membuktikan bahwa masalah serial korelasi hanya mengurangi efisiensi estimasi parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan bias parameter regresi.
Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, dengan mempertimbangkan model yang cukup besar dengan periode pengamatan yang cukup panjang, maka hasil
estimasi model cukup representatif menangkap fenomena ekonomi dari industri minyak sawit baik di pasar domestik maupun pasar dunia. Hal ini sejalan dengan
pendapat Pindyc dan Rubinfield 1981, bahwa evaluasi model lebih tergantung kepada tujuan dari perumusan model. Jika tujuan perumusan model adalah untuk
peramalan, maka indikator standard error of forecast lebih tepat daripada nilai- nilai di atas. Lebih lanjut dikatakan Pindyc dan Rubinfield 1981 bahwa
walaupun semua persamaan secara individu mempunyai kriteria statistik yang bagus, tidak menjamin model secara keseluruhan memberikan hasil simulasi yang
baik.
5.2. Keragaan Blok Perkebunan Kelapa Sawit
Keragaan blok perkebunan kelapa sawit hanya direpresentasikan oleh persamaan luas areal kelapa sawit menghasilkan. Persamaan luas areal kelapa
sawit menghasilkan masing-masing terdiri atas 6 persamaan yang didisagregasi berdasarkan wilayah Sumatera dan Kalimantan dan bentuk pengusahaan
perkebunan Rakyat, Negara, dan Swasta.
5.2.1. Luas Areal Kelapa Sawit Menghasilkan
Persamaan luas areal kelapa sawit menghasilkan didisagregasi menjadi 6 persamaan, yaitu : 1 luas areal kelapa sawit menghasilkan pada perkebunan
rakyat di Sumatera, 2 luas areal kelapa sawit menghasilkan pada perkebunan
rakyat di Kalimantan, 3 luas areal kelapa sawit menghasilkan pada perkebunan
besar negara di Sumatera, 4 luas areal kelapa sawit menghasilkan pada perkebunan besar negara di Kalimantan, 5 luas areal kelapa sawit menghasilkan
pada perkebunan besar swasta di Sumatera, dan 6 luas areal kelapa sawit menghasilkan pada perkebunan besar swasta di Kalimantan. Hasil estimasi pada
Tabel 8 menunjukkan bahwa luas areal kelapa sawit menghasilkan pada perkebunan rakyat di Sumatera dipengaruhi secara nyata oleh harga riil minyak
sawit Indonesia t-3, harga riil minyak kelapa Indonesia t-3, pertumbuhan harga riil pupuk, upah riil perkebunan t-1, dan tren, namun demikian luas areal kelapa sawit
menghasilkan pada perkebunan rakyat di Sumatera lebih responsif terhadap perubahan tren daripada perubahan variabel lainnya. Variabel tren sebagai proksi
terhadap perbaikan teknologi, infrastruktur, dan manajemen, berpengaruh positif sangat nyata. Hal ini menunjukkan terjadinya kenaikan luas areal kelapa sawit
menghasilkan pada perkebunan rakyat di Sumatera yang besar dari tahun ke tahun selama periode pengamatan.
Besarnya perubahan luas areal kelapa sawit menghasilkan pada perkebunan rakyat di Sumatera sebagai akibat perubahan tingkat upah sebesar 1 persen adalah
lebih kecil dari 1 persen. Hal ini dikarenakan umumnya perkebunan rakyat menggunakan tenaga kerja keluarga sehingga tidak responsif terhadap perubahan
tingkat upah. Begitu pula respon LAKSMRS terhadap perubahan harga riil minyak kelapa Indonesia t-3 adalah inelastis, yang mana harga riil minyak kelapa
Indonesia t-3 berhubungan negatif dengan LAKSMRS. Ini menunjukkan bahwa minyak sawit dan minyak kelapa, dalam pengusahaannya oleh produsen
merupakan dua komoditas yang saling berkompetisi. Kemudian dari hasil dugaan