakan dalam tahun. 10. Pengalaman peternak Z 3 adalah lamanya waktu yang telah dilalui peternak sejak pertama kali mulai mengusahakan penggemukan sapi potong hingga saat penelitian dilakukan, dinyatakan dalam tahun. 11. Dummy status usaha Z 4 adalah terkait dengan peran usaha tersebut bagi peternak, yaitu sebagai usaha utama atau usaha sampingan. 12. Periode Pemeliharaan adalah waktu yang dibutuhkan untuk memelihara sapi potong mulai dari awal pemeliharaan sapi bakalan sampai sapi tersebut dijual. Dalam analisis produksi, periode pemeliharaan yang digunakan adalah periode pemeliharaan rata-rata dari peternak responden dalam satuan bulan. 13. Harga bayangan adalah harga input atau output yang dihitung dengan semua distorsi dikeluarkan, atau dengan asumsi pasar bersaing sempurna. 14. Input tradable adalah input yang dapat diperdagangkan di pasar internasional, baik yang diekspor maupun diimpor. 15. Input domestik non tradable adalah input yang tidak diperdagangkan di pasar internasional, dimana diproduksi di dalam negeri dan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri pula. 16. Harga Perbatasan border price adalah harga input atau output yang berlaku dipelabuhan, yaitu Cost Insurance Freight CIF untuk yang diimpor dan Free On Board FOB untuk yang diekspor, dimana dikonversi kedalam Rupiah.

V. TINJAUAN UMUM USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIA

Pada periode 2005-2008, Departemen Pertanian melaksanakan tiga program utama pembangunan pertanian, yaitu: 1 peningkatan ketahanan pangan, 2 pengembangan agribisnis, dan 3 peningkatan kesejahteraan petani. Pembangunan peternakan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan untuk mengembangkan kemampuan masyarakat petani khususnya masyarakat petani peternak, agar mampu melaksanakan usaha produktif dibidang peternakan secara mandiri. Usaha tersebut dilaksanakan bersama oleh petani peternak, pelaku usaha dan pemerintah sebagai fasilitator yang mengarah kepada berkembangnya usaha peternakan yang efisien dan memberi manfaat bagi petani peternak. Pembangunan peternakan di Indonesia ditujukan kepada upaya peningkatan produksi peternakan yang sekaligus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, mendorong pengembangan agroindustri dan agribisnis dan mengembangkan sumber daya peternakan. Program pengembangan agribisnis diarahkan untuk memfasilitasi kegiatan yang berorientasi agribisnis dan memperluas kegiatan ekonomi produktif petani, serta meningkatkan efisiensi dan daya saing. Upaya peningkatan daya saing usaha ternak sapi potong rakyat secara teknis dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas sehingga produknya dapat dijual pada tingkat harga yang cukup murah tanpa mengurangi keuntungan peternak.