harga minyak sawit dunia lebih rendah dibandingkan dengan harga minyak sawit domestik sehingga industri hilir lebih memilih untuk mengimpor minyak sawit
dari luar negeri.
2.5. Permintaan Minyak Goreng Sawit pada Tingkat Rumah Tangga
Selain diperuntukkan bagi kepentingan ekspor, produksi minyak sawit juga harus memenuhi permintaan industri minyak goreng sawit yang menggunakan
minyak sawit sebagai bahan baku. Permintaan minyak goreng sawit di tingkat rumah tangga yang harus dipenuhi oleh industri minyak goreng sawit terus
mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Akibatnya, industri minyak goreng sawit harus meminta pasokan minyak sawit yang semakin meningkat pula. Tabel
5 menunjukkan permintaan minyak goreng sawit pada tingkat rumah tangga dari tahun 1990 hingga tahun 2007.
Tabel 5. Perkembangan Permintaan Minyak Goreng Sawit pada Tingkat Rumah Tangga di Indonesia, Tahun 1990-2007
Tahun Permintaan
Ton Pertumbuhan
1990 1993
1996 1999
2002 2005
2007 486 373
560 164 628 731
801 168 932 252
1 005 820 1 035 010
- 15.17
12.24 27.43
16.36
7.89 2.90
Rata-Rata Laju Pertumbuhan
13.67 Sumber : BPS, 2007
Dari Tabel 5 juga dapat dijelaskan bahwa permintaan minyak goreng sawit terus mengalami kenaikan dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 13.67
persen. Permintaan minyak goreng sawit pada tahun 1990 hanya sebesar 486 ribu ton meningkat menjadi 1 035 ribu ton pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan
bahwa industri minyak sawit harus bertanggung jawab untuk menjaga pasokan bagi industri minyak goreng sawit karena permintaan minyak goreng sawit
cenderung meningkat dari waktu ke waktu. 2.6. Profil Biodiesel
Ide penggunaan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar diesel didemonstrasikan pertama kalinya oleh Rudolph Diesel ± tahun 1900. Penelitian
di bidang ini terus berkembang dengan memanfaatkan beragam lemak nabati dan hewani untuk mendapatkan bahan bakar hayati biofuel dan dapat diperbaharui.
Perkembangan ini mencapai puncaknya di pertengahan tahun 80-an dengan ditemukannya alkil ester asam lemak yang memiliki karakteristik hampir sama
dengan minyak diesel fosil yang dikenal dengan nama biodiesel www.library.usu.ac.id. Saat ini, industri biodiesel kembali dikembangkan dan
semakin penting karena cadangan bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui semakin menipis.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah terbaharukan renewable atau biasa disebut sebagai Bahan Bakar Nabati BBN. Biodiesel
adalah salah satu bagian dari bahan bakar hayati biofuel yang merupakan substitusi dari Bahan Bakar Minyak BBM, khususnya jenis solar. Biodiesel
dapat diproduksi dari minyak-minyak tumbuhan seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, dan lain-lain. Bahan bakar nabati ini dapat digunakan
dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala komposisi dengan minyak solar, dan mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga
dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada, hampir tanpa modifikasi.
Keuntungan lain dari penggunaan bahan bakar ini adalah karena biodiesel dikenal ramah lingkungan. Asap buangan biodiesel tidak berwarna hitam, sepuluh
kali tidak lebih beracun daripada minyak solar biasa, dapat terdegradasi dengan mudah, tidak mengandung sulfur dan senyawa aromatik sehingga emisi
pembakaran yang dihasilkan ramah lingkungan serta tidak menambah akumulasi gas karbondioksida di atmosfer. Lebih jauh lagi, penggunaan biodiesel akan
mengurangi efek pemanasan global. Berbagai keunggulan yang ditawarkan biodiesel menarik perhatian dunia Bode, 2000.
Indonesia yang merupakan salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia berpeluang untuk memenuhi kebutuhan minyak sawit di pasar
dalam negeri dan pasar dunia yang sangat tinggi. Indonesia berpotensi meningkatkan produksi dan mempopulerkan penggunaan biodiesel di dalam
negeri. Lebih jauh lagi, apabila industri biodiesel dalam negeri sudah siap, maka ekspor biodiesel bukan tidak mungkin terjadi. Selain itu, penggunaan biodiesel di
dalam negeri dapat mengurangi ketergantungan akan impor bahan bakar fosil yang harganya semakin tinggi.
Peluang internasional terbuka lebar karena dunia mulai melirik biodiesel sebagai bahan bakar alternatif. Jumlah penduduk yang semakin bertambah dan
berbagai keunggulan biodiesel yang telah dijelaskan sebelumnya mendorong negara-negara di berbagai belahan dunia memproduksi biodiesel dalam rangka
pemenuhan kebutuhan akan bahan bakar. Negara-negara yang memproduksi biodiesel dalam skala besar antara lain India, Pakistan, Cina, Jepang, dan negara-
negara di Eropa Barat seperti Belanda, Jerman, dan lain-lain. Tentunya, peningkatan jumlah pabrik biodiesel di negara-negara tersebut akan meningkatkan
permintaan minyak sawit. Sebagai salah satu negara produsen utama minyak sawit, kondisi ini akan mendatangkan keuntungan yang sangat besar. Dengan luas
areal kelapa sawit yang masih dapat dikembangkan, produksi dan ekspor Indonesia masih dapat mengalami peningkatan. Peningkatan ekspor berarti
peningkatan penerimaan pemerintah melalui devisa dan peningkatan pendapatan bagi eksportir minyak sawit, serta pelaku agribisnis kelapa sawit Bode, 2000.
2.7. Kebijakan di Sektor Minyak Sawit
Sejak tahun 1978 pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang perluasan areal kelapa sawit dengan memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk
menanam investasi di bidang perkebunan kelapa sawit. Kebijakan tersebut ditopang dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia. Pada tahun yang sama
pemerintah mengeluarkan regulasi perdagangan minyak sawit melalui SKB 3 menteri, Menteri Pertanian, Menteri Koperasi, dan Menteri Perdagangan. SKB
tersebut memuat Pertama, produsen minyak sawit diharuskan menjual hasil produksinya kepada produsen di dalam negeri. Kedua, jumlah penjualan tersebut
besarnya ditentukan oleh Menteri Pertanian. Ketiga, harga ditetapkan oleh Menteri Pertanian dan Koperasi. Keempat, produsen dapat menjual hasil
produksinya ke luar negeri jika produsen dalam negeri tidak menebusnya. Pada tahun 1981 pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang larangan
ekspor bagi minyak sawit sehingga pada tahun tersebut ekspor minyak sawit kasar turun kembali hingga 61 persen akan tetapi tahun-tahun berikutnya ekspor minyak
sawit tetap tinggi walaupun harga pasar cenderung turun. Berikutnya pada tahun 1984 melalui surat keputusan Menteri Perdagangan Nomor 47KMK00184
pemerintah menetapkan pajak ekspor minyak sawit dan produk sejenisnya sebesar