Model Problem Solving Polya

27 Tahap pelaksanaan rencana ini mempunyai bobot lebih tinggi lagi dari tahap pemahaman soal namun lebih rendah dari tahap pemikiran suatu rencana. Pertimbangan yang diambil berkenaan dengan pernyataan tersebut bahwa pada tahap ini siswa melaksanakan proses perhitungan sesuai dengan rencana yang telah disusunnya, dilengkapi pula dengan segala macam data dan informasi yang diperlukan, hingga siswa dapat menyelesaikan soal yang dihadapinya dengan baik dan benar. 4 Tahap memeriksa kembali checking Harapan dari keterampilan siswa dalam memecahkan masalah untuk tahap ini adalah siswa harus berusaha mengecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap langkah pemecahan yang dilakukannya. Tahap memeriksa kembali ini mempunyai bobot paling rendah dalam klasifikasi tingkat berpikir siswa. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pada tahap ini subjek hanya mengecek kebenaran dari hasil perhitungan yang telah dikerjakannya, serta mengecek sistematika dan tahap-tahap penyelesaiannya apakah sudah baik dan benar atau belum. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, model problem solving yang digunakan pada penelitian adalah model problem solving Polya. Hal ini didasari karena strategi problem solving Polya dianggap cocok untuk meningkatkan kemampuan menganalisis siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kokom Komariah yang menyatakan model problem solving Polya dimulai dengan pemberian masalah, kemudian siswa berlatih memahami, menyusun strategi dan melaksanakan strategi sampai dengan menarik kesimpulan. Model pembelajaran ini sangat tepat untuk diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah. 34 34 Kokom Komariah, Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Model Polya untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Bagi Siswa Kelas IX J di SMPN 3 Cimahi, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA UNY, 2011, h. 182. 28

d. Keunggulan dan Kelemahan Problem Solving

Sebagai suatu strategi pembelajaran problem solving memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: 35 1 Teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. 2 Menantang kemampuan siswa serta memberikan keputusan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 3 Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. 4 Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. 5 Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang siswa lakukan. Disamping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. 6 Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya, pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja. 7 Lebih menyenangkan dan disukai siswa. 8 Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan siswa untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 9 Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang siswa miliki dalam dunia nyata. 10 Mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Disamping keunggulan, model problem solving juga memiliki kelemahan, diantaranya: 36 35 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: kencana, 2010, h. 220-221. 36 Wina Sanjaya, ibid,. h. 221. 29 1 Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka siswa akan enggan untuk mencoba. 2 Keberhasilan strategi pembelajaran melalui pemecahan masalah problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. 3 Tanpa pemahaman mengapa siswa berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.

3. LKS Berbasis Problem Solving Polya

LKS adalah salah satu bahan ajar berupa lembaran-lembaran kertas yang berisi tugas untuk siswa baik teori maupun praktik. Tugas-tugas tersebut yang dimaksudkan dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik siswa. LKS merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang harus selalu dikembangkan sesuai dengn kebutuhan siswa. Seiring dengan perkembangan kebutuhan siswa maka timbul inovasi LKS yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Salah satu kebutuhan siswa perlu dikembangkan adalah meningkatkan kemampuan menganalisis. LKS berbasis model problem solving Polya merupakan LKS yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan menganalisis siswa. LKS ini mengadopsi model problem solving menurut Polya dalam memecahkan soal yang diberikan. LKS berbasis model problem solving Polya ini tidak hanya memuat materi, tugas, dan latihan soal yang dapat mengembangkan kemampuan menganalisis siswa.

4. Kemampuan Menganalisis Sebagai Kebutuhan dalam Pembelajaran

Fisika Analisis adalah kemampuan untuk memecahkan atau menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih mudah dipahami. Level ini lebih rumit karena siswa sadar akan proses 30 berpikir yang mereka gunakan metakognisi. Hasil pembelajaran pada level ini lebih tinggi secara intelektual daripada pengertian dan aplikasi. 37 Menurut Nana Sudjana, analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe kognitif sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan terintegritas. 38 Menganalisis menurut W. S. Winkel merupakan kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Aktivitas yang tergolong bagian ini yaitu: membedakan, mengorganisasikan, memberi atribut, membuat grafik dan diagram. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau komponen –komponen dasar, bersama dengan hubungan antara bagian-bagian itu. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi dari kemampuan menerapkan, karena sekaligus harus ditangkap kesamaaan dan perbedaaan antara sejumlah hal. 39 Sementara menurut pendapat Bloom menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antar bagian dan antar setiap bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori menganalisis ini meliputi proses-proses kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. Berikut ini adalah penjelasan dari masing- masing kategori yang dikemukakan oleh Bloom hasil revisi dari Anderson. 40 a. Membedakan Membedakan melibatkan proses memilah-milah bagian-bagian yang relevan atau penting dari sebuah struktur. Membedakan terjadi ketika siswa mendiskriminasikan informasi yang relevan dan yang tidak relevan, yang penting 37 Arief Sidharta, Keterampilan Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA, Bandung: Depdiknas, 2007, h. 8. 38 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Rosdakarya, 2008, h. 27 39 W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta : Grasindo, 1999, Cet. IV, h. 275. 40 Anderson Krathwohl, Kerangka Landasan untuk Pembelajaran Pengajaran dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom Terjemahan, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010, h. 120 31 dan tidak penting kemudian memerlukan informasi yang relevan atau penting. Menganalisis pada aspek membedakan berbeda dengan proses-proses kognitif dalam kategori memahami, karena membedakan melibatkan proses mengorganisasi secara struktural terutama, menentukan bagaimana bagian-bagian sesuai dengan struktur keseluruhannya. Secara lebih khusus, membedakan berbeda dengan membandingkan dalam hal penggunaan konteks yang lebih luas untuk menentukan mana informasi yang relevan atau penting dan mana yang tidak. Nama-nama lain untuk membedakan adalah menyendirikan, memilah, dan memfokus. b. Mengorganisasi Mengorganisasi melibatkan proses mengidentifikasi elemen-elemen komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagaimana elemen-elemen ini membentuk sebuah struktur yang koheren. Dalam mengorganisasi, siswa membangun hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren atas potongan informasi. Mengorganisasi biasanya terjadi bersamaan dengan proses membedakan. Siswa mula-mula mengidentifikasi elemen-elemen yang relevan atau penting kemudian menentukan sebuah struktur yang terbentuk dari elemen- elemen itu. Mengorganisasi juga bisa terjadi bersamaan dengan proses mengatribusikan, yang fokusnya adalah menentukan tujuan dari sudut pandang pengarang. Nama-nama lain dari mengorganisasi adalah menstrukturkan, memadukan, menemukan koherensi, membuat garis besar, dan mendeskripsikan peran. c. Mengatribusikan Mengatribusikan terjadi ketika siswa dapat menentukan sudut pandang, pendapat, nilai, atau tujuan dibalik komunikasi. Mengatribusikan melibatkan proses dekonstruksi, yang di dalamnya siswa menentukan tujuan pengarang suatu tulisan yang diberikan oleh guru. Berkebalikan dengan menafsirkan, yang didalamnya siswa berusaha memahami makna tulisan tersebut, mengatribusikan melampaui pemahaman dasar untuk menarik kesimpulan tentang tujuan atau sudut pandang di balik tulisan itu. Nama lain untuk mengatribusikan adalah mendekonstruksikan.