Jumlah Dalam Perspektif Linguistik Umum
39
Nasikh Jumlah Ismiyyah
Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab
khabar isim mufrad predikat dalam jumlah ismiyyah. Jumlah ismiyyah yang memiliki khabar mufrad sama seperti klausa nomina dalam linguistik
umum yang berpredikat nomina tunggal. 11 ٌ
ل ُجَر َءا َج Jâ`a rajulun
Jâ`a datang
: v.perf.III.tg.P rajulun
seorang laki-laki : N.nom.S
“Seorang laki-laki telah datang” Pada contoh 11 verba perfek
َءا َج jâ`a ‘telah datang’ berfungsi sebagai i’il predikat yang memiliki fâ’il subjek ٌل ُجَر rajulun ‘seorang laki-laki’.
Jumlah yang dimulai dengan i’il verba disebut jumlah i’liyyah. Kata
yang mengawali jumlah tersebut berkategori i’il.
Jumlah dalam bahasa Arab menurut para linguis Arab ada bermacam- macam dan para linguis berbeda pendapat dalam pengklasiikasiannya.
Sebagaimana pendapat Al-Fadlali 2006, 148-149 bahwa jumlah dalam bahasa Arab bisa terbentuk dari satu kata, dengan syarat memberikan
makna independen. contoh; 12
ٌدَم َحُم Muchammad
Muchammad muhammad
: N.nom “Muhammad”
Kata muchammad pada contoh 12 bisa berarti jumlah apabila penutur menghendaki makna khusus, yaitu nida` panggilan. Kata muchammad
beralih fungsi dari kata umum yang tidak memberikan makna sempurna kepada kata yang memberikan makna khusus, dan bisa dipahami oleh
pendengar, karena penutur menginginkan kata muchammad sebagai panggilan.
Oleh karena itu, Al-Fadlali membagi jumlah dalam bahasa Arab dalam empat macam berbeda; 1 al-jumlah al-isnadiyah, 2 al-jumlah
asy-syarthiyyah, 3 al-jumlah adz-dzariyyah, 4 al-jumlah al-basithah.
Maksud al-jumlah al-bashitah ini adalah jumlah yang terdiri dari satu kata, baik berupa isim,
i’il atau partikel huruf al-Fadlali, 2006: 148-149.
40
Talqis Nurdianto, Lc., MA
Jumlah dilihat dari awal kata yang memulai baik zhahir nampak atau taqdir abstrak ada dua macam; jumlah ismiyyah dan
jumlah i’liyyah. Dalam jumlah ismiyyah apabila jumlah tersebut dimulai oleh isim nomina,
unsurnya adalah mubtada` yang disebut musnad ilaih dan khabar yang disebut musnad, sedangkan dalam
jumlah i’liyyah apabila dimulai dengan i’il, unsurnya adalah i’il verba berfungsi sebagai predikat yang disebut
musnad dan fa’il berfungsi sebagai subjek yang disebut musnad ilaih
Ashaikh, 2009:51. Ibn Hisyam al-Anshari w. 761 H. menambah satu macam jumlah,
sehingga jumlah menurutnya ada tiga; ismiyyah, i’liyyah dan zhariyyah
Ibn Hisyam, 1412 H.: 492. Pendapat ini juga diikuti oleh As-Suyûthi w.911 H. yang mengatakan bahwa jumlah dalam bahasa Arab terbagi
dalam ismiyyah, i’liyyah dan zhariyyah. Maksud jumlah zhariyyah
adalah jumlah yang dimulai dengan zharaf atau preposisi jar majrur As-Suyuthi, 2001: 37-38. Contoh:
13 ٌ دْيَز َكَدْن ِع
‘indaka zaidun ‘inda
Di sisi : adv.place
Ka Kamu
: pron.gen Zaidun
Zaid : N.nom.S
“Zaid ada di sisimu’ 14 ٌ
دَم َحُم ِراَدلا يِف Fid-dâri muchammadun
Fî di dalam
: par.prep Ad-dâri
rumah : N.gen
Muchammadun Muhammad
: N.nom “Muhammad ada di dalam rumah”
Pada contoh 13 dimulai dengan frase zharaf َ
كَدْن ِع ‘indaka, sedangkan
contoh 14 dimulai dengan partikel preposisi
راَدلا يِف id-dâri ‘di dalam
rumah’. Dengan kedua contoh 13 dan 14 yang dimulai jumlah dengan zharaf disebut dengan
jumlah zhariyyah.
41
Nasikh Jumlah Ismiyyah
Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab
Al-Jawâri menambahkan bahwa yang dimaksud dengan dzhariyyah
terdiri dari zharaf zamân adverbial time, zharaf makân adverbial place dan preposisi sebagaimana contoh di atas Al-Jawâri, 1987,106 yaitu
musnad-nya berupa zharaf. Pembagian jumlah juga bertambah dengan adanya jumlah syarthiyyah.
Zamakhsyari w. H menjadikan jumlah syarthiyyah bagian daripada jumlah ismiyyah dan
jumlah fi’liyyah. Namun pakar linguistik lain seperti Ibnu Hisyam, Ibnu Ya’isy menolaknya sebagaimana As-Suyûthi
juga tidak sepakan dengan pendapat Az-Zamakhsyari Asikh, 2009:54. Qabâwah menjelaskan bahwa pendapat Az-Zamakhsyari itu bersumber
dari pendapat Khalil bin Ahmad W. 175 H. dan Al-Mubarrad, selanjutnya diterjemahkan dalam bentuk teori oleh Az-Zamakhsyari.
Perbedaan jumlah syartiyyah ini sudah lama muncul, para linguis seperti Az-Zamakhsyari, Abdul Qâhir Al-Jurjani, Ibnu Jinni, Al-Farisi
bahwa jumlah syartiyyah adalah bagian jumlah yang berdiri sendiri. Ibnu Hisyam dan Ibnu Ya’isy serta para linguis lain berpendapat bahwa
jumlah syartiyyah termasuk bagian dari jumlah i’liyyah sekalipun terlihat
strukturnya bisa berdiri sendiri. Adapun Tammâm Hassân membagi jumlah arabiyyah mejadi lima
macam; 1 al-jumlah al-ismiyyah, 2 al-jumlah al-i’liyyah, 3 al-jumlah
al-washiyyah, 4 al-jumlah asy-syartiyyah, 5 al-jumlah al-insyaiyyah Tammâm, 2000:105-153. Dari pembagian ini, jelas bahwa Tammam
Hassan menjadikan jumlah syarthiyyah sebagai bagian dari jumlah dalam bahasa Arab yang berdiri sendiri, sebagaimana jumlah ismiyyah dan jumlah
i’liyyah, bukan bagian dari keduanya. Dalam Mughni Labîb, Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa jumlah
terbagi menjadi kubrâ dan sughrâ. Dimaksud jumlah kubrâ adalah jumlah ismiyyah yang khabar-nya berupa jumlah. Jumlah sughrâ apabila terbentuk
dari mubtada` dan khabar mufrad tunggal saja. Menurut Abdul Azîz, jumlah kubrâ sendiri terdiri dari tiga varian sebagai berikut.
Pertama, jumlah basîthah klausa sederhana, yaitu jumlah yang terdiri dari satu satuan gramatikal yang independen. Contoh: