Ruang Lingkup Penelitian PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Profil Kelapa Sawit

Kelapa sawit memainkan peranan penting bagi pembangunan sub sektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat. Di samping itu, kelapa sawit melalui produk hasil olahannya memberikan kontribusi yang besar bagi devisa negara melalui ekspor. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian 2006 diketahui bahwa pada tahun 2005, total devisa yang dihasilkan industri kelapa sawit ini mencapai US. 4.4 milyar atau 5 persen dari total ekspor Indonesia seluruhnya yang mencapai US. 85.7 milyar. Industri kelapa sawit dibagi menjadi dua, yaitu industri CPO minyak sawit dan industri KPO minyak inti sawit. Dari total devisa yang diperoleh melalui industri kelapa sawit, industri minyak sawit menjadi penyumbang devisa terbesar yaitu sebesar 86.2 persen dari nilai total ekspor industri kelapa sawit. Sisanya, sebesar 13.8 persen disumbangkan oleh industri KPO. Terlihat jelas bahwa industri minyak sawit yang membutuhkan kelapa sawit dalam bentuk Tandan Buah Segar TBS lebih mendominasi industri perkelapasawitan Indonesia dibandingkan industri minyak inti sawit KPO. Sejak tahun 1979 hingga tahun 2007 luas areal maupun produksi kelapa sawit Indonesia terus mengalami peningkatan. Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar pertama di dunia sejak tahun 2006. Dalam perdagangan dunia, Indonesia merupakan eksportir kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Berdasarkan perkembangan data ekspor impor selama tahun 1969-2007 Indonesia selalu mengalami surplus neraca perdagangan kelapa sawit. Walaupun Indonesia mulai melakukan impor minyak sawit sejak tahun 1981, namun hal ini tidak mempengaruhi neraca perdagangan yang terjadi. Neraca perdagangan kelapa sawit justru terus mengalami surplus dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009. Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2006 menyatakan bahwa minyak sawit CPO adalah komoditi yang sangat potensial sehingga layak disebut sebagai komoditi ekspor non migas andalan dari kelompok agroindustri. Hal ini dapat dilihat dari kondisi : 1 secara komparatif terdapat ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk perluasan produksi, berbeda halnya dengan negara pesaing terberat Indonesia, Malaysia yang luas areal produksinya telah mencapai titik jenuh; 2 secara kompetitif pesaing Indonesia hanya sedikit; 3 kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produktivitas tertinggi dibandingkan tanaman perkebunan lainnya. Kontribusi minyak sawit terhadap ekspor nasional adalah yang tertinggi dibandingkan ekspor hasil perkebunan lainnya. Selain itu 4 minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri minyak goreng, biodiesel, shortening, kosmetika, farmasi, dan sebagainya. Berbagai manfaat minyak sawit inilah yang mendorong tingginya permintaan akan minyak sawit. Selain untuk memenuhi kebutuhan luar negeri melalui ekspor, produksi minyak sawit Indonesia juga diperuntukkan bagi industri hilir di dalam negeri. Industri hilir minyak sawit dalam negeri didominasi oleh industri minyak goreng sawit. Industri minyak goreng sawit saat ini telah menggeser kedudukan industri minyak goreng lainnya seperti minyak goreng kelapa. Minyak goreng merupakan bagian dari sembilan bahan pokok. Oleh karena itu, pasokan minyak sawit yang merupakan bahan baku bagi industri minyak goreng sawit harus senantiasa terjaga. 2.2. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit, Produksi, Produktivitas dan Konsumsi Minyak Sawit Indonesia Perkembangan luas areal kelapa sawit tahun 1967-2007 ditunjukkan pada Gambar 3. Luas areal kelapa sawit sejak tahun 1967 hingga tahun 2007 terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 11.17 persen per tahun. Luas areal tahun 2007 mencapai 63.95 kali lipat dari luas areal pada tahun 1967. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia diusahakan oleh Perkebunan Besar Negara PBN, Perkebunan Besar Swasta PBS dan baru mulai tahun 1979 terdapat pula Perkebunan Rakyat PR. 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000 19 67 19 70 19 73 197 6 19 79 19 82 19 85 19 88 19 91 19 94 19 97 200 20 03 20 06 20 07 Tahun L u as A real H a PR PBN PBS TOTAL Keterangan : PR = perkebunan rakyat PBN = perkebunan besar negara PBS = perkebunan besar swasta Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009 Gambar 3. Perkembangan Luas Areal Kelapa sawit, Tahun 1967-2007 Sejalan dengan perkembangan luas areal kelapa sawit, perkembangan produksi minyak sawit juga terus mengalami peningkatan. Produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 1967 sebesar 168 ribu ton telah meningkat hingga 105 kali lipatnya pada tahun 2007, yaitu sebesar 17 665 ribu ton. Peningkatan luas areal kelapa sawit dan produksi minyak sawit adalah akibat dari pesatnya perkembangan industri hilir kelapa sawit baik dari dalam maupun luar negeri permintaan akan minyak sawit meningkat. Perkembangan produksi minyak sawit dapat dilihat pada Gambar 4. 4000000 8000000 12000000 16000000 20000000 19 67 19 70 19 73 19 76 19 79 19 82 19 85 19 88 19 91 19 94 19 97 20 00 20 03 20 06 20 07 Tahun Pr oduk s i Ton PR PBN PS TOTAL Keterangan : PR = perkebunan rakyat PBN = perkebunan besar negara PBS = perkebunan besar swasta Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009 Gambar 4. Perkembangan Produksi Minyak Sawit, Tahun 1967-2007 Berdasarkan data rata-rata produksi minyak sawit CPO tahun 2001-2007 Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009, terdapat 6 propinsi sentra kelapa sawit yang memberikan kontribusi produksi terbesar terhadap total produksi minyak sawit nasional. Keenam propinsi tersebut adalah Riau 25.68 persen, Sumatera Utara 23.43 persen, Sumatera Selatan 9.98 persen, Jambi 7.42 persen, Kalimantan Barat 6.28 persen, dan Sumatera Barat 5.48 persen. Tabel 2 menunjukkan perkembangan produktivitas minyak sawit dari tahun 2001 hingga 2006. Selama tahun 2001-2006, rata-rata produktivitas minyak sawit perkebunan besar swasta lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produktivitas