Jalan lain
Jalan lain
Persoalan yang dihadapi petani Indonesia sekarang memang terbilang sangat kompleks. Saking kompleksnya sehingga perlu upa- ya penyelesaian yang mendasar dan menyeluruh. Penyelesaian
Usep Setiawan masalah jelas sangat berbeda pengertiannya dengan menghindari
masalah. Jika dicermati dengan jeli, pemikiran Gus Dur tadi tak ubah cermin dari upaya menghindari masalah yang sebenarnya ketimbang menyelesaikannya secara jernih dan bijaksana.
Hemat penulis, ada sejumlah jalan lain yang tidak mustahil un- tuk ditempuh, yakni, Pertama, soal ketergantungan Indonesia terha- dap utang luar negeri yang sudah sedemikian kuatnya merupakan penyakit ekonomi-politik lama (Orde Baru) semestinya menjadi prob- lem krusial yang dikoreksi total oleh pemerintah baru. Untuk itu, negosiasi-negosiasi untuk mendapatkan pinjaman dari IMF, Bank Dunia, dan sebagainya perlu segera diperbarui dengan mempertim- bangkan kondisi petani Indonesia yang semakin parah. Pemerintah Gus Dur sebaiknya menghindari tindakan serampangan dalam mengabulkan berbagai persyaratan para pemberi pinjaman yang tidak memperhatikan kedaulatan nasional Indonesia.
Kedua , dampak politis agraria nasional Orde Baru adalah telah terjadinya ketimpangan struktur penguasaan tanah pertanian, kon- sentrasi penguasaan tanah, dan sengketa tanah yang tak berkesu- dahan. Fakta menunjukkan bahwa semakin banyak petani yang kehilangan tanah dan makin menyempitnya tanah pertanian yang menyebabkan usaha petani menjadi tidak bernilai ekonomis lagi. Untuk itu, perlu dikaji kemungkinan pelaksanaan penataan srtuktur penguasaan tanah pertanian sekaligus penyelesaian sengketa tanah, baik yang baru muncul maupun warisan orde baru. Kedua agenda ini merupakan fondasi bagi upaya pemberdayaan petani kecil dan petani tak bertanah yang kuantitasnya kian membengkak.
Ketiga, bahwa sepanjang berkuasanya Orde Baru telah terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian secara massif. Dalam 10 tahun saja (1980-1990) Indonesia, khususnya Jawa, telah kehilangan sekitar satu juta hektar lebih lahan pertanian untuk kebu- tuhan lain di luar pertanian, seperti untuk perumahan mewah (real- estate) , industri manufaktur, sarana pariwisata, fasilitas umum, dan sebagainya. Untuk itu, upaya sistematis melalui kebijakan politik
Kembali ke Agraria pemerintah untuk menghentikan alih fungsi lahan pertanian ke non-
pertanian merupakan agenda mendesak untuk menjaga keamanan produksi pertanian (pangan) nasional sekaligus menjamin pengu- asaan tanah petani.
Keempat , pembangunan pertanian Orde Baru menunjukkan mi- nimnya pengadaan sarana dan prasarana produksi pertanian yang mudah dan murah untuk diakses petani. Modal pertanian yang dike- mas dalam program Kredit Usaha Tani (KUT) telah banyak dikritik orang karena menyulitkan petani, tidak tepat sasaran, bocor di sana- sini, dan lepas kontrol dalam pengelolaannya. Untuk itu, perlu diru- muskan program penataan produksi pertanian secara menyeluruh. Program dimaksud meliputi tiga fundamen; (1) penguatan institusi tani lokal yang independen untuk bekerja kolektif, (2) menyediakan modal dengan prinsip tidak memberatkan petani dan memperbaiki manajemen usaha tani, dan (3) menyediakan tanah pertanian yang cukup bagi petani kecil dan petani tak bertanah (tuna kisma).
Maka dari itu, pemikiran untuk mengubah masyarakat petani kita menjadi buruh industri jelas bukan pilihan yang tepat dan bijaksana. Pilihan ini hanya mungkin dilakukan ketika kita memang telah kehilangan akal sehat untuk memperbaiki hidup kaum petani yang kini mengenaskan. Bukanlah tidak logis jika kita membakar lumbung hanya untuk membunuh seekor tikus di dalamnya.
Adapun realisasi dari apa yang diucapkan Gus Dur masih perlu terus kita pantau sama-sama. Bukan mustahil kenyataanya akan bicara lain. Wallohualam.***