َ لاَزاَم mâ zâla Unsur-unsur Konstruksi Jumlah Kâna wa Akhwâtuhâ

73 Nasikh Jumlah Ismiyyah Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab khabar-nya berupa jumlah i’liyyah klausa verba yaitu َف ُسْوُي ُرُكذت tadzkuru yûsuf ‘kamu ingat yusuf’.

13. َماَداَم mâdâma

Sebuah verba yang dapat berperilaku atas jumlah ismiyyah dengan syarat didahului partikel اَم mâ zhariyyah mashdariyyah yang memberikan makna berlangsungnya kejadian terikat oleh waktu ‘selama’. Batasan waktunya terikat oleh peristiwa dalam jumlah-nya.

2. Isim Nomina

Isim kâna wa akhwâtuhâ salah satu unsur utama dalam pembentukan jumlah mansûkhah. Fungsi isim dalam jumlah kâna wa akhwâtuhâ semula adalah mubtada` subjek dalam jumlah ismiyyah. Pengisi isim kâna wa akhwâtuhâ sama dengan pengisi fungsi mubtada`. Para linguis Arab berbeda pendapat dalam mendefinisikan dan menilai mubtada` dalam jumlah ismiyyah. Ibnu Siraj w.316H. menyebut mubtada` sama dengan musnad ilaih. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Sibawaih dan Al-Mubarrad. Lebih lanjut Ibnu Siraj mengartikan mubtada’ sebagai isim nomina yang bebas dari segala bentuk perilaku ‘amil dan memiliki khabar. Linguis Arab lainnya yang mengikuti pendapat Ibnu Siraj adalah Az- Zabidi w.379H., sedangkan Ibnu Jinni w.392 H. tidak jauh berbeda dengan sebelumnya hanya ada perubahan sedikit dengan menambahkan mubtada` berkasus nominatif dikarenakan berada diawal jumlah. Pendapat Ibnu Jinni diikuti dan diamini oleh Ibnu Burhân w.456 H.. Az-Zamakhsyari memiliki deinisi sederhana tentang mubtada` bahwa mubtada` dan khabar adalah dua buah isim nomina. Deinisi Az- Zamakhsyari ini dengan tegas menyatakan baik mubtada` atau khabar berkategori nomina Al-Makârim, 2007:22-25. Definisi mubtada` terlihat lebih jelas setelah masa Ibnu Hâjib w.656 H., dengan menyertakan beberapa syarat untuk mubtada`, selain berkategori nomina, musnad ilaih, juga tidak menerima perilaku dari unsur lain, ditambahkannya bahwa mubtada` bisa berkategori isim sifat yang terletak setelah partikel negasi atau alif istifham interogatif yang 74 Talqis Nurdianto, Lc., MA berkasus nominatif. Deinisi diperjelas oleh Al-Istrabadzi w.686 H. dengan menambahkan adanya kesesuaian makna dari dua unsur yaitu mubtada` dan khabar. Contoh: 62 ٌمِئاَق ٌدْيَز Zaidun qâimun Zaidun Zaid : N.nom.S Qâimun berdiri : N.nom.P “Zaid berdiri” Mubtada` pada contoh 62 ٌ دْيَز zaidun berkategori nomina ismiyyah begitu juga dengan khabar ٌمِئاَق qâimun juga kategori nomina. Maka, mubtada ` adalah kata berkategori nomina deinit atau frase bukan predikatif atau semisalnya yang berkasus nominatif berada diawal jumlah ismiyyah, tidak terpengaruh dengan perilaku kata lainnya, bukan sebagai tambahan fudllah dalam kalimat, yang diperjelas dengan khabar setelahnya, baik sebagai kata sifat atau fa’il dari mubtada yang memiliki berilaku padanya. Oleh karena itu, isim kâna wa akhwâtuhâ adalah mubtada` yang terletak setelah verba kâna wa akhwâtuha dalam urutan reguler. Pengisi fungsi isim kâna wa akhwâtuha yang berasal dari mubtada` sebagai berikut. 1. Ismiyyah berkategori nomina Maksud ismiyyah menunjukkan bahwa kata yang menempati fungsi isim kâna wa akhwâtuha dari jenis isim nomina, bukan verba, juga bukan churuf partikel. Sebagaimana isim yang terletak diawal jumlah ismiyyah. Karena struktur kata awal pembentuk jumlah adalah isim. Menurut Barakât 2007a, 25, bahwa kata syai`un sesuatu termasuk isim. Baik sesuatu tersebut berupa dzat benda , hai`ah pergerakan, benda mati, atau isim makna, baik yang berwujud dalam kenyataan atau wujudnya hanya dalam khayalan saja. Isim juga berupa setiap sesuatu yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan waktu, inilah yang dimaksud dengan sesuatu syai`un. Maka setiap yang menunjukkan sesuatu adalah isim. Begitu juga kata yang menunjukkan waktu seperti ُحاَب َصلا waktu pagi, ُءا َسَملا waktu