Pembahasan Temuan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

argumentasi siswa berada pada level 1 argumentasi mengandung klaim berlawanan dengan counter klaim atau klaim berlawanan dengan klaim, dan minoritas kualitas argumentasi siswa berada pada level 2 klaim disertai dengan data, penjamin, atau pendukung, tetapi tidak mengandung sanggahan. 3. Lembar Kerja Siswa LKS Saat berlangsungnya tahap diskusi kelompok ahli dan diskusi kelompok asal pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini, masing- masing siswa mendapatkan 1 buah Lembar Kerja Siswa LKS yang akan digunakan siswa sebagai alat dalam berargumentasi. LKS yang diberikan pada tahap diskusi kelompok ahli berbeda dengan LKS yang diberikan pada tahap diskusi kelompok asal. Pada tahap diskusi kelompok ahli, LKS yang diberikan sesuai dengan topik yang menjadi keahlian dari masing- masing siswa. LKS pada tahap diskusi kelompok ahli ini berisi 3 buah pertanyaan mengenai definisi dan penyebab penyakit tertentu topik yang disajikan adalah cacar, polio, rabies, influenza, dan HIV-AIDS, serta perbedaan antara bakteriofage dengan virus tertentu yang menjadi keahliannya. Siswa diminta untuk merumuskan solusi terhadap permasalahan yang diberikan pada LKS tersebut dengan cara berdiskusi bersama dengan kelompok ahlinya. Sedangkan, LKS yang diberikan pada tahap diskusi kelompok asal meminta siswa untuk membuat ringkasan mengenai materi pembelajaran yang telah didapat dari masing-masing ahli. Data yang berasal dari LKS ini tidak dianalisis secara spesifik, namun digunakan untuk memverifikasi bahwa hasil transkripsi wacana argumentasi lisan siswa sama dengan wacana argumentasi tulisan siswa yang tertuang dalam LKS tersebut, sehingga data yang berasal dari LKS ini dijadikan sebagai data pendukung penelitian atau data sekunder. Mengacu pada hasil analisis wacana argumentasi lisan siswa yang berasal dari data perekaman dengan dibantu Lembar Kerja Siswa LKS dan catatan lapangan sebagai data sekunder yang menunjukkan hasil bahwa ketika siswa diberi permasalahan yang sifatnya pemahaman C2, seperti perbedaan antara bakteriofage dengan virus tertentu, klaim yang dihasilkan siswa tidak mencapai level pemahaman C2 dan kualitas dari klaim tersebut masih lemah. Berdasarkan hal tersebut, maka sebaiknya pemberian Lembar Kerja Siswa LKS yang akan digunakan siswa sebagai alat dalam berargumentasi ini khususnya LKS pada tahap diskusi kelompok ahli turut disertakan pula dengan pemberian kata kunci pada setiap permasalahan yang diberikan dalam LKS tersebut serta bimbingan dari guru pada setiap kelompok saat berlangsungnya diskusi, agar argumen siswa sesuai dengan harapan, namun pada kenyataannya LKS yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada penelitian ini tidak mengandung kata kunci yang dapat mengarahkan siswa untuk menghasilkan klaim yang diharapkan, serta kurangnya pula bimbingan dari guru pada setiap kelompok ahli saat berlangsungnya diskusi. Hal inilah yang menyebabkan ketika siswa diberi permasalahan yang sifatnya pemahaman C2, seperti perbedaan antara bakteriofage dengan virus tertentu, klaim yang dihasilkan siswa tidak mencapai level pemahaman C2 dan kualitas dari klaim tersebut masih lemah, karena klaim yang dihasilkan oleh siswa tidak mengandung data-data yang mendukung klaim tersebut, dan juga tidak ada penjamin yang mendukungnya. Berdasarkan hasil analisis wacana argumentasi lisan siswa yang berasal dari data perekaman dengan dibantu Lembar Kerja Siswa LKS dan catatan lapangan sebagai data sekunder menunjukkan bahwa argumen siswa kebanyakan berupa klaim, dan sangat sedikit yang mengemukakan klaim beserta dengan data-data yang mendukung klaim dan penjamin yang mendukungnya. Hal ini menyebabkan mayoritas kualitas argumentasi siswa berada pada level 1 argumentasi mengandung klaim berlawanan dengan counter klaim atau klaim berlawanan dengan klaim, dan minoritas kualitas argumentasi siswa berada pada level 2 klaim disertai dengan data, penjamin, atau pendukung, tetapi tidak mengandung sanggahan. Sebagian besar klaim- klaim yang terjadi selama tahap diskusi kelompok ahli adalah klaim-klaim yang tidak didasarkan atas data yang mendukung klaim tersebut, sehingga klaim ini merupakan klaim yang lemah dan mudah digantikan oleh klaim yang lain. Penggantian antara satu klaim dengan klaim lainnya hanya berdasarkan atas perasaan “suka dan tidak suka” terhadap sebuah klaim yang dikemukakan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan cuplikan potongan klaim yang dikemukakan oleh salah satu kelompok ahli berikut ini: M: Penyebab penyakit polio yaitu paralisis polio, bentuk polio yang paling serius karena menyebabkan kelumpuhan. M: Hah? M: Sudah begini saja, penyebab penyakit polio yaitu sebuah virus yang dinamakan poliovirus.  Klaim pertama yang dikemukakan oleh siswa.  Siswa lain tidak percaya dengan klaim tersebut.  Alternatif klaim lain ditawarkan dan langsung diterima. Pada contoh di atas tampak bahwa klaim siswa berubah dengan cepat hanya karena keraguan siswa lain. Kualitas dari klaim yang dihasilkan siswa bukan termasuk klaim yang kuat, melainkan klaim yang lemah, karena tidak dilandasi oleh data yang mendukung klaim tersebut, dan juga tidak dilandasi oleh penjamin yang mendukungnya, sehingga klaim tersebut mudah digantikan oleh klaim yang lain. Penggantian antara satu klaim dengan klaim lainnya tanpa didasarkan atas alasan yang kuat dengan disertai adanya bukti atau fakta lebih lanjut, melainkan penggantian antara satu klaim ke klaim lainnya hanya didasarkan atas perasaan “suka dan tidak suka” terhadap sebuah klaim yang dikemukakan. Penerimaan terhadap klaim yang dikemukakan juga lebih bersifat kompromi dibandingkan argumentatif. Hal ini terbukti bahwa pada sebagian besar kelompok ahli terjadi kecenderungan kompromi untuk menerima satu klaim yang tersedia untuk dijadikan klaim bersama. Sedangkan, pada kelompok asal diskusi mengeluarkan klaim dan menanggapinya terjadi secara aktif. Analisis wacana argumentasi siswa yang telah dilakukan ini menunjukkan hasil bahwa mayoritas kualitas argumentasi siswa di kelas X-5 SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan berada pada level 1 argumentasi mengandung klaim berlawanan dengan counter klaim atau klaim berlawanan dengan klaim, dan minoritas kualitas argumentasi siswa berada pada level 2 klaim disertai dengan data, penjamin, atau pendukung, tetapi tidak mengandung sanggahan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian relevan yang dilakukan oleh Indra Fardhani mengenai analisis kualitas argumentasi siswa kelas VII SMP pada materi ekosistem dengan metode debat, dalam penelitian yang dilakukan oleh Indra Fardhani tersebut menunjukkan hasil bahwa level argumentasi yang paling banyak muncul selama pelaksanaan pembelajaran adalah argumentasi level 2. 11 Hal ini dikarenakan perbedaan pada metode pembelajaran yang digunakan. Metode pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah diskusi kelompok, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Indra Fardhani adalah metode debat. Selain itu, perbedaan juga terletak pada tahap pembiasaan. Pada penelitian ini tidak dilakukan tahap pembiasaan, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Indra Fardhani dilakukan tahap pembiasaan terlebih dahulu sebelum dilakukan tahap pengambilan data. Pada diskusi kelompok yang dilakukan dalam penelitian ini banyak terjadi kecenderungan kompromi untuk menerima satu klaim yang tersedia untuk dijadikan klaim bersama, khususnya yang terjadi pada kelompok ahli. Penerimaan terhadap klaim yang dikemukakan lebih bersifat kompromi dibandingkan argumentatif. Sebagian besar siswa juga cenderung lebih senang langsung menyetujui dan menerima sebuah klaim yang dikemukakan oleh teman satu kelompoknya daripada menyanggah klaim tersebut. Klaim-klaim yang dikemukakan siswa saat diskusi kelompok sebagian besar merupakan klaim yang lemah, karena tidak didasarkan atas data yang mendukung klaim tersebut. Hal inilah yang menyebabkan mayoritas kualitas argumentasi siswa 11 Indra Fardhani, “Analisis Kualitas Argumentasi Siswa Kelas VII SMP pada Materi Ekosistem dengan Metode D ebat”, Skripsi pada UPI Bandung, Bandung, 2011, h. i, tidak dipublikasikan. di kelas X-5 SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan berada pada level 1, dan minoritas kualitas argumentasi siswa berada pada level 2. Hal tersebut berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Indra Fardhani pada salah satu SMP di Kabupaten Bandung Barat dengan menggunakan metode debat, level argumentasi yang paling banyak muncul selama pelaksanaan pembelajaran adalah argumentasi level 2. Hal ini dikarenakan pada penelitian yang dilakukan oleh Indra Fardhani siswanya tidak segan berbeda pendapat dengan kelompok lain. Siswa juga tidak begitu saja menerima argumen yang diutarakan temannya yang berbeda pandangan. Siswa cenderung ingin mempertahankan pendapatnya. Metode debat yang digunakan oleh Indra Fardhani ini memiliki kelebihan yaitu dapat merangsang keberanian dan kreativitas siswa dalam mengemukakan gagasan. 12 Selain itu, pada penelitian Indra Fardhani ini juga dilakukan tahap pembiasaan terlebih dahulu sebelum dilakukan tahap pengambilan data. Tahap pembiasaan dilakukan sebanyak dua kali. Pada tahap pembiasaan ini siswa diperkenalkan dan dibiasakan dengan metode debat. 13 Jadi, siswa telah terbiasa dengan metode debat tersebut. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap level argumentasi siswa. Beberapa hal tersebutlah yang menyebabkan level argumentasi yang paling banyak muncul pada penelitian yang dilakukan oleh Indra Fardhani adalah argumentasi level 2. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model dan metode pembelajaran, serta tahap pembiasaan kepada siswa terhadap model dan metode pembelajaran yang digunakan berpengaruh terhadap kualitas argumentasi siswa. Jadi, untuk meningkatkan level argumentasi siswa diperlukan kreativitas guru dalam memilih model dan metode pembelajaran yang tepat untuk diterapkan kepada siswa. Selain itu, pembiasaan kepada siswa terhadap model dan metode pembelajaran yang digunakan juga menjadi faktor yang berpengaruh dalam meningkatkan level argumentasi siswa. Level argumentasi siswa yang telah terbiasa dengan suatu 12 Ibid., h. 51-52. 13 Ibid., h. 29. model dan metode pembelajaran tertentu akan berbeda dengan level argumentasi siswa yang belum terbiasa dengan suatu model dan metode pembelajaran tertentu. Keterampilan berargumentasi tiap siswa berbeda-beda, oleh sebab itu beberapa faktor di atas sebaiknya diterapkan guna meningkatkan level argumentasi siswa. Upaya membangun argumentasi di kelas didasarkan pada keyakinan bahwasanya pembelajaran merupakan fenomena wacana. Hal ini sejalan dengan pemikiran Vygotsky yang memandang bahwa proses membangun pengetahuan ini sangat dipengaruhi oleh faktor bahasa. 14 Bahasa di sini, tentu meliputi pembicaraan dan lebih spesifik lagi adalah argumentasi, oleh sebab itu analisisnya pun melibatkan fungsi analisis wacana yang mampu mengungkap proses membangun pengetahuan yang sebenarnya. Berdasarkan hal tersebut, maka model argumentasi Toulmin ini lebih tepat digunakan, karena model ini yang paling lengkap yang dapat menggambarkan kriteria dari suatu argumen. Model ini pun lebih banyak dikembangkan, bahkan kualitas argumentasi siswa dapat dinilai secara kuantitatif mulai dari level 1-5 berdasarkan kerangka kerja analisis dari Osborne, et al. Pada dasarnya, kegiatan proses pembelajaran yang diinginkan oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Siswa dituntut untuk aktif dan senantiasa ambil bagian dalam aktivitas belajar. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif dalam setiap kegiatan kelas. Pada model pembelajaran ini guru tidak lagi menjadi pusat semua kegiatan kelas, akan tetapi siswalah yang menjadi pusat kegiatan kelas, oleh karena itu model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yang menginginkan bahwa kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa Student Centered Learning. 14 Tatang Suratno, Mengembangkan Argumentasi dalam Pembelajaran Biologi, Jurnal EDUSAINS, Vol. 1 No. 1, Juni 2008, h. 3. 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis wacana argumentasi siswa pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat disimpulkan bahwa mayoritas kualitas argumentasi siswa berada pada level 1, dimana argumentasi mengandung klaim berlawanan dengan counter klaim atau klaim berlawanan dengan klaim. Argumen siswa kebanyakan berupa klaim, dan sangat sedikit yang mengemukakan klaim beserta dengan data-data yang mendukung klaim dan penjamin yang mendukungnya, sehingga minoritas kualitas argumentasi siswa berada pada level 2, dimana argumentasi mengandung klaim disertai dengan data, penjamin, atau pendukung, tetapi tidak mengandung sanggahan.

B. Saran

1. Bagi para guru, pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw perlu intervensi guru dalam diskusi kelompok untuk menunjang kualitas argumentasi siswa. 2. Lembar Kerja Siswa LKS yang disusun guru yang menjadi alat dalam berargumentasi, hendaknya disertakan pula dengan pemberian kata kunci pada setiap permasalahan yang diberikan dalam LKS tersebut, agar argumen siswa sesuai dengan yang diharapkan. 3. Disarankan kepada guru untuk lebih kreatif lagi dalam memilih model dan metode pembelajaran yang tepat untuk diterapkan kepada siswa guna meningkatkan level argumentasi siswa. 4. Pada penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan keterampilan berargumentasi siswa disarankan kepada peneliti untuk meneliti model- model dan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berargumentasi siswa. 5. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar mencoba mengimplementasikan penelitian terkait keterampilan berargumentasi siswa pada sekolah-sekolah unggulan dengan kelompok kemampuan siswa yang berbeda-beda. 6. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan tahap pembiasaan terlebih dahulu kepada siswa terhadap model dan metode pembelajaran yang digunakan, sebelum dilakukan tahap pengambilan data, untuk meningkatkan level argumentasi siswa. 102 DAFTAR PUSTAKA Afriadi. Pembelajaran Kooperatif Model STAD dengan Model Jigsaw dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa SMA Negeri Malang pada Konsep Reproduksi Manusia. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu. Vol. 3 No. 2, Maret 2006. Arends, Richard I. Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Terj. Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2009. Basrowi, dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Castells, Marina, et al. Argumentation Scientific Conceptions in Peer Discussions: a Comparison Between Catalan English Students. Contemporary Science Education Research: Scientific Literacy and Social Aspects of Science ESERA Conference, 2009. Chang, S. N, and M. H. Chiu. Lactos’s Scientific Research: Programmes as a Framework for Analysing Informal Argumentation about Sosio-scientific Issues. International Journal of Science Education. Vol. 30 No. 17, 2008. Dawson, Vaille, and Grady Jane Venville. High- school Students’ Informal Reasoning and Argumentation about Biotechnology: An Indicator of Scientific Literacy? International Journal of Science Education. Vol. 31 No. 11, July 2009. Eemeren, Frans H. Van, and Rob Grootendorst. A Systematic Theory of Argumentation: The Pragma-Dialectical Approach. New York: Cambridge University Press, 2004. Ennis, Robert H. Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1996. Fardhani, Indra, “Analisis Kualitas Argumentasi Siswa Kelas VII SMP pada Materi Ekosistem dengan Metode Debat”, Skripsi pada UPI Bandung: 2011. tidak dipublikasikan. Freeley, Austin J. Argumentation and Debate: Rational Decision making. California: Wadsworth Publishing Co., Inc., 1966. Haetami, Aceng, dan Supriadi. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ”. Wakapendik. Vol. 6 No. 1, Februari 2010. tersedia online http:jurnal.pdii.lipi.go.id, diakses 15 Juli 2011. Herlanti, Yanti. “Penilaian Proses Belajar Mengajar IPA di Kelas Melalui Pedagogi Materi Subyek ”. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan IPA Trend Evaluasi Pembelajaran IPA Masa Kini dan Masa Depan. 23 Juli. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. tersedia online http:www.academia.edu, diakses 18 Februari 2013. Herlanti, Yanti, dkk. Kualitas Argumentasi pada Diskusi Isu Sosiosaintifik Mikrobiologi Melalui Weblog. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia JPII. Vol. 1 No. 2, Oktober 2012. Herlina. Pembelajaran Konsep Ekosistem serta Perubahan Materi dan Energi dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri MAN 2 Model Palu. Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan. Vol. 1 No. 2-3, Agustus 2007. Inch, Edward S, et al. Critical Thinking and Communication: The Use of Reason in Argument. Boston: Pearson Education, Inc., 2006. Isjoni. Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta, 2010. Kunandar. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007. Lazarou, Demetris. Learning to TAP: an Effort to Scaffold Students’ Argumentation in Science. Contemporary Science Education Research: Scientific Literacy and Social Aspects of Science ESERA Conference, 2009. Lie, Anita. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT. Grasindo, 2010. Maloney, Jane, and Shirley Simon. Mapping Children’s Discussions of Evidence in Science to Assess Collaboration and Argumentation. International Journal of Science Education. Vol. 28 No. 15, December 2006. Mulyasa, Enco. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008. Poerwadarminta, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2010. Riemeier, Tanja, et al. The Quality of Students’ Argumentation and Their Conceptual Understanding – An Exploration of Their Interrelationship.

Dokumen yang terkait

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep gaya bernuansa nilai (penelitian tindakan kelas di MTs Hidayatul Islamiyah Karawang)

0 8 223

Perbandingan antara model pembelajaran cooperative learning tipe stad dengan pembelajaran konvensional dalam rangka meningkatkan hasil belajar PAI (eksperimen kelas XI SMA Negeri 3 Tangerang)

2 14 159

Upaya meningkatkan belajar siswa melalui strtegi pembelajaran kooperatif teknik jigsaw pada konsep hidrokarbon: penelitian tindakan kelas (classroom Action Research) di Madrasah Aliyah Annajah Pettukangan selatan Jakartach

4 24 102

PENGERUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA PADA KONSEP CAHAYA (KUASI EKSPERIMEN DI SDN CIRENDEU III, TANGERANG SELATAN)

1 5 177

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil belajar siswa pada konsep rangka dan panca indera manusia: penelitian kuasi eksperimen di Kelas IV MI Al-Washliyah Jakarta

0 5 172

Upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas II dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di Mi Al-Amanah Joglo Kembangan

0 6 103

Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Konsep Protista

0 18 233

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dalam meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa SMPN 3 kota Tangerang selatan

1 12 173

pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap tingkat pemahaman siswa tentang materi zakat pada mata pelajaran pendidikan agama islam (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Sulthan Bogor Tahun Ajaran 2015/2016)

1 10 154

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA PADA POKOK BAHASAN PERHITUNGAN KIMIA.

0 2 17