Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
sawit. Walaupun Indonesia mulai melakukan impor minyak sawit sejak tahun 1981, namun hal ini tidak mempengaruhi neraca perdagangan yang terjadi. Neraca
perdagangan kelapa sawit justru terus mengalami surplus dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2006 menyatakan bahwa minyak sawit CPO adalah komoditi yang sangat potensial sehingga layak disebut sebagai
komoditi ekspor non migas andalan dari kelompok agroindustri. Hal ini dapat dilihat dari kondisi : 1 secara komparatif terdapat ketersediaan lahan yang dapat
digunakan untuk perluasan produksi, berbeda halnya dengan negara pesaing terberat Indonesia, Malaysia yang luas areal produksinya telah mencapai titik
jenuh; 2 secara kompetitif pesaing Indonesia hanya sedikit; 3 kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produktivitas tertinggi
dibandingkan tanaman perkebunan lainnya. Kontribusi minyak sawit terhadap ekspor nasional adalah yang tertinggi dibandingkan ekspor hasil perkebunan
lainnya. Selain itu 4 minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri minyak goreng, biodiesel, shortening, kosmetika, farmasi, dan
sebagainya. Berbagai manfaat minyak sawit inilah yang mendorong tingginya permintaan akan minyak sawit.
Selain untuk memenuhi kebutuhan luar negeri melalui ekspor, produksi minyak sawit Indonesia juga diperuntukkan bagi industri hilir di dalam negeri.
Industri hilir minyak sawit dalam negeri didominasi oleh industri minyak goreng sawit. Industri minyak goreng sawit saat ini telah menggeser kedudukan industri
minyak goreng lainnya seperti minyak goreng kelapa. Minyak goreng merupakan bagian dari sembilan bahan pokok. Oleh karena itu, pasokan minyak sawit yang
merupakan bahan baku bagi industri minyak goreng sawit harus senantiasa terjaga.
2.2. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit, Produksi, Produktivitas dan Konsumsi Minyak Sawit Indonesia
Perkembangan luas areal kelapa sawit tahun 1967-2007 ditunjukkan pada Gambar 3. Luas areal kelapa sawit sejak tahun 1967 hingga tahun 2007 terus
meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 11.17 persen per tahun. Luas areal tahun 2007 mencapai 63.95 kali lipat dari luas areal pada tahun 1967.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia diusahakan oleh Perkebunan Besar Negara PBN, Perkebunan Besar Swasta PBS dan baru mulai tahun 1979 terdapat pula
Perkebunan Rakyat PR.
1000000 2000000
3000000 4000000
5000000 6000000
7000000 8000000
19 67
19 70
19 73
197 6
19 79
19 82
19 85
19 88
19 91
19 94
19 97
200 20
03 20
06 20
07 Tahun
L u
as A real
H a
PR PBN
PBS TOTAL
Keterangan : PR = perkebunan rakyat PBN = perkebunan besar negara
PBS = perkebunan besar swasta
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009
Gambar 3. Perkembangan Luas Areal Kelapa sawit, Tahun 1967-2007
Sejalan dengan perkembangan luas areal kelapa sawit, perkembangan produksi minyak sawit juga terus mengalami peningkatan. Produksi minyak sawit
Indonesia pada tahun 1967 sebesar 168 ribu ton telah meningkat hingga 105 kali lipatnya pada tahun 2007, yaitu sebesar 17 665 ribu ton. Peningkatan luas areal
kelapa sawit dan produksi minyak sawit adalah akibat dari pesatnya perkembangan industri hilir kelapa sawit baik dari dalam maupun luar negeri
permintaan akan minyak sawit meningkat. Perkembangan produksi minyak
sawit dapat dilihat pada Gambar 4.
4000000 8000000
12000000 16000000
20000000
19 67
19 70
19 73
19 76
19 79
19 82
19 85
19 88
19 91
19 94
19 97
20 00
20 03
20 06
20 07
Tahun Pr
oduk s
i Ton
PR PBN
PS TOTAL
Keterangan : PR = perkebunan rakyat PBN = perkebunan besar negara
PBS = perkebunan besar swasta
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009
Gambar 4. Perkembangan Produksi Minyak Sawit, Tahun 1967-2007
Berdasarkan data rata-rata produksi minyak sawit CPO tahun 2001-2007 Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009, terdapat 6 propinsi sentra kelapa sawit
yang memberikan kontribusi produksi terbesar terhadap total produksi minyak sawit nasional. Keenam propinsi tersebut adalah Riau 25.68 persen, Sumatera
Utara 23.43 persen, Sumatera Selatan 9.98 persen, Jambi 7.42 persen, Kalimantan Barat 6.28 persen, dan Sumatera Barat 5.48 persen.
Tabel 2 menunjukkan perkembangan produktivitas minyak sawit dari tahun 2001 hingga 2006. Selama tahun 2001-2006, rata-rata produktivitas minyak sawit
perkebunan besar swasta lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produktivitas
perkebunan besar negara dan perkebunan rakyat. Hal ini terjadi karena perkebunan besar swasta memiliki beberapa keunggulan, yaitu modal yang besar,
teknologi yang lebih modern, dan lain-lain. Secara keseluruhan, produktivitas minyak sawit mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
produktivitas yang terjadi pada perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara. Komoditas minyak sawit yang sangat potensial mendorong perkebunan kelapa
sawit mencari solusi yang efisien dan efektif dalam rangka peningkatan produktivitas. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas on farm
pengolahan lahan, pemupukan, dan lain-lain.
Tabel 2. Perkembangan Produktivitas Minyak Sawit Indonesia, Tahun 2001- 2006
Tahun Produktivitas TonHa
PR PBN PBS Total
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2.64 2.74
2.75 3.26
3.58 3.13
3.07 3.06
3.25 3.45
3.57 3.62
2.91 3.00
4.29 3.59
3.51 3.74
2.84 2.91
3.05 3.17
3.29 3.49
Rata-Rata 3.02
3.34 3.51 3.13
Keterangan : PR = perkebunan rakyat PBN = perkebunan besar negara
PBS = perkebunan besar swasta
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007 Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional SUSENAS yang
dilakukan oleh BPS Badan Pusat Statistik setiap tiga tahun sekali, konsumsi per kapita minyak sawit nasional terus mengalami peningkatan sejak tahun 1984
hingga tahun 2005, dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 11.26 persen. Konsumsi minyak sawit di Indonesia pada tahun 1984 tercatat sebesar 2.29
Kgkapita terus meningkat menjadi 4.8 Kgkapita pada tahun 2005. Tabel 3 menunjukkan perkembangan konsumsi minyak sawit Indonesia.