Nasib Buruh di Negeri Agraris

Nasib Buruh di Negeri Agraris

OMPLEKSITAS persoalan buruh sebenarnya cermin dari diabaikannya persoalan agraria. Urbanisasi terus meningkat

setiap tahun disebabkan oleh ekonomi pedesaan tidak memberi sur- plus. Tenaga kerja kota saat ini merupakan tenaga kerja desa yang terlempar ke kota dengan tidak melalui proses transformasi ekonomi/ pekerjaan yang wajar.

Di sinilah urgensi reformasi kebijakan ketenagakerjaan dengan kewajiban pemerintah untuk menjalankan reforma agraria. Urgen- sinya tidak hanya untuk menahan laju urbanisasi, menciptakan la- pangan pekerjaan di desa, tetapi tujuan-tujuan ekonomis dari reforma agraria akan mendukung pembangunan industri nasional yang kokoh. Demikian pokok pikiran yang dipahatkan panitia bersama yang akan menggelar Konferensi Nasional Reforma Agraria, akhir Mei 2009 ini. Tulisan ini, selanjutnya menyelami kaitan antara nasib kaum buruh dan problem agraria dan reforma agraria.

Jika kita cermati persoalan perburuhan di Indonesia saat ini, boleh disimpulkan bahwa pada kenyataannya belum ada perubahan yang berarti. Kaum buruh sebagai kelas pekerja yang ‘menjual’ tenaganya kepada pihak lain, yang menguasai faktor-faktor produksi, masih diperhadapkan pada problem-problem mendasar dan tradisionalnya. Sedikit saja yang membedakan nasib buruh di era Soeharto dengan era reformasi, yakni adanya kebebasan berserikat atau berorganisasi.

Sementara itu, bangsa ini masih dihadapkan pada berbagai per-

Usep Setiawan soalan struktural yang belum terselesaikan, seperti: kemiskinan yang

merata di pedesaan serta di perkotaan, tingginya angka penganggu- ran, terjadinya krisis ekologi, krisis pangan, krisis energi, serta tinggi- nya intensitas konflik agraria yang disertai dengan pelanggaran hak asasi manusia, dan lain-lain. Belum lagi, ancaman krisis ekonomi glo- bal yang bermula dari krisis finansial di negara-negara maju. Dapat dipastikan bahwa konsekuensi dari krisis ini akan semakin memper- parah dan mempersulit kehidupan kaum tani, buruh, nelayan, masya- rakat adat, warga miskin kota, dan rakyat yang berpenghasilan rendah.

Kemandekan ekonomi di pedesaan dan sektor pertanian adalah gejala umum yang menandai de-agrarianisasi, yang bercirikan sema- kin menyempitnya lahan rumah tangga pertanian dan meluasnya penguasaan tanah untuk usaha perkebunan, kehutanan, dan pertam- bangan. Hasil pertanian menjadi unsur tambahan dari keseluruhan kehidupan rumah tangga petani, melemahnya identitas politik petani berhadapan dengan kekuatan dan pengaruh ekonomi neoliberal, serta semakin membesarnya laju arus urbanisasi. Sedangkan kemandekan sektor industri ialah gejala de-industrialisasi, yang ditandai melam- batnya pertumbuhan sektor industri yang diikuti rendahnya penye- rapan tenaga kerja di sektor industri.

Menuju solusi

Dalam konteks inilah kita perlu reforma agraria sebagai gerakan yang bertujuan untuk mencapai keadilan sosial dan ekonomi melalui penataan sumber-sumber agraria, yaitu keadaan di mana tidak dite- mukan konsentrasi penguasaan, penggunaan, pemanfaatan, serta pemeliharaan sumber-sumber agraria yang melahirkan akumulasi dan monopoli kekayaan pada segelintir orang.

Reforma agraria sebagai jalan perubahan sosial, ekonomi, politik, dan budaya untuk mencapai keadilan, kemakmuran, dan kesejahte- raan bagi rakyat Indonesia (amanat konstitusi) telah menjadi kesepa- katan dan ketetapan dari pelaku gerakan reforma agraria di Indone- sia melalui “Deklarasi Pembaruan Agraria 1998” yang kemudian dite-

Kembali ke Agraria gaskan kembali pada “Deklarasi Hak Asasi Petani Indonesia 2001”.

Untuk mencapai jalan perubahan tersebut, beberapa agenda pokok reforma agraria adalah koreksi mendasar terhadap hukum keagrariaan yang mengukuhkan kepemilikan sumber-sumber agraria secara kapitalistik dan monopolistik, serta peninjauan ulang konsepsi mengenai hak menguasai negara yang menempatkan kekuasaan ne- gara yang lebih dominan dan menyingkirkan kuasa rakyat atas sum- ber-sumber agrarianya.

Diperlukan juga koreksi mendasar atas asas sektoralisme hukum, untuk membentuk sistem hukum terpadu, yang memberikan ruang hidup pada sistem-sistem hukum adat yang beragam. Pembatasan dan peninjauan ulang atas penguasaan tanah dan sumber-sumber agraria oleh badan-badan usaha untuk mencegah konsentrasi juga harus dilakukan. Tentu saja, dijalankannya landreform secara menye- luruh dan menjamin kepastian penguasaan dan penggarapan tanah kepada buruh tani, petani kecil, dan pekerja pedesaan lainnya tak bisa ditawar lagi.

Tetap penting untuk menyelesaikan seluruh sengketa dan konflik agraria dengan mengedepankan rasa keadilan dan kepentingan rakyat, serta penataan ulang produksi pedesaan dan disusun perencanaan ekonomi pedesaan yang menempatkan kepentingan pengembangan ekonomi rakyat, bukan kepentingan ekonomi pengusaha. Untuk itu, perlu ditegakkan lembaga peradilan agraria yang independen, dan dibentuk badan khusus untuk pelaksanaan agenda reforma agraria.

Untuk itu, perlu dibaca ulang capaian-capaian dari gerakan reforma agraria yang ada selama ini, untuk menentukan posisi baru di hadapan kekuatan ekonomi dan politik rezim yang (akan) berkuasa. Dari sinilah kita berpijak untuk memperbaiki nasib kaum buruh di negeri agraris ini. Satukan tekad sambil memperingati hari buruh sedunia hari ini. Selamat hari buruh.***

(Artikel ini ditulis bersama oleh Usep Setiawan dan Idham Arsyad)