II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Usaha Penggemukan Sapi Potong
Penggemukan adalah suatu usaha pemeliharaan sapi yang bertujuan untuk mendapatkan produksi daging berdasarkan pada peningkatan bobot badan tinggi
melalui pemberian makanan yang berkualitas dan dengan waktu yang sesingkat mungkin. Secara umum penggemukan sapi dapat dilakukan secara dikandangkan
feedlot fattening dan di padang rumput pasture fattening. Menurut Basuki 2000 tujuan pemeliharaan sapi sistem feedlot adalah untuk mendapatkan
keuntungan dari penjualan sapi dikurangi biaya produksi yang terdiri dari biaya bibit bakalan, pemeliharaan bakalan, biaya pakan, upah tenaga, dan lain-lain.
Dalam biaya variabel, biaya pakan dapat mencapai 70-80 persen, sehingga efisiensi penggunaan pakan penting diperhatikan dan juga sangat berpengaruh
terhadap kualitas karkas dan daging yang dihasilkan. Parameter yang penting diperhatikan dalam operasional usaha feedlot
adalah laju pertumbuhan, efisiensi pertambahan bobot badan, nilai konversi pakan yang efisien, produksi karkas dan daging, dan rasio feed cost gain yang ekonomis
Dyer dan O’Mary, 1977. Menurut Bowker et al. 1978 efisiensi usaha feedlot sangat ditentukan oleh imbangan antara pakan yang dikonsumsi dengan produk
yang dihasilkan. Pakan dengan kualitas yang baik umumnya dapat meningkatkan efisiensi produksi, namun demikian biaya pakan harus diperhitungkan dengan
nilai produk yang dihasilkan. Pertambahan bobot badan sapi terkait dengan pertumbuhan ternak.
Pertumbuhan menurut Williams 1982 adalah perubahan bentuk atau ukuran
seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan panjang, volume ataupun massa. Menurut Aberle et al. 2001 pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan
tinggi, panjang, ukuran lingkar, dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum, dan mendapat tempat berlindung yang
layak. Peningkatan sedikit saja ukuran tubuh akan menyebabkan peningkatan yang proporsional dari bobot tubuh, karena bobot tubuh merupakan fungsi dari
volume. Pertumbuhan mempunyai dua aspek yaitu menyangkut peningkatan massa persatuan waktu, dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk dan
komposisi sebagai akibat dari pertumbuhan diferensial komponen-komponen tubuh Lawrie, 2003.
Di bawah kondisi lingkungan yang terkendali, bobot ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang tinggi sampai
dicapainya pubertas. Setelah pubertas dicapai, bobot badan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang semakin menurun, dan akhirnya tidak
terjadi peningkatan bobot badan setelah dicapai kedewasaan. Pertumbuhan selanjutnya adalah pertumbuhan negatif atau tidak terjadi lagi penambahan bobot
badan bahkan terjadi penurunan bobot badan karena ketuaan Tulloh, 1978; Edey, 1983.
Dalam suatu usaha ternak sapi potong, faktor produksi juga mempunyai peranan yang penting dalam melaksanakan usaha ternak sapi potong tersebut
seperti dalam melaksanakan usahatani lainnya. Untuk menghasilkan suatu hasil produksi yang baik diperlukan kerjasama beberapa faktor produksi yang meliputi
lahan, modal, tenaga kerja, dan keahlian peternak, tentunya kombinasi faktor - faktor produksi tersebut perlu digunakan secara efisien sehingga dapat
memberikan keuntungan yang baik bagi para peternak. Keberhasilan pemeliharaan sapi ini sangat ditentukan oleh kualitas sapi bakalan atau bibit yang
dipilih serta sistem usaha dan pemeliharaan ternak sapi potong yang dikelola oleh peternak tersebut yang meliputi seleksi jenis bibit, sistem perkandangan,
pemberian pakan hijau, pemberian air minum, kebersihan ternak sapi potong dan kandang, serta pemberian obat-obatan Santoso, 2008.
Bagi para peternak, pengetahuan dan keahlian yang baik akan pemeliharaan sapi potong juga sangat berpengaruh terhadap kualitas produksi
yang dihasilkan, tentunya apabila hasil produksi usaha yang diperoleh sangat baik, maka akan baik pula pengaruhnya terhadap pendapatan yang diperoleh, sehingga
diperkirakan bahwa usaha ternak sapi potong tersebut dapat memberikan kontibusi atau pemasukan yang cukup terhadap pendapatan keluarga.
Studi terdahulu telah banyak yang membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usahatani dengan berbagai model fungsi produksi
yang digunakan. Namun untuk usaha ternak khususnya penggemukan sapi potong masih jarang dan umumnya menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas.
Arfa’i 1992 dan Lutfiadi 1999 telah melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha ternak sapi potong. Kedua
penelitian tersebut menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dalam analisisnya. Hermawan et al. 2006 dan Trestini 2006 melakukan penelitian
tingkat efisiensi teknis sapi potong menggunakan fungsi produksi frontier. Penelitian Arfa’i 1992 menunjukkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh
nyata terhadap pertambahan bobot badan selama pemeliharaan adalah jumlah pemberian konsentrat P 0.05, jumlah pemberian hijauan P 0.01 dan bangsa
sapi yang dipelihara P 0.01. Disamping itu penggunaan faktor produksi pada perusahaan yang diamati sudah mencapai tingkat penggunaan yang rasional
sedangkan secara ekonomis penggunaan faktor produksi belum efisien. Penelitian Lutfiadi 1999 menghasilkan bahwa telah tercapai efisiensi teknis untuk
pemanfaatan konsentrat dan hijauan, sedangkan penggunaan biaya overhead dan tenaga kerja tidak efisien.
Trestini 2006 menghasilkan bahwa rata-rata nilai efisiensi teknis usaha ternak adalah 78.6 persen, yaitu berada antara 30.6 sampai 97.6 persen. Efisiensi
teknis berhubungan positif dengan jumlah Livestock Unit LSU, nilai produksi daging per ekor LSU, dan pembelian pakan. Sebaliknya efisiensi teknis
berkorelasi negatif dengan intensifikasi penggunaan bangunan kandang dan tenaga kerja per LSU.
Penelitian Hermawan et al. 2006 menggunakan metode yang berbeda dalam mengukur efisiensi teknis usaha ternak yaitu mengacu pada pendekatan
Timmer yang
mengukur efisiensi teknis suatu usaha ke-i sebagai rasio dari keluaran aktual terhadap keluaran potensial pada tingkat penggunaan masukan
dalam usahatani i, atau mengukur seberapa banyak kelebihan masukan yang digunakan jika usahatani-i berada dalam frontier
.
Penelitian tersebut menghasilkan, untuk peternak di Blora, pada usaha ternak sapi, luas lahan
berkorelasi positif dengan jumlah sapi, pendapatan, serta efisiensi teknis. Selanjutnya diperoleh bahwa di Temanggung dan di Blora, jumlah ternak sapi
dan kambing atau domba dan efisiensi teknis juga berkorelasi positif dengan pendapatan petani. Disimpulkan bahwa efisiensi teknis usaha ternak di dua
kabupaten masih rendah 0.23-0.51 dan peranannya sebagai sumber pendapatan
petani juga tidak terlalu besar 1.7 persen untuk Blora dan 7.2 persen untuk Temanggung. Penelitian Elly 2008 mengemukakan bahwa produksi ternak sapi
dihitung berdasarkan berat badan ternak sapi, dimana rata-rata produksi ternak sapi selama setahun di Minahasa dan Boolang Mongondow masing-masing
sebesar 330.99 kg dan 249.25 kg. Input produksi yang menentukan dalam produksi adalah pakan dan obat-obatan.
Kajian terdahulu mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani yaitu Riyanto 2000 dan Afrizal 2009. Penelitian-penelitian
tersebut menggunakan model fungsi produski Cobb-Douglas dalam penelitiannya. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada bawang merah
di Brebes yang dilakukan oleh Riyanto 2000 menghasilkan bahwa peubah bebas yang digunakan dapat menerangkan keragaman produksi dengan R
2
sebesar 94 persen. Semua input tidak tetap berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99
persen, kecuali Urea pada tingkat kepercayaan 95 persen. Penelitian lainnya yang juga menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas
dalam penelitiannya yaitu penelitian Afrizal 2009 yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menjadi determinan dalam usahatani gambir perkebunan rakyat
di Kabupaten Lima Puluh Kota yang berpengaruh secara nyata sebagai input adalah tenaga kerja, luas lahan, jumlah tanaman gambir yang menghasilkan, umur
tanaman dan penggunaan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit. Disamping itu pengalaman petani dalam berusahatani gambir, frekuensi panen
dan cara tanam juga mempengaruhi tingkat produksi secara nyata. Fungsi Produksi Cobb-Douglas juga digunakan dalam penelitian untuk
menganalisis efisiensi ekonomis suatu usahatani, seperti yang dilakukan oleh
Riyanto 2000 dan Purmiyanti 2002. Penelitian Riyanto 2000 menghasilkan bahwa secara ekonomis penggunaan input belum efisien yang ditunjukkan oleh
nilai NPMBKM tidak sama dengan satu. Penelitian untuk komoditas bawang merah menghasilkan bahwa luas lahan, benih, pupuk P, pupuk K, tingkat
pendidikan, status garapan, dan varietas bibit berpengaruh terhadap produksi. Pengujian
efisiensi ekonomis
penggunaan input
dilakukan dengan
membandingkan Nilai Produk Marginal VMP
xi
dari setiap input terhadap harga input tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rasio nilai produk
marginal terhadap harga masing-masing input dalam produksi bawang merah masih belum efisien.
Selain penelitian yang menggunakan pendekatan fungsi produksi Cobb- Douglas, ada metode lain yang juga dapat digunakan dalam mengukur tingkat
efisiensi suatu usahatani. Utama 2003 melakukan penelitian dengan metode pendekatan fungsi produksi stochastic frontier menggunakan Maximum
Likelihood MLE menghasilkan bahwa nitrogen, penggunaan tenaga kerja,
insektisida, irigasi, dan program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu SLPHT mempunyai hubungan yang positif dan mempengaruhi secara nyata
terhadap produksi. Sebaliknya Rodentisida mempunyai hubungan yang negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi padi. Ini berarti bahwa penggunaan
Rodentisida akan menurunkan produksi padi. Penelitian Sukiyono 2005 yang menggunakan fungsi produksi frontier
yang diduga dengan metode MLE Maximum Likelihood Estimation menghasilkan bahwa sebagian besar peubah nyata secara statistik pada setiap
tingkat kepercayaan kecuali untuk peubah pupuk urea dan benih yang digunakan.
Tingkat efisiensi teknik yang dicapai petani berbeda-beda dari sekitar 7 persen sampai 99 persen dengan rata-rata 65 persen. Namun secara umum tingkat
efisiensi teknik yang dicapai oleh petani cabai merah di daerah penelitian cukup tinggi. Singh 2007 menggunakan pendekatan stochastic frontier dalam
penelitiannya menghasilkan bahwa estimasi technical efficiency mengindikasikan bahwa usahatani dengan skala yang kecil lebih efisien dibandingkan skala
menengah dan besar.
2.2. Sumber-Sumber dan Tingkat Daya Saing Usaha Peternakan Sapi