Khabar Syibhul-Jumlah Frase Preposisi

93 Nasikh Jumlah Ismiyyah Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab Setidaknya ada dua pendapat berbeda dalam menyikapi perilaku partikel nasikh inna wa akhwatuha yang masuk pada struktur jumlah ismiyyah. 1. Sesungguhnya partikel nasikh inna wa akhwatuha tidak berperilaku pada jumlah ismiyyah. Apabila berperilaku pada jumlah ismiyyah maka aka nada perubahan kasus atau fungsi pada salah satu unsur jumlah ismiyyah atau keduanya. Perubahan itu tidak ditemukan pada fungsi khabar predikat. Yaitu dengan melihat kasus pada khabar predikat jumlah ismiyyah masih tetap berkasus nominatif marfû’, tidak ada perubahan kasus baik sebelum atau setelah berterima salah satu partikel nasikh inna wa akhwatuha. Ini adalah pendapat ulama Nahwu dari Kufah Barakât, 2007a:169-170. Contoh: 94 ٌمِئاَن ٌدَم َحُم Muchammadun nâimun Muchammadun Muhammad :N.nom.S Nâimun Orang yang tidur :N.nom.P “Muhammad tidur” Pada contoh 94, kata ٌ دَم َحُم Muchammadun ‘muhammad’ nomina berkasus nominatif berfungsi sebagai mubtada` subjek, sedangkan kata ٌمِئاَن nâimun ‘orang yang tidur’ nomina berkasus nominatif berfungsi sebagai khabar mubtada` predikat. Pada contoh ini khabar berkasus nominatif. Apabila partikel nasikh inna wa akhwatuha berperilaku atasnya maka akan merubah kasus predikat jumlah ismiyyah. Contoh: 95 ٌمِئاَن ًادَم َحُم َنِإ Inna muchammadun nâimun Inna sungguh :par.conv Muchammadun Muhammad :N.nom.S Nâimun orang yang tidur :N.nom.P “Muhammad sungguh tidur” Pada contoh 95, jumlah ismiyyah berterima partikel nasikh berupa inna ‘sungguh’ yang berperilaku pada unsur di dalamnya. Akan tetapi, kata ٌمِئاَن nâimun ‘orang yang tidur’ nomina berkasus nominatif berfungsi sebagai khabar-nya tidak berubah kasus kepada bentuk kasus lainnya. 94 Talqis Nurdianto, Lc., MA 2. Menurut pendapat kedua, bahwa partikel nasikh inna wa akwatuha tetap berperilaku pada jumlah ismiyyah dengan terjadinya perubahan kasus pada mubtada` subjek yang semula berkasus nominatif berubah menjadi akusatif setelah berterima salah satu partikel nasikh inna wa akhwatuha. Pendapat ini disampaikan oleh ulama Nahwu Bashrah Barakât, 2007:170. Pendapat ulama Bashrah lebih kuat daripada pendapat ulama Kufah. Apabila kedua contoh 99 dan 100 di atas diamati dengan seksama, maka terjadi perubahan perilaku dan fungsi antara jumlah ismiyyah pada contoh 1 sebelum berterima partikel nasikh inna wa akhwatuha dan setelahnya pada contoh 2. Baik mubtada` yang berkasus nominatif dan khabar yang berkategori nomina tunggal berkasus nominatif atau frase preposisi yang menempati posisi nominatif, apabila menerima salah satu partikel nasikh inna wa akhwatuha terjadi perubahan kasus dan fungsi pada kedua unsur pengisi jumlah ismiyyah. Perubahan kasus fungsi terjadi pada mubtada` mengalami perubahan kasus menjadi akusatif manshub dan berfungsi sebagai isim salah satu partikel nasikh inna wa akhwatuha. Khabar nomina tunggal tetap berkasus nominatif dan berfungsi sebagai khabar salah satu pertikel nasikh inna wa akhwatuha, bukan khabar mubtada` lagi. Kasus nominatif pada khabar dikarenakan perilaku salah satu partikel inna wa akhwatuha padanya.

J. Unsur-unsur Konstruksi Jumlah Inna wa Akhwatuhâ 1. Charfu Nâsikh Partikel

Sebagaimana pendapat mayoritas ulama Nahwu bahwa partikel nasikh inna wa akhwatuha berjumlah enam kata. Keenam partikel nasikh ini dapat berperilaku pada jumlah ismiyyah yang menerimanya tanpa ada syarat khusus sebagaimana yang terjadi pada verba nasikh kana wa akhwatuha Barakât, 2007: 172. Berikut ini penjalasan keenam partikel nasikh inna wa akhwatuha. 1. َ نِإ inna, dengan charakat kasrah vokal i pada churuf hamzah.