Permintaan Minyak Sawit oleh Industri Minyak Goreng

sawit, seperti margarin, sabun, mie, oleokimia, serta biodiesel memerlukan insentif seperti suku bunga kredit yang murah sehingga mereka bersedia meningkatkan kapasitas produksinya yang berarti meningkatkan permintaan mereka terhadap minyak sawit. Pengaruh harga riil minyak mentah dunia terhadap permintaan minyak sawit oleh industri lain sebagai proksi permintaan minyak sawit oleh industri seperti sabun, mie, oleokimia, maupun biodiesel adalah tidak nyata. Ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memproduksi biodiesel di Indonesia masih sedikit dengan kapasitas produksi yang rendah sehingga perubahan harga riil minyak mentah dunia tidak menyebabkan perubahan yang signifikan pada produksi biodiesel yang ditunjukkan oleh permintaan minyak sawit oleh industri lain. Tabel 22. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Minyak Sawit oleh Industri Lain Variable Parameter Elastisitas Prob |T| Variable Estimate SR LR Label Intercept 1400.7280 0.2487 HRMSD -0.0092 -0.0484 -0.0510 0.9639 harga riil CPO Indonesia HRMKD 0.1838 0.8261 0.8701 0.2105 harga riil minyak kelapa Indonesia HRMMW 0.6389 0.0317 0.0334 0.9513 harga riil minyak mentah dunia LUPRIN -0.1085 -2.6159 -2.7552 0.2052 upah riil industri t-1 SBR -22.6230 -0.2357 -0.2482 0.0537 suku bunga BI riil TREN 14.4842 0.3784 0.3986 0.6640 Teknologi LDMSIL 0.0506 0.8359 DMSIL t-1 R-squared 0.3968 Prob|F| 0.3579 Durbin-h stat tak terdef Sumber : Data diolah 2010 Variabel tren yang merupakan proksi terhadap adopsi teknologi pada industri hilir minyak sawit selain industri minyak goreng memberikan pengaruh yang tidak nyata pula terhadap permintaan minyak sawit oleh industri lain seperti margarin, sabun, mie, oleokimia, serta biodiesel. Hal ini mengindikasikan bahwa teknologi produksi guna menghasilkan produk-produk tersebut belum mengalami kemajuan yang pesat. Harga riil minyak sawit Indonesia secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan minyak sawit oleh industri lain seperti margarin, sabun, mie, oleokimia, serta biodiesel. Hal ini menunjukkan bahwa para produsen yang menghasilkan produk-produk tersebut dalam menentukan jumlah produksi tidak berpatokan pada harga minyak sawit. Tanda positif pada harga minyak kelapa domestik, menunjukkan bahwa minyak kelapa merupakan input substitusi guna memproduksi produk olahan minyak sawit. Tidak nyatanya pengaruh harga minyak kelapa diduga karena bagi industri olahan minyak sawit tersebut, minyak kelapa atau minyak sawit bukan merupakan bahan baku utama, sehingga porsinya dalam biaya produksi tidaklah besar. Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui pula bahwa pengaruh dari tingkat upah industri terhadap permintaan minyak sawit oleh industri lain adalah tidak signifikan. Hal ini dikarenakan umumnya pada perusahaan penggunaan tenaga kerja sudah terikat pada suatu kesepakatan kerja. Sementara itu, permintaan minyak sawit oleh industri lain juga dipengaruhi oleh variabel bedakala, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata dengan nol. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada tenggang waktu dibutuhkan oleh permintaan minyak sawit oleh industri lain untuk menyesuaikan diri kembali atau kembali kepada tingkat keseimbangannya dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi.

5.3.7. Penawaran Minyak Sawit Domestik

Dalam studi ini penawaran minyak sawit domestik dinyatakan sebagai produksi dikurangi ekspor, ditambah impor, ditambah stok tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan peningkatan harga minyak sawit dunia yang semakin cepat, menstimulus produsen minyak sawit domestik untuk mengekspor minyak sawit yang dihasilkannya. Akibatnya, ketersediaan penawaran minyak sawit domestik akan bersifat residual, yaitu sisa produksi setelah dikurangi ekspor. Kemudian karena Indonesia juga mengimpor minyak sawit dan sebagian penawaran juga berasal dari stok tahun lalu, maka persamaan penawaran domestik dapat dituliskan sebagai berikut : SMSD t = QMSI t - XMSI t + MMSI t + STKMS t-1

5.3.8. Harga Minyak Sawit Domestik

Persamaan harga minyak sawit domestik dari model yang telah diduga ditentukan oleh penawaran minyak sawit Indonesia, permintaan minyak sawit Indonesia, harga riil ekspor minyak sawit Indonesia, dan harga minyak sawit domestik t-1. Berdasarkan hasil estimasi yang ditunjukkan pada Tabel 23, diketahui bahwa koefisien harga ekspor bernilai 0.8602 yang berarti kenaikan harga ekspor sebesar US. 1 per ton hanya akan meningkatkan harga minyak sawit domestik sebesar Rp 860.2 per ton. Jika diasumsikan nilai tukar rupiah terhadap US. adalah Rp 8 000, maka setiap kenaikan harga ekspor sebesar US. 1 hanya akan berdampak kenaikan sekitar 10.75 persen terhadap harga domestik. Hasil tersebut juga sesuai dengan fenomena aktual yang terjadi selama ini, yaitu terdapat selisih yang besar antara harga ekspor dan harga domestik dari minyak sawit. Kondisi ini dipercayai oleh banyak pakar sebagai permasalahan utama penyebab tingginya harga minyak goreng di dalam negeri karena produsen