aspek harga, Indonesia mempunyai daya saing yang lebih baik dibandingkan dengan Malaysia sebagai kompetitornya.
9. Dalam jangka pendek, respon impor minyak sawit terhadap perubahan harga
minyak sawit dunia bersifat inelastis di semua negara importir besar minyak sawit Cina, India, dan Pakistan. Hal ini berarti jika terdapat kenaikan harga
minyak sawit dunia yang cukup besar, negara-negara pengimpor terbesar minyak sawit hanya sedikit mengurangi pembelian minyak sawitnya.
Impor Cina dan Pakistan relatif lebih responsif terhadap perubahan harga minyak kedele dunia sebagai substitusi dari minyak sawit dibandingkan
dengan India, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, kedua negara ini merupakan peluang pasar yang cukup besar bagi negara
eksportir minyak sawit, termasuk Indonesia. Disamping itu, respon impor Cina terhadap perubahan pendapatan per
kapitanya adalah elastis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Bila dikaitkan dengan perjanjian perdagangan bebas dalam ACFTA Asean China
Free Trade Agreement , hal tersebut menjadikan Cina sebagai konsumen yang
cukup menjanjikan bagi Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia.
VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN DOMESTIK DAN PERUBAHAN FAKTOR EKSTERNAL
TAHUN 2003-2007
6.1. Evaluasi Daya Prediksi Model
Hasil validasi model tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa sebagian besar variabel endogen memiliki nilai rata-rata RMSPE sebesar 10.26 persen dan U-
Theil sebesar 0.05. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar persamaan di dalam model memiliki daya prediksi yang baik. Walaupun beberapa
persamaan diantaranya memiliki validasi yang lemah, namun nilai-nilai dekomposisi koefisien U-Theil mengindikasikan bahwa bias error yang terjadi
dalam simulasi model lebih banyak disebabkan oleh faktor nonsistematik. Dengan demikian maka secara umum model yang dibangun mempunyai daya prediksi
yang cukup valid untuk melakukan simulasi historis dan simulasi peramalan. Hasil validasi model selengkapnya disajikan pada Lampiran 6.
6.2. Dampak Kebijakan Domestik terhadap Penawaran dan Permintaan Minyak Sawit di Indonesia
Evaluasi dampak penerapan alternatif kebijakan domestik terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit di Indonesia dibatasi kepada perubahan
variabel endogen yang terkait dengan pengukuran kesejahteraan pelaku industri minyak sawit, yaitu produksi minyak sawit, harga minyak sawit domestik,
permintaan minyak sawit domestik, volume dan harga ekspor minyak sawit dan minyak goreng sawit, serta produksi minyak goreng sawit, harga minyak goreng
sawit domestik, permintaan minyak goreng sawit domestik. Evaluasi dilakukan terhadap 3 skenario simulasi historis tahun 2003-2007. Berikut ini dikemukakan
hasil simulasi pada masing-masing skenario.
6.2.1.Peningkatan Pajak Ekspor Minyak Sawit
Dari Tabel 35 dapat dijelaskan peningkatan pajak ekspor minyak sawit sebesar 50 persen menyebabkan harga ekspor minyak sawit dan ekspor minyak
sawit berkurang masing-masing sebesar 1.106 persen dan 0.031 persen. Penurunan harga ekspor minyak sawit sebesar 1.106 persen menyebabkan harga
minyak sawit domestik mengalami penurunan sebesar 0.099 persen, kemudian menyebabkan harga minyak goreng sawit domestik turun sebesar 0.005 persen
dan produksi minyak sawit domestik menurun sebesar 0.024 persen. Karena penurunan harga minyak sawit domestik lebih besar dari penurunan harga minyak
goreng sawit domestik maka produksi minyak goreng sawit mengalami peningkatan sebesar 0.064 persen. Peningkatan produksi minyak goreng sawit
tersebut mendorong peningkatan ekspor minyak goreng sawit sebesar 0.032 persen.
Adapun permintaan minyak sawit domestik mengalami peningkatan sebesar 0.039 persen sebagai akibat naiknya permintaan minyak sawit oleh industri
minyak goreng sawit karena penurunan harga minyak sawit domestik lebih besar dari penurunan harga minyak goreng sawit domestik. Sementara penawaran
minyak sawit domestik mengalami penurunan sebesar 0.007 persen. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai dasar dari produksi minyak sawit dibandingkan
ekspor minyak sawit Indonesia dan selisih perubahan yang terjadi pada produksi minyak sawit serta ekspor minyak sawit Indonesia tidak besar, sehingga
penurunan produksi minyak sawit menjadi lebih besar daripada penurunan ekspor minyak sawit Indonesia.
Tabel 35. Dampak Peningkatan Pajak Ekspor Minyak Sawit sebesar 50 persen terhadap Penawaran dan Permintaan Minyak Sawit di
Indonesia, Tahun 2003-2007
No. Variabel Endogen Nilai
Dasar Perubahan
1 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat di Sumatera
1336.9 -0.0075
2 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat di Kalimantan
247.3 0.0000
3 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Besar Negara di Sumatera
473.8 0.0000
4 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Besar Negara di Kalimantan
54.6863 -0.0018
5 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Besar Swasta di Sumatera
1550.6 -0.0064
6 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Besar Swasta di Kalimantan
445.7 -0.0224
7 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Rakyat di Sumatera
3.0039 -0.0233
8 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Rakyat di Kalimantan
2.2989 -0.0130
9 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Besar Negara di Sumatera
3.7331 -0.0214
10 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Besar Negara di Kalimantan
3.2087 -0.0374
11 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Besar Swasta di Sumatera
3.5997 -0.0083
12 Produktivitas minyak sawit Perkebunan Besar Swasta di Kalimantan
3.1909 -0.0094
13 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Rakyat di Sumatera
4028.1 -0.0323
14 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Rakyat di Kalimantan
571.1 -0.0175
15 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Besar Negara di Sumatera
1771.8 -0.0282
16 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Besar Negara di Kalimantan
176.9 -0.0565
17 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Besar Swasta di Sumatera
5601.2 -0.0214
18 Produksi Minyak Sawit Perkebunan Besar Swasta di Kalimantan
1451.4 -0.0207
19 Produksi Minyak Sawit Indonesia
14128.2 -0.0241
20 Produksi Minyak Goreng Sawit Indonesia
4231.8 0.0638
21 Permintaan Minyak Sawit oleh Industri Minyak Goreng
3275.2 0.0427
22 Permintaan Minyak Sawit oleh Industri Lain
359.9 0.0000
23 Permintaan Minyak Sawit Domestik
3635.1 0.0385
24 Permintaan Minyak Goreng Sawit Domestik
1028.6 0.0000
25 Penawaran Minyak Sawit Domestik
8776.1 -0.0068
26 Penawaran Minyak Goreng Sawit Domestik
2676.8 0.0785
27 Harga Minyak Sawit Domestik
3344.5 -0.0987
28 Harga Ekspor Minyak Sawit Indonesia
397.9 -1.1058
29 Harga Minyak Sawit Dunia
466.2 0.0000
30 Harga Minyak Goreng Sawit Domestik
3788.1 -0.0053
31 Harga Ekspor Minyak Goreng Sawit Indonesia
397.3 0.0000
32 Ekspor Minyak Sawit Indonesia
9119.8 -0.0307
33 Ekspor Minyak Sawit Malaysia
13138 0.0000
34 Ekspor Minyak Sawit Dunia
25678.6 -0.0109
35 Ekspor Minyak
Goreng Sawit Indonesia
1555.1 0.0322
36 Impor Minyak Sawit Cina
4488.9 -0.0022
37 Impor Minyak Sawit India
3825 0.0000
38 Impor Minyak Sawit Pakistan
1483.3 -0.0067
39 Impor Minyak Sawit Dunia
26320.8 -0.0008
Sumber : Data diolah 2010
Kemudian permintaan terhadap minyak goreng sawit domestik tidak mengalami perubahan sebagai akibat perubahan yang sangat kecil pada harga minyak goreng
sawit domestik.
6.2.2.Penurunan Suku Bunga Bank Indonesia
Tabel 36 menunjukkan bahwa penurunan suku bunga Bank Indonesia BI riil sebesar 20 persen memberikan dampak peningkatan terhadap luas areal
tanaman menghasilkan di semua wilayah dan bentuk pengusahaan perkebunan, kecuali pada perkebunan rakyat di Kalimantan. Hal ini sejalan dengan hasil
estimasi model dimana respon areal perkebunan rakyat di Kalimantan adalah yang paling inelastis dibandingkan perkebunan yang lainnya. Peningkatan luas areal
terbesar terdapat pada perkebunan rakyat di Sumatera, yaitu sebesar 0.120 persen, kemudian diikuti oleh perkebunan besar swasta di Kalimantan dan perkebunan
besar negara di Sumatera masing-masing 0.089 persen dan 0.084 persen. Peningkatan luas areal terbesar adalah pada perkebunan rakyat di Sumatera karena
respon areal perkebunan rakyat di Sumatera terhadap perubahan suku bunga BI lebih elastis dibandingkan respon areal perkebunan yang lainnya.
Penurunan suku bunga BI mampu meningkatkan produktivitas pada semua bentuk pengusahaan perkebunan. Peningkatan produktivitas terbesar adalah pada
perkebunan besar negara di Kalimantan yaitu sebesar 0.060 persen. Adapun peningkatan produktivitas terkecil adalah pada perkebunan besar swasta di
Sumatera yaitu sebesar 0.017 persen. Peningkatan luas areal dan produktivitas secara total menyebabkan
peningkatan produksi minyak sawit sebesar 0.099 persen sehingga ekspor minyak sawit Indonesia meningkat sebesar 0.1 persen. Kenaikan ekspor minyak sawit