Kekayaan Hayati-Genetika dan Kebangsaan

Kekayaan Hayati-Genetika dan Kebangsaan

TT Bumi Tahun 1992 di Rio de Janeiro telah mendeklarasikan permasalahan lingkungan sebagai isu utama yang berpengaruh

pada kesejahteraan manusia dan pembangunan ekonomi di seluruh dunia.

Salah satu konvensi hasil KTT Rio adalah Konvensi Keaneka- ragaman Hayati sebagai perjanjian multi-lateral untuk mengikat negara peserta konvensi dalam menyelesaikan masalah-masalah glo- bal terkait keanekaragaman hayati. Konvensi ini sebagai wujud kekhawatiran manusia atas makin berkurangnya nilai keanekara- gaman hayati yang disebabkan laju kerusakan keanekaragaman hayati yang cepat dan kebutuhan masyarakat dunia untuk mema- dukan segala upaya perlindungannya bagi kelangsungan hidup alam dan umat manusia selanjutnya.

Hal ini tidak terlepas dari sektoralisme pegelolaan kekayaan alam, termasuk pemanfaatan keanekaragaman hayati. Keaneka- ragaman hayati kita masih belum dipetakan dengan baik, sehingga banyak potensi kekayaan alam yang hilang. Kondisi ini diperparah dengan kesadaran khalayak masih belum tumbuh sehingga potensi yang ada belum dimaksimalkan. Kemauan dan kemampuan kita dalam mengembangkan potensi kekayaan alam secara berkelanjutan masih lemah.

Seringkali pemanfaatan jangka pendek yang eksploitatif lebih

Kembali ke Agraria ditonjolkan. Atau, kalau menjalankan konservasi seringkali menutup

akses rakyat terhadap kekayaan alam. Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat besar jika dibandingkan dengan negara lain. Misalnya, penelitian LIPI membuktikan bahwa kita kaya akan mikroorganisme yang dapat dijadikan obat-obatan (arios.wordpress.com, 20/12/2006).

Perdagangan genetika

Akses terhadap sumberdaya genetik berarti kesempatan mendapatkan, peluang memperoleh, atau jalan menuju sesuatu untuk mendapatkannya. Selain untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, sumberdaya genetik juga dapat digunakan dalam industri, perda- gangan, dan manfaat lainnya. Pemanfaatan semacam ini dapat mem- berikan keuntungan bagi yang memanfaatkannya.

Sumberdaya genetik tersebar tidak merata di dunia. Di suatu tempat terdapat banyak macam sumberdaya ini, di tempat lain sangat jarang. Macam sumberdaya genetik yang terdapat di suatu daerah belum tentu terdapat di daerah lain. Pada kenyataannya, pusat-pusat sebaran sumberdaya genetik yang utama terdapat di daerah tropik. Pada umumnya, negara-negara tropik adalah negara berkembang. Di negara berkembang ini, terdapat sumberdaya genetik melimpah, tetapi kemampuan teknologinya rendah. Sementara negara industri menguasai teknologi canggih, tetapi tidak memiliki keanekaragaman sumberdaya genetik. Akibatnya adalah banyaknya permintaan dari negara maju akan sumberdaya genetik dari negara berkembang.

Kenyataan ini menimbulkan ketidakimbangan dalam peman- faatan. Pemanfaatan secara industri ini menghasilkan keuntungan yang tidak kecil. Akan tetapi, dengan segala dalih, negara maju enggan membagikan keuntungan yang diperolehnya dari pemanfaatan ini dengan negara asal sumberdaya genetik yang dimanfaatkannya.

Relevansinya bagi bangsa?

Perdagangan genetika dan konservasi keanekaragaman hayati

Usep Setiawan tak lepas dari kecenderungan globalisasi. Dengan masuknya Indo-

nesia ke dalam Perjanjian Pertanian (AoA) WTO maka terjadi proses liberalisasi pertanian yang radikal. Liberalisasi pertanian menyerah- kan sistem pertanian dan nasib petani Indonesia kepada mekanisme pasar bebas, liberalisme pertarungan bebas (free-fight liberalism). Siapa yang kuat, dia yang menang. Siapa yang lemah, dia yang kalah (Bonnie Setiawan, 2003).

Salah satu bentuk liberalisasi pertanian ialah pertanian biotek- nologi melalui rekayasa genetika yang menghasilkan transgenik- Revolusi Hijau Jilid Kedua. Melalui kecanggihan teknologi, kini ber- bagai tanaman bisa diambil gen-nya kemudian disisipi gen dari tanaman lain atau dari makhluk lainnya sehingga menghasilkan varietas baru.

Rekayasa genetika atau genetically modified organism (GMO) telah berkembang pesat dan menciptakan monopoli teknologi. Contohnya Monsanto yang mendapatkan hak paten nomor 6.174.724 sebagai hak paten pertama untuk teknologi rekayasa genetika dalam kaitan- nya dengan riset tanaman trasgenik, yaitu menggunakan teknik anti- biotic-resistant marker gene . Dampak negatif GMO bagi kesehatan kon- sumen dan efek buruk terhadap lingkungan hidup masih terus jadi kontroversi.

Perlindungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati me- mang harus dilakukan, namun diletakan dalam konteks pencapaian kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, sekaligus kelestarian ling- kungan. Konservasi juga harus dimaknai sebagai pemanfaatan berke- lanjutan, bukan tak boleh digunakan sama sekali. Kita harus cegah monopoli perdagangan genetik yang hanya menguntungkan korpo- rasi multinasional tetapi merugikan kepentingan nasional. Kita juga harus menghindari konservasi keragaman hayati yang semata-mata melindungi sumberdaya yang menunggu giliran untuk dieksploitasi pemodal besar.

Yang dibutuhkan segera adalah penataan struktur dan sistem agraria dan pengelolaan kekayaan alam kita secara menyeluruh sehingga memakmurkan rakyat.***