Jika HGU 95 Tahun!

Jika HGU 95 Tahun!

A delapan fraksi. Tetapi, dua fraksi menolak dengan alasan, substansi

KHIRNYA Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan RUU Penanaman Modal menjadi UU, 29 Maret 2007. UU itu disetujui

UU Penanaman Modal dinilai bertentangan dengan UU Pokok Agraria (Kompas, 30/3/2007).

Pemerintah berharap mayoritas fraksi di DPR mendukungnya, sebagai kiat menggairahkan iklim investasi, memutar lebih cepat roda ekonomi pembangunan, dan memacu pertumbuhan ekonomi nasio- nal. Karpet merah bagi investor asing dan domestik telah digelar. Pemodal asing boleh tenang melenggang ke Indonesia, menanam hartanya secara nyaman di bumi Nusantara.

Namun, sejumlah kalangan memandang UU Penanaman Modal menyisakan banyak masalah di masa depan. Kritik tajam ditujukan pada kesesatan substantif UU, terutama menyangkut hak atas tanah Pasal 22.

Pasal kontroversial

Pasal 22 Ayat 1 (a) UU ini menyatakan, “Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun”. Siapa yang tak tertohok?

Pasal ini mengesahkan penguasaan tanah, selama nyaris satu

Usep Setiawan abad. Pemberian hak guna usaha (HGU) 95 tahun kepada pemodal

merupakan kebijakan yang mengguncang rasa keadilan, kerakyatan, dan kebangsaan, serta patut diperkarakan secara filosofis, ideologis, historis, politis, dan ekonomis.

Pemberian HGU 95 tahun—termasuk Pasal 22 Ayat 1 (b) yang memberikan HGB 80 (delapan puluh) tahun serta Ayat 1 (c) Hak Pakai 70 (tujuh puluh) tahun—menjadi pertanda masuknya kita ke era penjajahan baru. Bahkan, hukum agraria kolonial Belanda seka- lipun hanya memberi izin 75 tahun bagi penanam modal kala itu. Diduga daya tekan penjajahan baru terhadap kedaulatan rakyat, bangsa, dan negara jauh lebih dahsyat dari penjajahan model lama.

Jika ketentuan HGU, HGB, dan HP disandingkan, UU Pena- naman Modal menabrak UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). UUPA sejatinya amanat pendiri bang- sa untuk memakmurkan rakyat, berakar pada Pasal 33 konstitusi. Sepanjang era reformasi, UUPA diupayakan berbagai pihak untuk diubah. Namun, pada 29 Januari 2007, pemerintah dan DPR sepakat untuk tetap mempertahankan UUPA.

Prinsip dasar, semangat, dan filosofi UUPA seolah dilumat UU Penanaman Modal. Soal HGU, Pasal 29 UUPA menggariskan, “Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. Untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun”. Yang harus dicamkan, menurut UUPA, “Yang dapat mempunyai hak guna-usaha ialah: (a) warga- negara Indonesia; (b) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia” (Pasal 30, Ayat 1).

Perlu diingat, “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Untuk tidak merugikan kepentingan umum, pemilikan dan pengu- asaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepe-

Kembali ke Agraria nuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa…” (Pasal 6,7 dan 9,

Ayat 1).

Uji materi

Setelah UU Penanaman Modal disahkan DPR, pemerintah segera mengsosialisasikan dan menjalankan. Tetapi, sejumlah pihak yang keberatan menyiapkan gugatan uji materi (judicial review) kepada Mahkamah Konstitusi.

Selain argumen hukum, gugatan atas UU ini terkait kekhawa- tiran terjadi gejolak sosial-politik yang dipicu mengerasnya konflik agraria akibat penggusuran tanah rakyat untuk kepentingan investasi yang dilandasi UU ini.

Banyak pihak cemas, implementasi UU ini akan menyandera rencana pemerintah menjalankan pembaruan agraria. UU Pena- naman Modal yang melegitimasi monopoli dan konsentrasi pengu- asaan tanah di tangan golongan ekonomi kuat berhadapan dengan agenda reforma agraria untuk golongan ekonomi lemah.***

Kompas, 7 Mei 2007