pendukung, tetapi tidak mengandung sanggahan. Mengenai contoh percakapannya sudah dipaparkan dan dapat dilihat pada sub bab
sebelumnya dalam bab ini.
C. Pembahasan Temuan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis wacana argumentasi siswa pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw konsep virus kelas X yang
dilakukan pada kelas X-5 SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan, didapatkan data yang berasal dari hasil perekaman yang dianalisis dengan teknik analisis
wacana dan data yang berasal dari Lembar Kerja Siswa LKS yang tidak dianalisis secara spesifik, namun digunakan untuk memverifikasi bahwa hasil
transkripsi wacana argumentasi lisan siswa sama dengan wacana argumentasi tulisan siswa yang tertuang dalam LKS, sehingga data yang
berasal dari LKS ini dijadikan sebagai data pendukung penelitian atau data sekunder, serta catatan lapangan yang juga dijadikan sebagai data pendukung
penelitian atau data sekunder dan digunakan untuk verifikasi terhadap hasil transkripsi, namun tidak dianalisis secara spesifik. Kualitas argumentasi siswa
ditentukan berdasarkan model argumentasi Toulmin dan penentuan level argumentasi siswa berdasarkan kerangka kerja analisis dari Osborne, et al.
Hasil analisis wacana argumentasi lisan siswa pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan dibantu Lembar Kerja Siswa LKS dan catatan lapangan
sebagai data sekunder, diperoleh beberapa hasil temuan analisis, di antaranya siswa bercakap yang bukan merupakan materi pembelajaran, klaim yang
dihasilkan siswa dari pertanyaan yang terdapat dalam LKS kelompok ahli yang sifatnya pemahaman C2 tidak mencapai level pemahaman C2,
mayoritas kualitas argumentasi siswa berada pada level 1 dan minoritas kualitas argumentasi siswa berada pada level 2. Hal ini terjadi karena
disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya: 1.
Pengajar atau Guru Peran pengajar atau guru dalam pembelajaran kooperatif, di
antaranya adalah memantau perilaku siswa dan memberikan bantuan
kepada siswa dalam menyelesaikan tugas.
9
Jadi, dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator bagi siswa. Akan tetapi, pada pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw yang telah dilakukan ini peran guru sebagai fasilitator sangatlah minim, khususnya pada saat berjalannya diskusi
kelompok terutama pada tahap diskusi kelompok ahli. Selain itu, guru juga kurang dalam hal pemantauan dan pengawasan perilaku siswa, serta
kurangnya pula ketegasan dari guru saat berlangsungnya diskusi kelompok. Hal inilah yang menyebabkan siswa bercakap yang bukan
merupakan materi pembelajaran pada saat berlangsungnya diskusi kelompok diskusi kelompok ahli dan diskusi kelompok asal.
2. Siswa
Kegiatan pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa Student Centered
Learning. Siswa dituntut untuk aktif dan senantiasa ambil bagian dalam aktivitas belajar. Pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi
yang maksimal.
10
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini para siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap anggota kelompok
diberi satu bagian materi yang telah dipilih untuk dipelajari dan dikuasai. Selanjutnya, siswa dari masing-masing kelompok yang mendapatkan
bagian materi yang sama berkumpul untuk berdiskusi diskusi kelompok ahli, kemudian siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk
menjelaskan atau mempresentasikan materi yang menjadi keahliannya kepada anggota kelompok asalnya diskusi kelompok asal. Pada saat
diskusi kelompok inilah terjadi diskusi dan komunikasi yang intensif antar anggota kelompok yang berhasil terekam dalam alat perekam. Analisis
wacana argumentasi siswa diperlukan untuk mengungkap kualitas
9
Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007, h. 371.
10
Isjoni, Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok, Bandung: Alfabeta, 2010, h. 54.