Tabel 11 menunjukkan bahwa di Kedua Kecamatan wilayah penelitian ini, usaha penggemukan sapi potong secara umum masih sebagai usaha sampingan,
yaitu rata-rata 63.33 persen dari keseluruhan peternak responden. Dibandingkan antara Kedua Kecamatan tersebut, maka peternak di Kecamatan Tilatang Kamang
lebih banyak yang menjadikan usaha ini sebagai usaha utama yaitu 53.33 persen, sedangkan di Kecamatan Sungai Puar hanya sebanyak 20 persen.
Dilihat dari kondisi status usaha penggemukan sapi potong di daerah penelitian, terlihat bahwa peternak memiliki pekerjaan utama diluar usaha ternak
sapi, dimana sebagian besar peternak menjadikan usahatani khususnya tanaman sayuran dan hortikultura sebagai usaha utama. Usahatani yang banyak diusahakan
peternak di Kecamatan Tilatang Kamang adalah padi sawah, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan cabe. Sedangkan di Kecamatan Sungai Puar diantara
tanaman hortikultura dan sayuran yang banyak diusahakan peternak adalah tanaman kentang, kubis, sawi, wortel, cabe, tomat, dan sayuran lainnya. Hal ini
didukung oleh kondisi wilayah dimana memiliki tanah yang subur, udara sejuk karena berada di wilayah pegunungan.
Kondisi ini dapat dijadikan peluang untuk pengembangan usaha penggemukan sapi potong, dimana hasil limbah pertanian tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai pakan alternatif untuk ternak sapi potong. Hal ini juga dapat dijadikan kesempatan untuk pengembangan usahatani ternak.
6.2.2. Pemilikan Ternak Sapi Potong
Usaha penggemukan sapi potong yang masih diusahakan sebagai usaha sampingan dapat juga dilihat dari jumlah kepemilikan sapi yang masih rendah
yaitu secara keseluruhan rata-rata 2.4 ekor. Rata-rata kepemilikan sapi di Tilatang
Kamang lebih tinggi yaitu 3.3 ekor, sedangkan Kecamatan Sungai Puar rata-rata 1.5 ekor. Karakteristik peternak sapi berdasarkan jumlah kepemilikan sapi dapat
dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi oleh Peternak Responden di
Kabupaten Agam Kec. Sungai Puar
Kec. Tilatang Kamang Jumlah Kepemilikan
Sapi Jumlah
Jumlah 1 – 3
30 100.00
20 66.67
4 – 6 0.00
7 23.33
6 0.00
3 10.00
Jumlah 30
100.00 30
100.00 Tabel 12 menunjukkan bahwa kepemilikan sapi di Kecamatan Tilatang
Kamang sebagian besar adalah 1-3 ekor 66.67 persen, diikuti oleh kepemilikan 4-6 ekor 23.33 persen, dan kepemilikan 6 ekor hanya 10 persen. Sedangkan
kepemilikan ternak sapi oleh peternak di Kecamatan Sungai Puar lebih sedikit yaitu hanya berada pada kisaran 1-3 ekor 100 persen.
Kepemilikan ternak sapi yang masih dalam skala kecil ini pada masing- masing peternak juga disebabkan karena ternak sapi sebagian besar hanya
dijadikan sebagai tabungan keluarga. Disamping itu juga karena keterbatasan modal yang dimiliki peternak, yang terlihat dari pola penguasaan ternak masih
banyak dengan sistem bagi hasil sistem gaduh.
6.2.3. Pola Penguasaan Ternak Sapi Potong
Karakteristik usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Agam juga dicirikan oleh pola penguasaan ternak, dimana secara keseluruhan terdiri dari
milik sendiri 51.67 persen dan sistem bagi hasil atau gaduh 48.33 persen. Peternak di Kecamatan Sungai Puar lebih banyak yang mengelola usaha
ternaknya dengan sistem bagi hasil 66.67 persen, dan yang milik sendiri lebih sedikit 33.33 persen. Sedangkan peternak di Kecamatan Tilatang kamang lebih
dominan dengan pengelolaan milik sendiri 70 persen, dan sisanya 30 persen adalah sistem bagi hasil atau gaduh. Sistem bagi hasil disamping mengandung
unsur kerjasama bagi hasil, juga merupakan salah satu upaya dalam mengatasi kekurangan modal bagi peternak.
Tabel 13. Pola Penguasaan Ternak sapi Potong oleh Peternak responden di Kabupaten Agam
Kec. Sungai Puar Kec. Tilatang Kamang
Pola Penguasaan Ternak Sapi Potong
Jumlah Jumlah
Milik Sendiri 10
33.33 21
70.00 Sistem Bagi Hasil gaduh
20 66.67
9 30.00
Jumlah 30
100.00 30
100.00 Sistem bagi hasil ini ada dua variasi yaitu sistem bagi hasil berdasarkan
hasil penjualan sapi dengan pembagian 50-50 persen, dan sistem bagi hasil dengan 60-40 persen, dimana 60 persen hasil untuk peternak, dan 40 persen untuk
pemilik modal, dalam hal ini yang menyediakan sapi bakalan. Simatupang et al. 1994 menyatakan bahwa faktor pendorong timbulnya sistim gaduhan adalah :
1 belum berkembangnya lembaga keuangan desa, 2 bentuk usaha ternak masih bersifat usaha keluarga, 3 masih banyaknya keluarga yang berpenghasilan
rendah, dan 4 wilayah bersangkutan punya potensi produksi.
6.2.4. Pemeliharaan Ternak Sapi Potong