Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Representasi Matematik Siswa

(1)

PENGARUH PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIK SISWA

(Penelitian Quasi Eksperimen di MTs Al Husna Lebak Bulus) Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:

FERY ANDRIANSYAH

108017000063

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Representasi Matematik Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2014

Kata kunci: Pendekatan Kontekstual, Representasi Matematik

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan

kontekstual terhadap kemampuan representasi matematik siswa. Penelitian ini dilakukan di MTs Al Husna Lebak Bulus tahun pelajaran 2013/2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan

desain penelitian two group randomized subject post test only. Subyek penelitian

ini adalah 62 siswa yang terdiri dari 32 siswa untuk kelompok eksperimen dan 30

siswa untuk kelompok kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random

sampling pada siswa kelas VIII. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan representasi matematis yang terdiri dari 6 butir soal berbentuk essay. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t. Berdasarkan

perhitungan uji-t tersebut menunjukkan thitung = 6,96 dan ttabel = 1,67 pada taraf

signifikansi 5% yang berarti thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ”Rata-rata kemampuan representasi

matematik siswa yang diajar dengan pendekatan kontekstual lebih tinggi dari

pada rata-rata kemampuan representasi matematik siswa yang diajar dengan pembelajaran secara konvensional”. Dengan demikian, pendekatan kontekstual

berpengaruh terhadap kemampuan representasi matematik siswa.


(6)

ABSTRACT

The Effect of Contextual Approach through Students’ Mathematical Representation Ability. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, January 2014.

Key words:Contextual Approach, Mathematical Representation Ability

The purpose of this research was to analysis the effect of contextual approach through students’ mathematical representation abilities. The research was conducted in MTs Al Husna Lebak Bulus academic year 2013/2014. Method of the research used quasi-experimental method with two group randomized posttest only design. The subjects of this research were 62 students consisting of 32 students for the experimental class and 30 students for the class of control obtained by cluster random sampling technique to VIII grade students. The instrument used is a mathematical representation abilities test consists of 6 items about the essay form. The data analysis technique used in this research is the t-test and t-tes. Based on the calculation shows t-count =6.96 and t-table = 1.67

= 5%, it shows that tcount> ttable (6.96>2.00), then H0 is rejected and H1 accepted.

So it can be concluded that "The average of the students mathematical representation abilities whom taught by contextual approach is higher than the average of the students mathematical representation abilities whom taught by the conventional learning". The conclussion is the contextual approach have a significant effect on students mathematical representation abilities.


(7)

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus

sebagai Dosen Pembimbing I yang selalu memotivasi, memberikan arahan serta mengajarkan banyak hal kepada penulis baik dalam bidang akademis maupun dalam berorganisasi.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Najmi Ulya, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang penuh kesabaran

dan keikhlasan telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta motivasi kepada penulis selama proses bimbingan skripsi.

5. Ibu Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom., sebagai Dosen Pembimbing Akademik

yang telah rela meluangkan waktunya untuk sekedar membimbing dan memotivasi mahasiswa bimbingannya agar dapat menyelesaikan studi dengan baik.


(8)

6. Ibunda tercinta, Hj. Ooy Rukoyah, S.Pd (Alm), yang tak henti-hentinya mengajarkan, memotivasi, mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Maafkan Ananda yang telah membuatmu lama menunggu hingga akhirnya Allah SWT memanggilmu. Semoga Allah SWT memberikan tempat terindah untukmu. 7. Ayahanda tercinta, H. Yuyud Saepudin, terima kasih atas semua do’a dan

kasih sayang, serta motivasi yang kuat kepada ananda untuk segera menyelesaikan skripsi.

8. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

9. Staf Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan

Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat. Pimpinan dan staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta meberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

10.Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Husna Lebak Bulus, Ibu Hj. Azzah

Zumrud, M.Pd., yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. Seluruh dewan guru MTs Al Husna Lebak Bulus, khususnya Bapak H. Abu Bakar AM., selaku guru mata pelajaran yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi MTs Al Husna Lebak Bulus.

11.Hj. Ida Jubaedah, S.Pd.I merupakan sosok ibu kedua bagi penulis. Beliau yang

selalu memotivasi penulis untuk menyelesaikan pendidikan sarjana. Terima kasih atas curahan kasih sayang dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis.

12.H. Syamsul Huda B.A merupakan sosok panutan bagi penulis. Beliau yang


(9)

beliau. Sosok ayah kedua selama di perantauan. Terima kasih untuk semuanya.

13.Adik-adik tercinta, Fuji Nurul Hamdan, Fazri Muhammad Luthfi, dan

Nurwulan Farhatul Janah. yang membuat penulis termotivasi agar selalu menjadi teladan bagi mereka.

14.Sahabat terbaik, Muliahadi Tumanggor S.Pd., Ika Winda Merdekawati S.Pd,

Euis Sarini S.Pd., yang sudah sabar menemani dan memotivasi penulis ketika berkeluh kesah selama proses perkuliahan.

15.Diding Mahpudin, S.Pd dan Dian Novitasari, S.Pd yang merupakan kakak,

guru, sekaligus sahabat bagi penulis. Mereka tak henti-hentinya memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

16.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2008,

kelas A maupun B, terima kasih atas kebersamaan yang kalian berikan.

17.HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Ciputat yang menjadi wadah dalam

berorganisasi di ekstra kampus dan merupakan titik awal penulis memulai organisasi di Ciputat.

18.BEMJ PMTK dan BEM FITK sebagai wadah bagi penulis dalam

pengembangan ide-ide kreatif serta memberikan pengalaman yang berharga bagi penulis.

19.Keluarga besar C.V Sejahtera, tempat dimana penulis belajar berwirausaha

dari awal kuliah sampai saat ini. Terima kasih khususnya kepada kakak Nadiyatul Millah S.E.I yang telah mencover pekerjaan penulis saat sibuk menyelesaikan penulisan skripsi.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.


(10)

Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, Januari 2014


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah Penelitian ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 11

A. Landasan Teoritis ... 11

1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual... 11

a. Pengertian belajar dan pembelajaran ... 11

b. Pembelajaran kontekstual ... 14

2. Kemampuan Representasi dalam Matematika ... 19

a. Hakikat matematika ... 19

b. Pengertian Representasi Matematik ... 20

c. Indikator Representasi Matematika ... 22


(12)

4. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran

Konvensional ... 26

5. Relasi Fungsi ... 27

6. Contoh Aplikasi pembelajaran Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika ... 29

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30

C. Kerangka Berpikir ... 31

D. Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Metode dan Desain Penelitian ... 33

C. Variabel Penelitian ... 34

D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 35

E. Instrumen Penelitian... 35

F. Teknik Pengumpulan Data ... 41

G. Teknik Analisis Data ... 41

H. Hipotesis Statistik ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Deskripsi Data ... 47

1. Hasil Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen ... 47

2. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelompok Kontrol ... 49

3. Pengujian Prasyarat Analisis ... 52

B. Pembahasan ... 55

1. Kemampuan Representasi Matematik Siswa Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 56

2. Kemampuan Representasi Matematik Berdasarkan Indikator ... 66


(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bentuk-bentuk Oprasional Representsi matematik ... 23

Tabel 2.2 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual Dan Pembelajaran Konvensional ... 26

Tabel 3.1 Design penelitian ... 33

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Representasi Matematik ... 36

Tabel 3.3 Klasifikasi Reliabilitas ... 38

Tabel 3.4 Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran Butir Soal ... 39

Tabel 3.5 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal ... 40

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen ... 48

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Kontrol ... 49

Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 51

Tabel 4.4 Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas kontrol ... 52

Tabel 4.5 Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53

Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis ... 54

Tabel 4.7 Kemampuan Written Text ... 59

Tabel 4.8 Kemampuan Drawing ... 62

Tabel 4.9 Kemampuan Mathematical Expression ... 65

Tabel 4.10 Persentase Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 66


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan Timbal Balik Representasi Internal dan Eksternal ... 23

Gambar 4.1 Histogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Eksperimen ... 49

Gambar 4.2 Histogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan Representasi Matematis Kelompok Kontrol ... 50

Gambar 4.3 Kurva Uji Perbedaan Data Kelompok Ekperimen dan Kelompok Kontrol ... 54

Gambar 4.4 Contoh Jawaban Soal Nomor 5 Siswa Kelas Kontrol ... 57

Gambar 4.5 Contoh Jawaban Soal Nomor 5 Siswa Kelas Eksperimen ... 57

Gambar 4.6 Contoh Jawaban Soal Nomor 6 Siswa Kelas Kontrol ... 58

Gambar 4.7 Contoh Jawaban Soal Nomor 6 Siswa Kelas Eksperimen ... 58

Gambar 4.8 Contoh Jawaban Soal Nomor 1 Siswa Kelas Kontrol ... 60

Gambar 4.9 Contoh Jawaban Soal Nomor 1 Siswa Kelas Eksperimen ... 60

Gambar 4.10 Contoh Jawaban Soal Nomor 3 Siswa Kelas Kontrol ... 61

Gambar 4.11 Contoh Jawaban Soal Nomor 3 Siswa Kelas Eksperimen ... 61

Gambar 4.12 Contoh Jawaban Soal Nomor 2 Siswa Kelas Kontrol ... 63

Gambar 4.13 Contoh Jawaban Soal Nomor 2 Siswa Kelas Eksperimen ... 63

Gambar 4.14 Contoh Jawaban Soal Nomor 4 Siswa Kelas Kontrol ... 64


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen... 74

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 110

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 142

Lampiran 4 Kisi-kisi Uji Instrumen Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 168

Lampiran 5 Langkah-langkah Perhitungan Validitas ... 172

Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 173

Lampiran 7 Langkah-langkah Perhitungan Reliabilitas... 174

Lampiran 8 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 175

Lampiran 9 Langkah-langkah Perhitungan Taraf Kesukaran ... 176

Lampiran 10 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen... 177

Lampiran 11 Langkah-langkah Perhitungan Daya Pembeda ... 178

Lampiran 12 Hasil Uji Perhitungan Daya Pembeda Instrumen ... 179

Lampiran 13 Soal Tes Kemampuan Representasi Matematik ... 180

Lampiran 14 Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 182

Lampiran 15 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi Matematik ... 185


(17)

Lampiran 17 Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 187

Lampiran 18 Hasil Postes Kelas Kontrol ... 190

Lampiran 19 Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol ... 191

Lampiran 20 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 194

Lampiran 21 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 195

Lampiran 21 Perhitungan Uji Homogenitas ... 196

Lampiran 22 Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 197

Lampiran 24 Tabel Nilai-nilai r Product Moment ... 198

Lampiran 25 Tabel Harga Kritis Distribusi Chi Square ... 199

Lampiran 26 Tabel Harga Kritis Distribusi F ... 200


(18)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu kegiatan universal dalam kehidupan manusia. Karena pada hakikatnya, pendidikan merupakan usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri, yaitu untuk membudayakan manusia. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Pendidikan juga dapat menunjang pembangunan suatu Negara. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Seperti telah dijelaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.1

Peningkatan mutu pendidikan mutlak diperlukan, karena merupakan respon terhadap tuntutan perkembangan global yang mana kita harus mengejar ketertinggalan di bidang Ilmu pengetahuan dan Teknologi yang sangat diperlukan pada saat ini. Pendidikan juga sebaiknya berwawasan masa depan yang dapat mengembangkan seluruh potensi dan prestasi secara optimal, guna kesejahteraan dimasa depan.

1

Tim Redaksi Fokus Media. 2006. Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang Guru dan Dosen. Bandung : Fokus Media, Hal 56.


(19)

Long Life Education, kalimat yang sering kita kenal sejak dulu sampai sekarang, yang artinya "Pendidikan sepanjang hayat", dalam ajaran agamapun juga disebutkan “Tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat". Konsep pendidikan sepanjang hayat menjadi pedoman dalam dunia pendidikan yang tidak mengenal batas waktu atau usia. Jadi untuk menciptakan generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sedini mungkin. Karena pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, serta

Negara.2

Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan cukup besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika mendapat julukan ratu dari

segala ilmu pengetahuan. Ungkapan tersebut dikarenakan dalam proses pembelajaran metematika, secara sadar kita akan melatih kemampuan berpikir kritis, logis, analitis, dan sistematis. Hal tersebut juga menjadi sebab mengapa matematika diperkenalkan sejak kita balita, bahkan sebelumnya, agar pikiran kita terkonsep dan mampu memecahkan masalah dalam

kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum

pendidikan nasional selalu diajarkan pada jenjang pendidikan disetiap tingkatan kelas dengan proporsi waktu yang lebih banyak dari pada mata pelajaran lainnya. Hal ini menunjukan betapa pentingnya mata pelajaran matematika bagi siswa.

Siswa sebagai sumber daya manusia harus memiliki kemampuan berfikir matematis. Kemampuan ini sangat diperlukan agar peserta didik memahami konsep yang dipelajari untuk dapat menerapkannya dalam berbagai masalah kehidupan nyata. Namun sebagian besar siswa menganggap mata pelajaran matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan. Ini

2


(20)

disebabkan karena sebagian besar dari siswa tersebut mengalami kesulitan dalam mencerna materi-materi yang diajarkan oleh gurunya. Pembelajaran satu arah yang menyebabkan kebanyakan dari siswa tersebut menerima sumber ilmu pengetahuan hanya dari gurunya. Sehingga, informasi-informasi yang mereka dapatkan masih minim.

Pendapat tersebut dibuktikan melalui data yang dikeluarkan oleh PISA 2009 yang menyatakan bahwa masih rendahnya kemampuan matematika siswa. Siswa Indonesia mendapatkan skor matematika sebesar 371 dan Indonesia berada pada posisi 61 dari 65 negara. Dari hasil PISA matematika tahun 2009 ini diperoleh hasil hampir setengah dari siswa Indonesia (43,5%) tidak mampu menyelesaikan soal PISA paling sederhana, 33,1% hanya bisa mengerjakan soal jika pertanyaan dari soal kontekstual diberikan secara eksplisit dan hanya 0,1% siswa Indonesia yang mampu mengembangkan dan mengerjakan pemodelan matematika yang menuntut keterampilan berpikir

dan penalaran.3 Menurut data PISA di atas, siswa Indonesia dikategorikan

pada tingkat 2 yang hanya mampu menafsirkan atau mengenali situasi dalam konteks soal yang diberikan, dan mengerjakan soal menggunakan rumus-rumus umum atau secara algoritmik. Maka tidak heran jika banyak siswa yang dapat melakukan perhitungan matematika tetapi kurang mampu untuk menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran matematika yang hanya terbatas kepada satu aspek pemahaman semata.

Kemampuan representasi terkait erat dengan pemahaman atau proses pembelajaran dalam diri siswa. Arti dari pentingnya kemampuan representasi

dinyatakan dengan prinsip-prinsip dan standar dari NCTM yang memberikan

lima standar isi. Five standards address the processes of problem solving,

reasoning and proof, connections, communication, and representation.4

Problem solving meliputi kemampuan memahami masalah, merancang

3

http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/30/indonesia-peringkat-10-besar-terbawah-dari-65-negara-peserta-pisa/ 27 Oktober 2012 21:01

4

Theachers of Mathematics. 2000. Principles and Standars for School Mathematics.


(21)

model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang

diperoleh. Reasoning and proof meliputi kegiatan melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika. Connections meliputi kegiatan

mengkaitkan satu konsep matematika dengan konsep yang lain.

Communication meliputi kegiatan mengungkapkan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Representation merupakan komunikasi tertulis yang menggunakan gambar, grafik dan simbol sehingga dapat membantu siswa mengungkapkan ide-ide mereka dalam bentuk tulisan. Disini terlihat bahwa representasi merupakan salah satu dari lima standar kemampuan berfikir matematik yang harus dimiliki siswa dan hendaknya siswa dapat melakukannya.

Berdasarkan observasi di MTs Al Husna Lebak Bulus, peneliti memperoleh keterangan bahwa siswa kelas VIII masih mengalami kesulitan untuk merepresentasikan ide-ide matematiknya. Hal ini dapat terlihat dari jawaban siswa dalam latihan maupun ulangan harian, siswa kurang menggambarkan ide-ide matematis yang mereka miliki, misalnya dalam membuat persamaan atau model matematis dari materi aljabar dan sistem persamaan linear dua variabel yang disajikan dalam situasi real. Siswa tidak dapat membuat suatu tabel atau gambar dari informasi yang disajikan pada soal untuk membantunya menemukan jawaban, sehingga akhirnya mereka hanya menebak-nebak jawaban. Selain hal tersebut siswa juga belum mampu mengemukakan pendapatnya, terkadang pendapat yang disampaikan siswa belum terstruktur. Hal ini menyebabkan pendapat yang disampaikan oleh siswa sulit dipahami oleh teman-temannya maupun gurunya.

Terkadang mereka mengerti mengenai konsep tetapi sulit untuk menyajikanya apalagi untuk bertukar pemahaman dengan siswa lain. Selain itu jika guru melontarkan pertanyaan di kelas, seolah sudah menjadi tradisi siswa menjawabnya secara bersama-sama. Mereka tidak percaya diri menjawab secara mandiri. Beberapa siswa juga merasa malu jika diminta untuk mengerjakan soal di depan kelas dan menjelaskan kembali kepada


(22)

siswa yang lain. Indikator-indikator tersebut menunjukan kemampuan representasi matematik siswa yang rendah.

Pemodelan dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu dari indikator representasi. Setiap indikator dari representasi saling berkaitan satu sama lainnya. Jika indikator-indikator representasi sudah tercapai, maka siswa akan dengan otomatis mampu menerapkan dan menyajikan ide-ide matematika mereka dalam bentuk kata-kata, tulisan, simbol, gambar, grafik, tabel ataupun alat peraga.

Pembelajaran matematika hendaknya tidak hanya menekankan pada perhitungan semata tetapi harus merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, siswa akan sangat terbantu ketika belajar matematika.

Sehingga siswa akan mampu untuk menganalisis, menyajikan,

menginterpretasikan serta merepresentasikanya.

Kemampuan representasi matematik merupakan kemampuan yang sangat penting untuk dikuasai siswa. Pada dasarnya matematika adalah bahasa yang dipenuhi dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang terbentuk dapat dipahami dan dimanipulasi oleh siswa. Karena representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa representasi matematika adalah ungkapan-ungkapan dari ide matematika yang ditampilkan siswa sebagai model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang sedang dihadapinya sebagai hasil dari interpretasi pikirannya. Menyikapi permasalahan tersebut, maka perlu adanya perbaikan-perbaikan dalam proses pembelajaran yang diterapkan pendidik yang berorientasi pada munculnya ide-ide baru / segar yang bersal dari siswa.

Mengkontruksi sebuah ide baru dari siswa tidak serta merta tiba-tiba timbul, perlu adanya rangsangan atau stimulus yang dapat mengembangkan. Mengkontruksi sebuah pengetahuan memerlukan pemikiran reflektif, yakni secara aktif memikirkan suatu ide. berfikir reflektif berarti mengubah melalui


(23)

ide-ide yang sudah ada untuk mencari ide-ide yang kiranya paling berguna

untuk memberi arti terhadap ide baru.5 Kita menggunakan ide-ide yang kita

miliki untuk mengkontruksi ide yang baru, dengan begitu akan berkembang hubungan antar ide tersebut. Semakin banyak ide yang digunakan semakin banyak pula hubungan yang terbentuk, itu berarti semakin baik kita memahami.

Menurut Subandar, untuk meningkatkan kemampuan representasi matematika, dapat dilakukan melalui proses penemuan kembali dengan

menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal.6 Konsep

matematika horizontal merupakan pengidentifikasian, pemvisualisasian masalah melalui sketsa atau gambar yang telah dikenali siswa. Sedangkan konsep matematisasi vertikal berupa representasi hubungan-hubungan dengan rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematika, penggunaan model-model yang berbeda dan penggeneralisasian.

Pendekatan kontekstual merupakan suatu pembelajaran dimana materi disajikan melalui konteks yang bervariasi dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan masyarakat secara luas. Hal ini ditegaskan oleh howey bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam konteks yang bervariasi, baik konteks itu didalam ataupun diluar sekolah. Pembelajaran Kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran

produktif, yakni: konstruktivisme (Constructivisme), bertanya (Questioning),

menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning community), pemodelan

(Modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).7

5

John A. Van de Walle, Matematika sekolah dasar dan menengah, (Jakarta : Erlangga, 2006), h.24

6 Jozua Subandar , “

Aspek kontekstual dalam Soal Matematika dalam Realistic Mathematic Education”. Makalah disajikan dalam Seminar Sehari tentang Realistic Mathematic Education di Jurusan Matematika UPI.

7

Wina Sanjaya, Strategi pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana Prenada Grup, 2010) , hal 264-268


(24)

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa ada hubungan antara tujuan pencapaian kemampuan representasi matematika berupa mengkontruksi ide-ide matematika dari siswa melalui pemvisualisasian, penggunaan model-model, ataupun penggeneralisasian tersebut merupakan sesuatu yang ada pada pembelajaran kontekstual. Dari latar belakang diatas, maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Pendekatan

Kontekstual Terhadap Kemampuan Representasi Matematika Siswa”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka timbul permasalahan sebagai berikut :

1. Pembelajaran matematika cenderung bersifat teacher oriented, text book

oriented dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari,

2. Siswa masih kesulitan dalam memahami konsep dan ide-ide matematika,

3. Belum menggunakan metode pembelajaran yang tepat untuk

meningkatkan kemampuan representasi matematika siswa.

4. Rendahnya kemampuan representasi matematika

5. Siswa masih kesulitan dalam memodelkan situasi atau permasalahan ke

dalam ide matematika

C.Pembatasan Masalah

Agar penelitian terarah dan tidak terjadi penyimpangan terhadap masalah yang akan dibahas, maka penelitian ini dibatasi pada ada atau tidaknya perbedaan kemampuan representasi matematik antara siswa yang diajarkan dengan pendekatan kontekstual dengan siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan konvensional.

Pendekatan kontekstual merupakan suatu pembelajaran dimana materi disajikan melalui konteks yang bervariasi dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, baik dirumah, sekolah, maupun lingkungan masyarakat secara luas. Sehingga siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya. Pendekatan kontekstual melibatkan tujuh


(25)

komponen utama pembelajaran, yakni: konstruktivisme (Constructivisme),

bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning

community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection), dan penilaian

sebenarnya (Authentic Assessment).

Representasi matematika merupakan cara yang digunakan seseorang untuk menuangkan ide matematikanya dalam melakukan komunikasi matematik. Representasi melibatkan proses berfikir yang dilakukan untuk memahami konsep, operasi, atau hubungan-hubungan matematik lainnya. Representasi matematika terbagi menjadi dua, yaitu representasi internal dan representasi eksternal. Representasi internal yaitu proses berfikir tentang

ide-ide matematika (minds-on), dan representasi eksternal yaitu perwujudan

untuk menggambarkan hasil dari representasi internal yang berupa kata-kata

(lisan), tulisan, simbol, gambar, grafik, tabel ataupun alat peraga (hands-on).

Adapun dalam penelitian ini, indikator kemampuan representasi yang akan diamati pada siswa adalah :

1. Representasi visual berupa diagram, grafik atau tabel, meliputi :

a. Menyajikan kembali data / informasi dari suatu representasi ke

representasi diagram, grafik atau tabel.

b. Menggunakan representasi visual untuk menyelesaikan masalah.

2. Ekspresi matematis, meliputi :

a. Membuat persamaan atau model matematis dari representasi lain yang

diberikan.

b. Menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematik.

3. Kata-kata / teks tertulis, meliputi :

a. Menyusun cerita atau situasi masalah sesuai dengan representasi yang

disajikan.

b. Membuat atau menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata /


(26)

D.Rumusan Masalah

Sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah, bahwa perlu adanya peningkatan kemampuan representasi siswa. Dalam kesempatan ini dilakukan penelitian yang menyatakan adanya pengaruh dari pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan representasi siswa. Dengan demikian yang menjadi permasalahan utama penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kemampuan representasi matematika siswa yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual ?

2. Bagaimana kemampuan representasi matematika siswa yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan konvensional ?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan representasi matematika siswa

yang pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual

dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional ?

E.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian eksperimen ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan representasi

matematika siswa yang diajarkan menggunakan pendekatan kontekstual.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan representasi

matematika siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran

kontekstual.

3. Membandingkan kemampuan representasi matematika siswa yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.


(27)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Guru

Sebagai informasi dan masukan bagi Guru dalam upaya meningkatkan kemampuan representasi matematika siswa serta kemampuan guru dalam proses belajar mengajar.

2. Siswa

Untuk membantu siswa agar mendapatkan pembelajaran yang bermakna dan meningkatkan kemampuan representasi mereka dalam matematika.

3. Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai pelaksanaan pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran kontekstual.

4. Pembaca

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk diadakan penelitian lebih lanjut.


(28)

BAB II

KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A.Landasan Teori

Berikut ini akan dibahas terlebih dahulu beberapa kajian teoritis untuk penunjang antara teori dengan penelitian. Kajian teori-teori ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan representasi matematik siswa dan

pendekatan pembelajaran kontekstual. Untuk memahami lebih lanjut mengenai

teori-teori tersebut maka akan dijelaskan pada bahasan berikut ini 1. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan aktivitas yang paling fundamental dalam keseluruhan proses di setiap jenjang pendidikan. Sehingga berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh karena itu pemahaman tentang arti belajar dengan segala aspek dan bentuknya harus dipahami betul, agar tidak terjadi kekeliruan terhadap proses belajar.

Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan

prilaku sebagai hasil dari pengalaman.8 Pendapat lain mengatakan

Learning is the process by which an activity originates or is changed trought training procedures (whether in laboratory or in the natural environments) as disitinguished from changes by factor not attributable to training. 9 Artinya seseorang dapat dikatakan kalau dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah.

Hintzman mengatakan belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan oleh pengalaman yang dapat

8

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 5 9


(29)

mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut.10 Sedangkan menurut

Winkel belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis

yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,

keterampilan dan nilai sikap.11

Berdasarkan pendapat mengenai belajar, terdapat satu tujan yang sama yaitu perubahan tingkah laku. Maka belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang dialami setiap individu sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan tujuan belajar dapat diartikan sebagai sejumlah hasil belajar yang menunjukan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umunya meliputi pengetahuan, keterampilan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Menurut taksonomi Bloom tujuan belajar yaitu siswa diarahkan untuk mencapai ketiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

Pembelajaran pada dasarnya menganut prinsip belajar sepanjang

hayat, prinsip siswa belajar aktif, dan prinsip “learning how to learn”.

UNESCO merinci prinsip learning how to learn kedalam empat pilar

pendidikan yaitu: belajar memahami (learning to know), belajar

melakukan (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be),

dan belajar untuk hidup dalam kebersamaan (learning to live together).12

Sedangkan definisi pembelajaran itu sendiri adalah upaya

membelajarkan siswa untuk belajar.13 Berdasarkan pengertian tersebut,

pembelajaran tentunya harus melibatkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu. Hal ini sesuai dengan prinsip siswa belajar aktif merujuk yang kepada definisi belajar sebagai sesuatu yang dilakukan oleh siswa bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa.

10

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010), h. 88

11

Yatim Riyanto, op cit. h 5 12

Utari Sumarmo, Berfikir dan Disposisi Matematika, (FPMIPA UPI, 2010), h. 14 13


(30)

Menurut Fontana pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberikan nuansa agar program belajar tumbuh dan

berkembang secara optimal.14 Oleh sebab itu agar proses belajar menjadi

bermakna bagi peserta didik, maka harus diciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan memberikan rasa aman. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.15

Berdasarkan definisi pembelajaran yang telah dikemukakan, pembelajaran itu sendiri memiliki arti sebagai upaya membelajarkan siswa dalam lingkungan yang kondusif sehingga terjadi interaksi antara guru dan siswa dan siswa dengan siswa yang menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan.

Pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai upaya

membelajarkan siswa dalam lingkungan yang kondusif sehingga terjadi interaksi antara guru dan siswa dan siswa dengan siswa guna memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan matematika.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) , disebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan agar siswa

mempunyai kompetensi berikut :16

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep

dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

14

Tim MKPBM, Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer

(Bandung : JICA-UPI, 2001), h.8 15

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hal. 2

16

Depdiknas. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. (Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2007). h.4


(31)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dengan adanya tujuan pembelajaran matematika yang telah ditetapkan, maka hendaknya pembelajaran matematika harus disesuaikan dengan kemampuan kognitif siswa, karena dalam proses pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah katercapaian belajar bermakna pada siswa.

b. Pembelajaran Kontekstual

Proses pembelajaran di kelas pada umumnya guru masih berorientasi pada target penyelesaian sejumlah materi berdasarkan

kurikulum yang diberikan dengan menggunakan pendekatan

konvensional (Teacher Centered) yaitu pembelajaran dimana guru lebih

banyak menyampaikan informasi dan siswa lebih banyak menerima informasi dari guru. Hal ini menjadikan siswa lebih pasif dan pembelajaran menjadi kurang bermakna.

Setiap siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. Salah satu bentuk keterlibatan siswa di kelas yaitu siswa aktif mempelajari, menemukan, dan membangun suatu konsep materi yang dipelajari. untuk itu salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan adalah


(32)

Pendekatan kontekstual merupakan suatu pembelajaran dimana materi disajikan melalui konteks yang bervariasi dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan masyarakat secara luas. Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual memungkinkan siswa belajar menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam konteks yang bervariasi, baik konteks itu didalam ataupun diluar sekolah.

Menurut Sanjaya, Contextual Teaching and Learning adalah suatu

strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong

siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.17 Hal

senada juga diungkapkan oleh US. Departmen of Education The National

School-to-Work Office yang dikutip Trianto,

“Bahwa pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.”18

Pembelajaran dan pengajaran kontekstual, sebagai sebuah sistem mengajar, didasarkan pada pikiran, bahwa makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya. Konteks memberikan makna pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Pembelajaran kontekstual menekankan pada berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan, dan pensitesissan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan. Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berpikir kritis dan kreatif dalam

17

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2010), Cet.V, h. 255.

18


(33)

mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu

masalah.19

Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yakni:

1. Konstruktivisme (Constructivism)

Menurut Piaget, Manusia Memiliki Stuktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing memberi informasi

bermakna yang berbeda-beda.20 Setiap kegiatan yang dialami oleh

beberapa orang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu, walaupun kegiatan yang mereka alami itu sama.

konstruktivisme (Constructivism) merupakan upaya yang

dilakukan siswa unuk membangun pengetahuan mereka sendiri. Tugas dari guru disini adalah memfasilitasi proses tersebut. Adapun cara-cara yang dilakukannya antara lain :

a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,

b. Memberikan kesempatan siswa menemukan dan menerapkan

idenya sendiri,

c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam

belajar.

Berdasarkan uraian di atas, pengetahuan harus dibangun siswa sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks terbatas. Implementasinya, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstekstual dikemas menjadi proses mengkonstruksi, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui keterlibatannya dalam proses pembelajaran secara aktif.

2. Menemukan (Inquiry)

Menemukan (Inquiry) merupakan bagian inti dari pembelajaran

kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa

19

Ibid., h.106 20


(34)

bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi merupakan hasil penemuan sendiri. Guru merancang pembelajaran yang menekankan

pada kegiatan menemukan. Menemukan (Inquiry) mempunyai siklus

yang terdiri dari : 21

a Observasi (Observation)

b Bertanya (Questioning)

c Mengajuan dugaan (Hyphotesis)

d Pengumpulan data (Data Gathering)

e Penyimpulan (Conclussion)

3. Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan ruh dari suatu pembelajaran. Ketika siswa bertanya, guru bisa memperoleh informasi dari siswanya, misalnya mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi, membangkitkan respon siswa, membimbing dan mengarahkan siswa. Bertanya bisa dilakukan baik antara siswa dengan guru, maupun siswa dengan siswa. Kegiatan bertanya dapat ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemukan kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak akan terlepas dari bantuan orang lain. Manusia memerlukan kerjasama antara satu sama lain untuk saling belajar dan membantu.

Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru mengajar siswanya bukanlah contoh masyarakat belajar. Contoh masyarakat belajar disini yang belajar bukan guru melainka siswa. Masyarakat belajar terjadi jika dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Dengan adanya kelompok belajar, siswa dapat belajar dengan kelompoknya

21


(35)

untuk saling berbagi satu sama lain, antara siswa yang satu dengan yang lainnya bisa saling mengisi dan melengkapi sehingga bisa menumbuhkan pengetahuan yang akan bermakna.

5. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan (Modelling) pada proses pembelajaran yaitu

pengemasan dan penyampaian materi menggunakan alat bantu sehingga siswa dapat lebih memahami konsep yang diajarkan. Pemodelan disini maksudnya adalah model yang bisa ditiru. Model tersebut bisa berupa cara mengoprasikan sesuatu, cara melafalkan, contoh karya tulis, cara memanipulasi benda-benda kongkrit, ataupun guru memberikan contoh memgerjakan sesuatu.

6. Refleksi (Reflection)

Komponen yang keenam adalah refleksi (Reflection) yang

maksudnya adalah berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang telah dilakukan. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai stuktur

pengetahuan baru. Kegiatan refleksi bisa berupa kegiatan me-review

materi-materi yang baru saja dipelajari diakhir proses pembelajaran untuk menekankan konsep-konsep yang fundamental. Selain itu, kegiatan refleksi ini bisa berupa kegiatan mempertimbangkan kembali kesimpulan yang telah diperoleh.

Tujuan dari proses refleksi ini adalah agar siswa dapat menyimpan setiap pengetahuan yang mereka terima dan agar mereka dapat merasakan ide-ide yan baru didapatkan.

7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Komponen terakhir adalah penilaian sebenarnya (Authentic

Assessment). Maksudnya adalah penilaian selama pembelajaran tidak hanya menilai produk yang dihasilkan siswa, akan tetapi guru menilai siswa mulai dari keaktifan siswa selama pembelajaran hingga hasil belajar yang diperolehnya. Hal ini dimaksudkan untuk memotivasi dan


(36)

menghargai usaha-usaha yang dilakukan untuk menghargai siswa dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan guru.

1. Kemampuan Representasi dalam Matematika a. Hakikat Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dipelajari siswa dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, bahkan dari tingkat taman kanak-kanak sudah dikenalkan tentang pelajaran matematika seperti mengenal bilangan dan berhitung meskipun dalam bentuk yang masih sederhana.

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani yaitu mathematike

yang berarti “relating learning”. Sedangkan secara epistimologis,

matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.22

Meskipun demikian, bukan berarti ilmu lain tidak menggunakan penalaran tetapi dalam matematika lebih menekankan kepada aktivitas penalaran disamping hasil observasi atau eksperimen. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, matematika merupakan ilmu bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang

digunakan dalam penyelsaian masalah mengenai bilangan.23

Berbagai pendapat mengenai pengertian matematika, dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda. Ada yang berpendapat bahwa matematika adalah bahasa simbol, bahasa numerik, metode berfikir logis, ratunya ilmu dan sekaligus pelayannya, ilmu tentang bilangan, dan matematika adalah aktivitas manusia.

Johnson dan Rising mengatakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, dan juga merupakan bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan

cermat, jelas, dan akurat.24 Hal tersebut sejalan dengan Kline yang

mengatakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri

22

Tim MKPBM,op. Cit., h. 18 23

Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 723

24


(37)

utamanya adalah penggunakan cara bernalar deduktif, tetapi tidak

melupakan cara berfikir induktif.25

Matematika selalu tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, karena logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Logika adalah masa bayi dari matematika, dan matematika adalah masa dewasa

dari logika.26 Dengan demikian matematika selalu berkembang seiring

dengan kemampuan logika manusia. b. Pengertian Representasi Matematik

Representasi merupakan hal utama untuk mempelajari matematika.

Goldin dan Shteingold menyatakan bahwa Representational systems are

important to the learning of mathematics because of the inherent structure contained within each representation.27 Hal tersebut menandakan system representasi penting bagi pembelajaran matematika karena struktur yang melekat yang terkandung dalam setiap representasi. Struktur ini dapat membentuk atau menghambat belajar. Selain itu, berbagai representasi menekankan aspek yang berbeda dari konsep, sehingga pengembangan pemahaman suatu konsepnya akan berbeda, tergantung dari apa yang mereka merepresentasikannya.

NCTM tahun 2000 menyatakan bahwa Representations—such as

physical objects, drawings, charts, graphs, and symbols—also help students communicate their thinking28. Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa representasi merupakan salah satu cara siswa untuk menuangkan apa yang mereka pikirkan dalam bentuk benda kongkrit, gambar, dan simbol-simbol matematika.

Jones dan Knuth menyatakan representasi, “A model, or alternate form, of a problem situation, or aspect of a problem situation used in finding a solution. For example, problem can be represented by objects,

25

Mulyono Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 252

26

Tim MKPBM, loc. cit.

27

Thompson, Ian. 2008. Teaching and Learning Early Number. New York : Library of Congress Cataloging-in-Publication Data. Hal 161

28


(38)

pictures, words, or mathematical symbols”29. Artinya, representasi sebagai suatu model atau bentuk pengganti dari suatu situasi masalah atau aspek dari suatu situasi masalah yang digunakan untuk menemukan solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek, gambar, kata-kata atau simbol matematika.

Cai, Lane dan Jackabesin menyatakan bahwa bentuk-bentuk

representasi bisa berupa sajian visual seperti gambar (drawing), grafik

(charts), dan tabel (tables), ekspresi matematis atau notasi matematis (mathematical expressions), serta menulis dengan bahasa sendiri baik

formal maupun informal (written texts)30. Representasi yang digunakan

dalam bentuk kata–kata, grafik, tabel, dan pernyataan adalah suatu

pendekatan yang memberikan sebuah pemikiran dalam penterjemahan secara bebas oleh siswa untuk memahami konsep-konsep matematika.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa representasi matematik adalah penterjemahan, bentuk pengganti atau pemodelan dari suatu situasi masalah dengan menggunakan gambar, grafik, tabel, tulisan atau simbol-simbol lainnya untuk menemukan solusi dan membantu siswa menuangkan pemikirannya sehingga membantu mereka memahami konsep-konsep matematika.

c. Indikator Representasi Matematika

Standar representasi yang ditetapkan NCTM menyebutkan bahwa, program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12

harus memungkinkan siswa untuk :31

1. Membuat dan menggunakan representasi untuk mengorganisasikan,

merekam, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika.

29Bambang Hudiono, “

Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi (DMR) terhadap Perkembangan Kemampuan Matematik dan Daya Representasi pada Siswa SLTP”, Disertasi pada PPs UPI Bandung, 2005, h.18

30 Elis Fatonah, “

Pendekatan Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Siswa”Skripsi pada Pendidikan Matematika UIN Jakarta, 2012 h.13

31

John A. Van de Walle, Matematika sekolah dasar dan menengah, (Jakarta : Erlangga, 2006), h.5


(39)

2. Memilih, menerapkan, dan mewujudkan representasi matematika untuk menyelesaikan soal.

3. Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menafsirkan

fenomena fisik, sosial dan matematika.

Representasi juga melibatkan proses berfikir yang dilakukan untuk

memahami konsep, operasi, atau hubungan–hubungan matematik

lainnya. Hiebert dan Carpenter berpendapat Communicating

mathematical ideas requires external representations (e.g. spoken language, written symbols, pictures or physical objects), whereas to think about mathematical ideas requires internal representations.32 Artinya yaitu proses representasi matematik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. Bentuk representasi eksternal dapat diobservasi misalnya dari pengungkapannya melalui kata-kata (lisan), tulisan, simbol

gambar, grafik, tabel ataupun melalui alat peraga (hands-on). Sementara

itu representasi internal merupakan aktivitas mental dari seseorang dalam

pikirannya (minds-on). Meskipun representasi internal tidak dapat dilihat

secara kasat mata tetapi dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan representasi eksternalnya. Dengan kata lain terjadi hubungan timbal balik antara representasi internal dan eksternal dari seseorang ketika berhadapan dengan suatu masalah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1

Hubungan Timbal Balik Antara Representasi Internal dan Eksternal

Representasi matematika memiliki bentuk-bentuk oprasional dalam

memperjelas tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran33.

32

Ian Thompson, op. Cit, hal 161

33 S.H Mudzzakir, “Strategi Pembelajaran “Think

-Talk-Write untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP”. 2006. Tesis pada PPs UPI Bandung, h. 25

Representa si Eksternal Representa


(40)

Tabel 2.1

Bentuk-bentuk Operasional Representasi Matematik No. Representasi Bentuk-bentuk Operasional

1. Representasi Visual :

a) Diagram, grafik, atau

tabel.

 Menyajikan kembali data atau informasi

dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik atau tabel.

 Menggunakan representasi visual untuk

menyelesaikan masalah

b) Gambar  Membuat gambar pola-pola geometri.

 Membuat gambar bangn geometri untuk

memperjelas masalah dan memfasilitasi penyelesaiannya.

2. Persamaan atau ekspresi

matematis

 Membuat persamaan atau model

matematika dari representasi lain yang diberikan

 Penyelesaian masalah yang melibatkan

ekspresi matematis

3. Kata-kata atau teks

tertulis

 Membuat situasi masalah berdasarkan

data-data atau representasi yang diberikan.

 Menuliskan interpretasi dari suatu

representasi

 Menuliskan langkah-langkah penyelesaian

masalah matematis dengan kata-kata.

 Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu

representasi yang disajikan.

 Menjawab soal dengan menggunakan


(41)

Berdasarkan penjelasan tentang indikator representasi, maka

indikator kemampuan representasi yang akan digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah :

1. Representasi berupa diagram, grafik atau tabel, dan gambar

(Drawing).

2. Persamaan atau ekspresi matematika (Mathematical Expressions)

3. Kata-kata atau teks tertulis (Written Texts).

2. Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan banyak digunakan oleh guru-guru di sekolah. Pembelajaran konvensional yang dilaksanakan di sekolah tempat dilaksanakan penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan metode ekspositori. Kenyataanya, metode ekspositori adalah metode mengajar yang banyak digunakan oleh guru adalah dimana guru lebih banyak bertutur di dalam kelas sedangkan siswa hanya menyimak

penjelasan guru.34

Metode ekspositori sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) yang sering dipakai pada pengajaran matematika. Umumnya pembelajaran seperti ini lebih mengutamakan hafalan dari pada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil dari pada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, metode ini hanya menekankan kepada siswa menghafal rumus-rumus tanpa mengetahui darimana rumus tersebut diperoleh. Hal ini berakibat pada penguasaan siswa terhadap konsep matematika cenderung bersumber dari hafalan bukan pemahaman.

Langkah-langkah pembelajaran dengan metode ekspositori dapat

dirinci sebagai berikut :35

a. Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk

menerima pelajaran.

34

Wina Sanjaya, op.cit.,h. 178 35


(42)

b. Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa.

c. Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan

pengalaman siswa untuk memberikan makna terhadap materi pembelajaran.

d. Menyimpulkan, adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran

yang disajikan.

e. Mengaplikasikan, merupakan tahapan unjuk kemampuan siswa setelah

menyimak penjelasan dari guru.

Materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi tersebut dan materi pelajaran seakan-akan sudah jadi saat diberikan. Begitu juga dengan memberikan relevansi materi dalam kehidupan sehari-hari dilakukan sebagai kegiatan tambahan bukan suatu keharusan. Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru yang berarti peran guru sangat dominan dalam pembelajaran.

Pada intinya, tujuan pembelajaran bukan sekedar akumulasi pengetahuan akan tetapi bagaimana pengetahuan yang telah diperoleh siswa dalam pembelajaran tersebut mampu diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu metode ekspositori yang lebih menekankan pada pengumpulan fakta atau konsep tidak lagi relevan untuk diterapkan disebabkan banyaknya kelemahan-kelemahan yang terdapat didalamnya antara lain; proses pembelajaran bersifat statis dan komunikasi berjalan searah, siswa menjadi pasif dan tidak dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif yang akan berdampak pada kualitas hasil pembelajaran. 3. Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mencoba mengaitkan konsep matematika dengan masalah kehidupan sehari-hari dengan melibatkan keaktifan siswa. Sedangkan pembelajaran konvensional


(43)

pada umumnya, hanya mentransfer ilmu dari guru ke murid tanpa melibatkan siswa. Berikut diuraikan beberapa perbedaan antara

pembelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional :36

Tabel 2.2

Perbedaan Pembelajaran kontekstual dan Pembelajaran Konvensional

No. Aspek Penilaian Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran Konvensional 1 Keaktifan

Siswa secara aktif terlibat

dalam proses

pembelajaran.

Siswa adalah penerima informasi secara pasif.

2

Metode Pembelajaran

Pembelajaran dikaitkan

dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan.

Pembelajaran sangat

abstrak dan teoritis

karena dikemas dalam bentuk yang sudah jadi .

kaitan materi dengan

kehidupan sehari-hari

disajikan setelah konsep selesai dijelaskan.

3

Pengembangan konsep

Konsep dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa.

konsep ada di luar diri

siswa, yang harus

diterangkan, diterima,

dihafalkan, dan

dilatihkan. 4

Berfikir

Siswa menggunakan

kemampuan berpikir kritis,

terlibat penuh dalam

mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang

efektif, ikut

Siswa secara pasif

menerima rumus atau

kaidah (membaca,

mendengarkan, mencatat,

menghafal), tanpa

memberikan kontribusi

36


(44)

bertanggungjawab atas

terjadinya proses

pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam pembelajaran.

ide dalam proses

pembelajaran.

5 Pengalaman siswa Penghargaan terhadap

pengalaman siswa sangat diutamakan.

Pembelajaran tidak

memperhatikan pengalaman siswa.

4. Relasi Fungsi

Materi yang diajarkan ditingkat SMP kelas VIII semester 1 meliputi faktorisasi aljabar, relasi dan fungsi, persamaan garis lurus dan sistem persamaan linear dua variabel. Berdasarkan beberapa materi tersebut materi fungsi merupakan suatu konsep yang esensial dalam kurikulum

matematika.37 karena materi fungsi berperan untuk memahami konsep

matematika lainnya serta tempat latihan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika.

Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2008, materi Relasi dan Fungsi diberikan pada siswa SMP kelas VIII. Standar kompetensi pada pokok bahasan Relasi dan Fungsi yaitu memahami relasi dan fungsi serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Topik-topik yang dipelajari dalam pokok bahasan Relasi dan Fungsi adalah sebagai berikut:

a. Pengertian Relasi

Misalkan ( ) adalah suatu relasi . maka kita katakan

bahwa kalimat terbuka mendefinisikan suatu relasi dari A ke B.38

37

Martianty Nalole, Pembelajaran Fungsi Melalui Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Semester I D-II PGSD Jurusan Pendidikan Anak Fakultas Ilmu Pendidikan, INOVASI, 4, 2007, h. 14

38


(45)

b. Menyatakan Relasi

Suatu relasi terdiri dari : Sebuah himpunan A dan himpunan B, suatu

kalimat terbuka dimana adalah benar atau salah untuk

sembartermasuk dalam A x B. Maka kita menyebut R suatu relasi dari A

ke B dan menyatakannya dengan . 39

c. Pengertian Fungsi

Andaikan untuk tiap-tiap elemen dalam sebuah himpunan A ditetapkan melalui beberapa macam cara, sebuah elemen tunggaldari himpunan B,

kita menyebut penetapan demikian suatu fungsi.40

d. Fungsi Aljabar Sederhana

Pembahasan ini memperkenalkan fungsi yang berbentuk operasi-operasi bilangan rill. Selain itu diperkenalkan juga istilai nilai fungsi, rumus fungsi atau persamaan fungsi, istilah variabel bebas dan variabel terikat, dan membuat tabel perubahan fungsi serta gafik fungsi.

5. Contoh Aplikasi Pembelajaran Kontekstual dalam pembelajaran matematika

Pendekatan Kontekstual memiliki tujuh tahapan penting dalam

pembelajaran matematika, antara lain : kontruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya. Ketujuh langkah tersebut pada hakikatnya harus dilaksanakan dalam pembelajaran. Penelitian yang akan dibahas pada kesempatan kali ini adalah tentang materi relasi fungsi. Berikut merupakan salah satu contoh aplikasi pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika.

Pembelajaran dimulai dengan membangun pengembangan pemikiran siswa. Siswa diberi stimulus untuk mendorong siswa agar mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Siswa akan diberikan lembar kerja siswa (LKS) yang berisi materi terkait relasi fungsi. Namun sebelumnya, dilakukan apersepsi terlebih dahulu agar siswa mempunyai gambaran tentang materi relasi fungsi yang akan mereka pelajari sekarang ini.

39

Ibid, h.86 40


(46)

Setelah diberikan lembar kerja siswa (LKS), siswa di arahkan untuk menemukan suatu konsep yang mereka temukan sendiri. Konsep-konsep yang mereka temukan itu merupakan hasil dari pengalaman mereka menyelesaikan lembar kerja siswa yang telah diberikan sebelumnya. Konsep yang mereka temukan misalnya mereka akan menentukan domain, kodomain, range dari suatu fungsi, relasi, ataupun korespondensi satu-satu dan lain-lain.

Ketika siswa sudah dapat membangun pemikirannya sendiri yang berbuah pada penemuan konsep. Pada tahap ini, siswa akan diberi kesempatan untuk bertanya. Tahap ini melatih siswa untuk mengembangkan sifat ingin tahunya. Melalui penerapan bertanya, mereka dapat menentukan domain, kodomain, dan range suatu fungsi. Selain itu, pembelajaran akan lebih hidup dan akan mendorong proses serta hasil pembelajaran yang lebih luas juga mendalam. Kemudian, akan banyak ditemukan unsur-unsur terkait lainnya yang sebelumnya tidak terfikirkan baik oleh guru maupun oleh siswa.

Setelah para siswa melewati tiga tahap sebelumnya, siswa akan dikelompokan dengan temannya agar terdapat suatu interaksi antara mereka sehingga akan terbentuk masyarakat belajar. Tujuan dari dibentuknya masyarakat belajar adalah akan adanya interaksi yang berujung pada pertukaran pemikiran antara satu individu siswa dengan individu lainnya sehingga akan muncul konsep-konsep atau ide-ide matematika yang lebih segar dan juga lebih inovatif.setelah menciptakan masyarakat belajar, mungkin siswa akan mengetahui perbedaan antara relasi, fungsi, dan korespondensi satu-satu.

Setelah muncul konsep-konsep matematika yang baru diciptakan siswa dalam masyarakat belajar, guru bertugas mengarahkan mereka untuk membuat model matematika. Model yang dimaksud adalah siswa diarahkan untuk merubah suatu domain, kodomain, dan range ke dalam bentuk diagram baik diagram cartesius ataupun diagram venn sesuai. Dengan


(47)

begitu, siswa akan dapat membentuknya kedalam model-model matematika yang lebih mereka pahami.

Mendekati akhir pembelajaran, guru membantu siswa untuk mengulas kembali apa yang telah mereka pelajari. Membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang telah mereka miliki dengan pengetahuan yang baru. Intinya bagaimana sebuah pengetahuan itu dapat mengendap dalam benak siswa.

Diakhir pembelajaran, akan dilakukan tes untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa. Gambaran perkembangan siswa ini perlu diketahui oleh guru agar dapat dipastikan jika siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Penilaian perkembangan ini harus dilihat dari proses, bukan hasil semata.

B.Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu hasil penelitian yang berhubungan dengan kemampuan representasi siswa dan pendekatan pembelajaran kontekstual, diantaranya:

1. Hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Dwi Kurniati tahun 2010

dengan judul “Pengaruh Pendekatan kontekstual Pembelajaran Terhadap

Kemampuan Koneksi Matematika Siswa”. Menunjukan adanya pengaruh

positif pendekatan kontekstual terhadap kemampuan koneksi matematika siswa SMK Negeri 11 Jakarta serta terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajar dengan pendekatan kontekstual dan konvensional

sehingga pendekatan kontekstual dapat diimplementasikan dalam

pembelajaran matematika di kelas. Hal ini bisa dilihat dari data yang diperoleh bahwa kemampuan rata-rata koneksi matematika yang diajarkan menggunakan penbelajaran ctl adalah 36,78% sedangkan rata-rata kemampuan koneksi matematika siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran konvensional adalah 30,37%.

2. Penelitian yang dilakukan Siti Aisyah tahun 2010 yang berjudul “Pengaruh


(48)

Siswa”. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai kemampuan komunikasi matematika siswa yang menggunakan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari pada nilai komunikasi matematika siswa dengan pembelajaran konvensional hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen sebesar 61,24% sedangkan pada kelas kontrol sebesar 54,08 %.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Elis Fatonah tahun 2012 yang berjudul

“Pendekatan Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Siswa”. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai rata-rata skor kemampuan representasi matematik siswa pada akhir siklus I sebesar 73,70 dan meningkat pada siklus II menjadi 82,75.

C.Kerangka Berfikir

Pembelajaran matematika mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi, dan banyak siswa yang berpendapat bahwa matematika itu pelajaran yang sangat menakutkan, ada pula yang menyatakan bahwa mata pelajaran matematika itu sangat abstrak. Pada umumnya, pengajaran matematika pada saat ini masih berpusat pada guru, pemberian materi sering kali diajarkan dengan metode ceramah sehingga kurang menumbuh kembangkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide-ide matematika atau kemampuan representasi matematika siswa.

Melihat masalah di atas, perlu adanya pembelajaran yang dapat membantu mengurangi keabstrakan dari pelajaran matematika dengan menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang dapat mengarahkan siswa menciptakan ide-ide matematis dalam bentuk gambar, kata-kata, simbol-simbol, ataupun model-model matematika yang dapat mendukung dalam pemahaman matematika siswa. Sehingga permasalahan dari keabstrakan dan pemahaman matematika itu dapat teratasi.

Oleh sebab itu, model pembelajaran yang dapat menciptakan lingkungan agar siswa dapat saling membantu, sehingga dapat memahami kebutuhannya dan juga meningkatkan kemampuan representasi siswa adalah pendekatan


(49)

pembelajaran kontekstual. Pendekatan Pembelajaran ini adalah alternatif pengajaran yang dapat memberikan suasana baru dalam kegiatan belajar mengajar. Masalah yang terdapat dalam mata pelajaran matematika akan didiskusikan dan diselesaikan dengan menghubungkan dalam kehidupan siswa. Masalah diberikan sebagai tujuan untuk mengetahui pengaruh dari pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan representasi siswa.

D.Pengajuan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka hipótesis dalam penelitian ini adalah “kemampuan representasi siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dapat lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs Al Husna yang dilakukan pada siswa

kelas VIII semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 yang dilaksanakan pada

awal bulan Agustus hingga September 2013.

B.Metode dan Desain Penelitian

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen yaitu penelitian yang mendekati percobaan sungguhan dimana tidak mungkin mengadakan kontrol atau memanipulasikan semua variabel yang relevan.41 Peneliti akan mengujicoba pengaruh pendekatan kontekstual terhadap kemampuan representasi matematika siswa. Kelompok pertama adalah kelas eksperimen yang dalam

proses pembelajaranya diberi perlakuan dengan pendekatan kontekstual,

sedangkan kelompok kedua adalah kelas kontrol yang dalam proses pembelajaran diberi perlakuan dengan pembelajaran konvensional.

Metode ini menggunakan desain penelitian two group randomized subject post test only, dengan pola sebagai berikut :42

Tabel 3.1

Desain Penelitian Two Group Randomized Subject Post Test Only

41

Moh. Nazir, Metode Penelitian,, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), Cet. V. h.86 42

Ibid, h. 233

Kelompok Treatment Test Akhir

E XE T


(51)

Keterangan :

E = Kelompok eksperimen K = Kelompok kontrol

XE = Perlakuan pada kelas eksperimen yaitu dengan menggunakan

pendekatan kontekstual

XK = Perlakuan pada kelas kontrol yaitu dengan menggunakan pendekatan

pembelajaran konvensional

T = Tes kemampuan representasi matematik siswa yang diberikan kepada kedua kelompok

Langkah yang dilakukan sebelum memberikan tes akhir pada kedua kelompok yang diteliti adalah dengan melakukan proses pembelajaran kepada kedua kelompok tersebut. Perlakuan (treatment) diberikan pada kelompok eksperimen dalam bentuk pemberian pendekatan kontekstual dan kelompok kontrol menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional, kemudian dilihat pengaruhnya terhadap kemampuan representasi matematik

C.Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang dapat berubah atau jumlah yang mungkin

memiliki nilai yang bermacam-macam43. Variabel penelitian adalah

faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti atau dapat dikatakan akan menjadi objek penelitian. Variabel dalam penelitian ini diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual.

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan representasi matematik Siswa.

43

Nuraida & Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat:Islamic Research Publishing, 2007), h.75.


(52)

D.Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau dapat juga disebut wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek / subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

kemudian ditarik kesimpulannya44.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs Al Husna Lebak Bulus pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Jumlah kelas VIII MTs Al Husna sebanyak 8 kelas paralel. Penempatan siswa MTs Al Husna Lebak Bulus dilakukan secara merata dalam hal kemampuan, artinya tidak ada kelas unggulan serta kurikulum yang diberikan juga sama, maka karakteristik antar kelas dapat dikatakan homogen, sedangkan karakteristik dalam kelas cukup heterogen, artinya ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Berdasarkan karakteristik yang telah dijelaskan, maka pemilihan sampel

dilakukan dengan teknik sampel acak klaster (Cluster Random Sampling),

dengan mengambil dua kelas secara acak dari 8 kelas yang memilki karakteristik yang sama. Hasil random diperoleh kelas eksperimen yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan kontekstual berasal dari kelas

VIII.B dan yang menjadi kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan

pembelajaran konvensional berasal dari kelas VIII.C.

E.Intrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan representasi matematik siswa. Tes kemampuan representasi matematik yang diberikan sesuai dengan indikator representasi matematik. Tes kemampuan representasi matematik diberikan kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal representasi matematik. Bentuk soal yang akan diberikan adalah soal uraian, terdiri dari 8 soal yang sesuai dengan indikator dari kemampuan representasi matematik yang dapat

44


(53)

dilihat pada lampiran 4. Berikut adalah kisi-kisi instrumen kemampuan representasi matematik :

Tabel 3. 2

Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Representasi Matematik Indikator Representasi

Matematik Penjabaran Indikator No.Soal

Visual

1. Menyajikan kembali bentuk-bentuk

diagram

2. Merefleksikan ide-ide yang ada dalam

soal ke dalam gambar, benda nyata, dan tabel

1, 4, 8

Mathematical Expression

1.Mengekspresikan konsep matematika

dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika.

2, 3, 5

Kata-kata atau teks tertulis

1. Membuat data-data atau menyusun cerita

berdasarkan masalah yang diberikan

6, 7

Sebagaimana yang telah disampaikan di atas, data hasil uji coba instrumen tes kemampuan representasi matematik perlu dihitung:

1. Validitas Instrumen

Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi, yaitu tes yang digunakan merupakan sampel yang mewakili kemampuan yang diukur.Tiap butir soal disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Uji validitas yang digunakan adalah rumus korelasi product moment, yaitu:45

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ [ ∑ ∑ ]

45

Sumarna Surapranata, Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes, (Bandung: Rosda, 2004), h. 58.


(54)

Keterangan:

= Koefisien korelasi

n = Banyaknya subjek

=Jumlah nilai setiap butir soal

=Jumlah nilai total

∑ =Jumlah hasil perkalian tiap-tiap skor asli dari X dan Y

Perhitungan validitas menggunakan program Microsoft Excel. Setelah

diperoleh harga kemudian dikembalikan dengan r kritik Product

Momentdengan taraf α = 5 %, jika , maka soal dikatakan valid. Berdasarkan hasil perhitungan dari 8 butir soal terdapat 6 butir soal yang valid, yaitu butir soal nomor 1,2,4,5,6, dan7. Terdapat 2 butir soal yang tidak valid, yaitu nomor 3 dan 8. Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6. 2. Reliabilitas Instrumen

Konsep mengenai reliabilitas atau reliabel dapat diartikan sebagai kepercayaan bahwa suatu soal dapat dengan tetap memberikan data yang sesuai dengan kenyataan. Rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas suatu tes yang berbentuk uraian adalah dengan menggunakan

rumus Alpha Cronbach, yaitu:46

∑ ( ∑ ) Keterangan:

: Reliabilitas yang dicari

: Banyaknya item yang valid

∑ : Jumlah varians skor tiap-tiap item

: Varians total Untuk menentukan reabilitas soal essay penulis

46

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009), Cet. 10 ed. Revisi, h,109.


(1)

(2)

Nilai Kritis Distribusi t

υ t0,995 t0,99 t0,975 t0,95 t0,90 t0,80 t0,75 t0,70 t0,60 t0,55

1 2 3 4 63,66 9,92 5,84 4,60 31,82 6,96 4,54 3,75 12,71 4,30 3,18 2,78 6,31 2,92 2,35 2,13 3,08 1,89 1,64 1,53 1,376 1,961 0,978 0,941 1,000 0,816 0,765 0,741 0,727 0,617 0,584 0,569 0,325 0,289 0,277 0,271 0,158 0,142 0,137 0,134 5 6 7 8 9 4,03 3,71 3,50 3,36 3,25 3,36 2,14 3,00 2,90 2,82 2,57 2,45 2,36 2,31 2,26 2,02 1,94 1,90 1,86 1,83 1,48 1,44 1,42 1,40 1,38 0,920 0,906 0,896 0,889 0,883 0,727 0,718 0,711 0,706 0,703 0,559 0,553 0,549 0,546 0,543 0,267 0,265 0,263 0,262 0,261 0,132 0,131 0,130 0,130 0,129 10 11 12 13 14 3,17 3,11 3,06 3,01 2,98 2,76 2,72 2,68 2,65 2,62 2,23 2,20 2,18 2,16 2,14 1,81 1,80 1,78 1,77 1,76 1,37 1,36 1,36 1,35 1,34 0,879 0,876 0,873 0,870 0,868 0,700 0,697 0,695 0,694 0,692 0,542 0,540 0,539 0,538 0,537 0,260 0,260 0,259 0,259 0,258 0,129 0,129 0,128 0,128 0,128 15 16 17 18 19 2,95 2,92 2,90 2,88 2,86 2,60 2,58 2,57 2,55 2,54 2,13 2,12 2,11 2,10 2,09 1,75 1,75 1,74 1,73 1,73 1,34 1,34 1,33 1,33 1,33 0,866 0,865 0,864 0,862 0,861 0,691 0,690 0,689 0,688 0,688 0,536 0,535 0,534 0,534 0,533 0,258 0,258 0,257 0,257 0,257 0,128 0,128 0,128 0,127 0,127 20 21 22 23 24 2,84 2,83 2,82 2,81 2,80 2,53 2,52 2,51 2,50 2,49 2,09 2,08 2,07 2,07 2,06 1,72 1,72 1,72 1,71 1,71 1,32 1,32 1,32 1,32 1,32 0,860 0,859 0,858 0,858 0,857 0,687 0,686 0,686 0,685 0,685 0,533 0,532 0,532 0,532 0,531 0,257 0,257 0,256 0,256 0,256 0,127 0,127 0,127 0,127 0,127 25 26 27 28 29 2,79 2,78 2,77 2,76 2,76 2,48 2,48 2,47 2,47 2,46 2,06 2,06 2,05 2,05 2,04 1,71 1,71 1,70 1,70 1,70 1,32 1,32 1,31 1,31 1,31 0,856 0,856 0,855 0,855 0,854 0,684 0,684 0,684 0,683 0,683 0,531 0,531 0,531 0,530 0,530 0,256 0,256 0,256 0,256 0,256 0,127 0,127 0,127 0,127 0,127 30 40 60 120  2,75 2,70 2,66 2,62 2,58 2,46 2,42 2,39 2,36 2,33 2,04 2,02 2,00 1,98 1,96 1,70 1,68 1,67 1,66 1,645 1,31 1,30 1,30 1,29 1,28 0,854 0,853 0,848 0,845 0,842 0,683 0,681 0,679 0,677 0,674 0,530 0,529 0,527 0,526 0,524 0,256 0,255 0,254 0,254 0,253 0,127 0,126 0,126 0,126 0,126

Sumber: Statistical Tables for Biological, Agricultural and Medical Research, Fisher, R. A. dan Yates, F

Table III, Oliver & Boyd Ltd, Edinburgh.

Nilai Persentil Untuk Distribusi t υ = dk

(Bilangan Dalam Badan Daftar Menyatakan tp)


(3)

(4)

(5)

(6)