ى َح ْضَأ adlchâ waktu pagidluha Unsur-unsur Konstruksi Jumlah Kâna wa Akhwâtuhâ

68 Talqis Nurdianto, Lc., MA bahwa burung tersebut bermalam sepanjang waktu malam sampai menjelang pagi. Apabila verba bâta berarti ‘masuk waktu malam’, maka bâta termasuk fi’il tâmm, mencukupkan dengan nomina nominatif setelahnya sebagai subjek fa’il dari verba-nya. Contoh: 55 ِمْوَنلِل ُت ْأَيَهَت ُتِب اَذِإ Idzâ bittu tahayya`tu lin-naumi Idzâ Ketika : Adv.time bittu waktu malam : v.perf.I.mask.tg tahayya Bersiap-siap : v.perf.I.mask.tg lin Untuk : Par.prep naumi Tidur : N.gen,mask.tg. “Ketika datang waktu malam saya bersiap-siap untuk tidur” Maka verba bâta pada contoh 55 berarti masuk waktu malam bukan sepanjang malam karena bâta termasuk fi’il tâmm yang berperilaku atas nomina setelahnya yang berkasus nominatif berfungsi sebagai subjek fa’il.

7. َرا َص shâra berubah menjadi

Verba shâra berarti merubah dari satu sifat ke sifat lain. Akan tetapi shâra adalah verba yang memberikan faidah tajdîd pembaharuan dan istimrâr terus menerus, sedangkan merubah sifat ke sifat lain bagian dari pada nomina isim. Barakât 2007a, 304 menjelaskan pada kondisi itu shâra berupa i’il nâqish yang berperilaku atas jumlah ismiyyah dengan menjadikan mubtada sebagai isim-nya dan menjadikan khabar mubtada` sebagai khabar-nya. Contoh: 56 اًدِهَت ْجُم ُبِلا َطلا َرا َص Shârath-thâlibu mujtahidan Shârath menjadi : v.inc.III.mask.tg. thâlibu pelajar : N.nom.mask.tg.S mujtahidan rajin : N.ak.mask.tg.P “Pelajar itu menjadi rajin” 69 Nasikh Jumlah Ismiyyah Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab Verba shâra pada contoh ini sebagai i’il nâqish yang berperilaku atas jumlah ismiyyah dengan menjadikan mubtada` ُبِلا َطلا ath-thâlibu ‘pelajar’ berkasus nominatif sebagai mubtada` shâra dan menjadikan khabar mubtada` berkasus akusatif berfungsi sebagai khabar shâra. Shâra juga bisa menjadi i’il tâmm apabila bermakna raja’a ‘kembali’, yaitu verba yang mencukupkan nomina setelahnya berfungsi sebagai subjek fa’il tidak butuh kepada khabar akusatif. Contoh: 57 ُرْوُمُ ْلا ُرْي ِصَت ِه ىَلِإ َاَأ Alâ ilal-lâhi tashîrul umûru Alâl bukankah Par.intr. ilal kepada Par.prep lâhi Allah N.gen.mask.tg tashîrul kembali v.perf.III.fem.pl.P umûru urusan-urusan N.nom.fem.pl.S “Bukankan kepada Allah semua urusan itu kembali ” QS. Asy-Syûra:153 Verba shâra di atas tidak berperilaku atas mubtada` dan khabar sebagaimana i’il nâqish lainnya, melainkan cukup dengan menjadikan nomina berkasus nominatif setelahnya ُرْوُمُ ْلا al-umûru ‘urusan-urusan’ sebagai subjek fa’il baginya, karena shâra termasuk i’il tâmm.

8. َسْيَل laisa negasi

Verba laisa dipakai untuk memberikan makna negasi atau peniadaan hukum khabar atas mubtada` pada waktu terjadinya peristiwa. Verba laisa juga berperilaku atas jumlah ismiyyah dengan menjadikan mubtada` berkasus nominatif sebagai isim-nya dan menjadikan khabar berkasus akusatif sebagai khabar-nya Barakât, 2007a: 305-310. contoh: 58 اًمِئَاُم ُتْقَوْلا َسْيَل Laisal-waqtu mulâiman Laisal tidaklah :v.inc.III.mask.tg waqtu waktu :N.nom.mask.tg.S