Harga bayangan Sapi Bakalan Harga Bayangan Sarana Produksi dan Peralatan

menggunakan matriks PAM akan diperoleh informasi daya saing kegiatan usaha penggemukan sapi potong di wilayah penelitian. Hasil analisis tersebut dapat memberikan informasi apakah sebaiknya pemerintah mengimpor atau memproduksi daging untuk mencukupi kebutuhan dalam negerinya, serta melihat dampak kebijakan pemerintah terhadap pengelolaan usaha penggemukan sapi potong. Dari analisis PAM dapat diketahui nilai PCR Private Cost Ratio dan DRC Domestic Resources Cost Ratio yang merupakan kriteria keunggulan kompetitif dan komparatif suatu komoditas.

7.2.1. Justifikasi Harga Bayangan 1. Harga Bayangan Output

Harga bayangan dalam hal ini sapi potong ditingkat peternak digunakan harga CIF cost insurance and freight. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa Indonesia sebagai net importir sapi potong. Kemudian dari harga border tersebut dilakukan penyesuaian dengan penambahan terhadap biaya penanganan dan angkutan. Harga output disesuaikan dengan nilai tukar Rupiah bayangan Shadow Exchange Rate . Harga bayangan sapi potong dalam penelitian ini ditetapkan rata-rata sebesar Rp. 13 741 741 per ekor. Harga ini diperoleh dari harga CIF sapi potong ditambah dengan biaya penanganan dan pengangkutan dan dikalikan dengan Shadow Exchange Rate SER yaitu sebesar Rp. 11 004.42.

2. Harga bayangan Sapi Bakalan

Sumber bibit atau bakalan sapi diperoleh dari hasil persilangan sapi impor dan lokal. Untuk itu harga bayangan bibit diasumsikan 50 persen terdiri dari komponen tradable dan 50 persen terdiri dari komponen domestik. Untuk komponen domestik diasumsikan harga bayangan sama dengan harga pasarnya harga di lokasi usaha. Sedangkan untuk komponen tradable yang berasal dari impor digunakan harga CIF ditambah dengan biaya transportasi dan tataniaga lainnya. Rata-rata harga bayangan sapi bakalan adalah Rp. 8 990 281 per ekor.

3. Harga Bayangan Sarana Produksi dan Peralatan

Penentuan harga bayangan sarana produksi dan peralatan didasarkan pada harga border price untuk yang termasuk komoditi tradable dan harga domestik untuk input non tradable. Dalam penelitian ini yang termasuk input tradable adalah mineral, vitamin, antibiotik, obat cacing dan pupuk urea. Sedangkan bahan pakan berupa hijauan, dedak, dan ampas tahu serta peralatan yang digunakan pada usaha penggemukan sapi termasuk input non tradable. Harga bayangan untuk mineral dan obat-obatan walaupun sudah diproduksi di dalam negeri namun sebagian bahan bakunya masih diimpor, sehingga harga bayangan untuk mineral dan obat-obatan berdasarkan harga CIF. Biaya obat-obatan terdiri dari input tradable dan non tradable, dimana karena sebagian besar bahan bakunya adalah impor, maka ditetapkan 80 persen dihitung sebagai komponen tradable dan 20 persen sebagai komponen non tradable, seperti yang dilakukan oleh Adnyana et al. 1996. Untuk biaya komponen non tradable atau domestik vitamin, juga ditambahkan dengan biaya tip yang dikeluarkan untuk tenaga kesehatan hewan yang membantu dalam pengobatan. Harga CIF antibiotik ditambah biaya penanganan dan pengangkutan yaitu sebesar Rp. 875.54ml. Harga pupuk urea sampai saat ini masih disubsidi oleh pemerintah, yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 tahun 2010 yaitu tentang kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi HET pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun anggaran 2010, harga pupuk urea subsidi yaitu Rp. 1 600 per kilogram. Harga bayangan pupuk urea berdasarkan pada harga pupuk non subsidi di wilayah penelitian yaitu Rp. 3 500 per kilogram. Komponen biaya pupuk urea terdiri dari 33.7 persen tradable dan 64.3 persen non tradable, seperti yang dilakukan Kurniawan 2008.

4. Harga Bayangan Tenaga Kerja