‘Agrarian Reform by Leverage versus by Grace’
‘Agrarian Reform by Leverage versus by Grace’
Dari tulisan-tulisannya dalam buku ini kita dapat berkesan Usep adalah penyokong konsepsi ‘agrarian reform by leverage’ yang lunak, untuk tidak mengatakan ia nyaris menjadi scholar-activist yang mene- lan bulat-bulat diperlukannya ‘kedermawanan’ negara (=pemerintah) untuk menjalankan reforma agraria. Dari cara pandangnya terlihat adanya kepercayaan penuh akan ada rejim penguasa yang budiman untuk menjalankan program perubahan struktural ini di Indonesia. Bahkan dalam beberapa tulisannya, Usep nyaris percaya rejim yang budiman itu hampir mewujud dalam kepemimpinan presiden SBY.
Mengapa perlu mengulas hal ini, khususnya ‘mengkerangkeng’ tulisan Usep dalam perdebatan ‘agrarian reform by leverage versus by grace’? Di sini saya hendak menempatkan pikiran-pikiran Usep dalam konteks promosi KPA yang sejak awal pendiriannya meng- gaungkan perlunya dijalankan ‘agrarian reform by leverage’ atau yang sering juga diterjemahkan secara bebas (dan mungkin kurang tepat) dengan ‘reforma agraria berdasarkan inisiatif rakyat’. Hal ini penting, mengingat dua hal: Pertama, sebagai pengusung konsepsi ‘agrarian reform by leverage’ sesungguhnya KPA juga belum pernah memiliki rumusan operasional yang jelas tentang bagaimana konsep ini seharusnya diterapkan. Kedua, perdebatan mengenai dua konsepsi ini, dan khususnya nanti di dalam merumuskan praktek ‘agrarian
Usep Setiawan reform by leverage’ kita akan berhadapan pada masalah menempat-
kan peran negara dan pada rejim penguasa yang bagaimana kita bisa berharap reforma agraria itu dijalankan.
Pada intinya, tanpa mengutip secara langsung pernyataan Powelson dan Stock (1987) yang pertama kali memperkenalkan istilah ‘land reform by leverage’ maupun pernyataan Wiradi (1997) yang
mempromosikan istilah ini di Indonesia, 9 kita dapat mengartikan konsepsi ‘land reform atau pun agrarian reform by grace’ sebagai suatu program penataan struktur penguasaan tanah yang didasari oleh ‘kedermawanan’ pemerintah dengan berbagai alasan yang ditetap- kan oleh pemerintah atau perencana pembangunan, bukan oleh
petani sendiri. 10 Bisa jadi alasannya adalah untuk meningkatkan pro- duktivitas pedesaan atau bisa juga alasannya untuk dapat lebih mengontrol kaum tani dan kegiatan produksi mereka. Sementara kon- sepsi ‘land reform atau pun agrarian reform by leverage’ pada intinya adalah program untuk perubahan struktural dalam penguasaan tanah dan kegiatan produksi pertanian dimana petani mengambil peran dominan untuk mengarahkan dan mengontrolnya.
Dalam hal ini bisa terjadi dua kemungkinan: bisa jadi program
9 Jika hendak mengetahui lebih jelas, lihat Powelson, John dan Richard Stock (1987) The Peasant Betrayed: Agriculture and Land Reform in the Third World,
Bolton: Oelgeschlager, Gunn & Hain; dan Wiradi, Gunawan (1997) ‘Pembaruan Agraria: Masalah yang Timbul Tenggelam’, dalam Reformasi Agraria: Perubahan Politik, Sengketa, dan Agenda Pembaruan Agraria di Indonesia, Dianto Bachriadi, Erpan Faryadi dan Bonnie Setiawan (ed.), Jakarta: KPA dan LP-FE UI, hal. 39-43.
10 Dalam khasanah pembahasan mengenai praktek land reform, sesungguhnya istilah ‘land reform by grace’ kurang dikenal. Istilah ‘state-instigated’ atau ‘state-led
land reform’ (atau land reform yang dilakukan sepenuhnya oleh negara) merupakan istilah yang lebih banyak digunakan yang dalam hal ini sepadan dengan pengertian ‘land reform by grace’. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengertian ‘state- instigated’ atau ‘state-led land reform’ lihat Borras Jr. Saturnino M., Christóbal Kay dan A. Haroon Akram-Lodhi (2007) ‘Agrarian Reform and Rural Development: Historical Overview and Current Issues’, in Land, Poverty and Livelihoods in an Era of Globalization: Perspectives From Developing and Transition Countries, A. Haroon Akram-Lodhi, Saturnino M. Borras Jr, dan Christóbal Kay (ed.), London: Routledge, khususnya hal. 22-23.
Epilog itu dijalankan sepenuhnya oleh petani, tanpa keterlibatan atau bah-
kan mengabaikan pemerintah; bisa juga program itu merupakan pro- gram pemerintah tetapi keterlibatan petani dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan menjadi kuncinya. Pada intinya, di dalam konsepsi ‘land reform atau pun agrarian reform by leverage’ yang disodorkan oleh Powelson dan Stock (1987) dan diperkuat oleh Wiradi (1997), yang terutama adalah dalam pelaksanaan reforma agraria atau pun lebih sempit sebagai land reform saja diperlukan organisasi tani yang kuat yang dapat mengarahkan dan mengawal proses dan tujuan-tujuan dari perubahan struktural tersebut.
Jika kita berpegang saja pada pengertian ‘agrarian reform by leverage’ seperti di atas, maka satu hal yang jarang sekali diperde- batkan adalah rejim penguasa atau pemerintah yang bagaimana yang kita harapkan untuk menjalankan reforma agraria di Indonesia. Belajar dari proses panjang upaya KPA dalam mendorong pelaksa- naan reforma agraria sejak masa Orde Baru hingga kini, saya berke- simpulan kita tidak bisa dengan serta merta mempercayai begitu saja rejim-rejim penguasa pasca Orba akan menjadi rejim ‘penguasa budi- man’ seperti yang diharapkan oleh Usep tanpa menelisik orientasi dan agenda-agenda politik-ekonomi yang diusungnya. Tak lama sete- lah Orba berganti sesungguhnya semakin jelas bahwa rejim penguasa pasca Orba semakin tidak memiliki sensitivitas kepada kepentingan orang banyak dan kaum miskin khususnya, tetapi sebaliknya lebih mementingkan kepentingan kaum pemodal dan/atau kepentingan ekonomi-politik dirinya sendiri.
Dalam konteks ini, sulit dipahami jika masih muncul argumen untuk mendukung retorika politik dari rejim penguasa yang menga- takan akan menjalankan reforma agraria yang populis. Sebaliknya gagasan reforma agraria, bahkan bisa jadi kelompok-kelompok ge- rakan sosial itu sendiri, dikooptasi menjadi bagian dari kampanye politik mereka untuk melanggengkan kekuasaan. Dengan demikian, gerakan sosial pro-pembaruan agraria populis seharusnya juga sema- kin tegas mengambil jarak dengan rejim penguasa saat ini dan melan-
Usep Setiawan jutkan upayanya untuk mengubah struktur penguasaan tanah dengan
‘caranya sendiri’. Bagian terpenting dari tugas kelompok gerakan sosial pro-pembaruan agraria populis saat ini adalah merumuskan dengan jelas praktek ‘agrarian reform by leverage’ yang dimaksud- kannya di tengah-tengah negara yang sedang dikuasai oleh rejim yang relatif demokratik tetapi tidak pro kepada kepentingan orang banyak apalagi kepada kaum miskin.