92
Talqis Nurdianto, Lc., MA
7. Saudara kâna tidak bisa berperilaku ‘amil pada jumlah ismiyyah kecuali dengan syarat didahului partikel negasi nafyu. Yaitu َ
لاَزاَم mâ zâla masih,
َحِرَب اَم mâ baricha masih, َئِتَف اَم mâ fati`a masih,
dan َ كَفْنِا اَم mâ infakka masih.
8. Verba kâna wa akhwâtuhâ terkadang dilesapkan dengan tetap berperilaku atas mubtada` dan khabar jumlah ismiyyah, atau
melesapkan verba dan isim-nya, atau melesapkan khabar-nya saja. Karakteristik inilah yang sering dijumpai pada pembahasan kâna wa
akhwâtuha pada jumlah ismiyyah.
I. Jumlah Mansûkhah bi Inna wa Akhwatuhâ
Menurut Barakat, jumlah ismiyyah yang berterima partikel inna wa akhwatuha disebut al-jumlah al-ismiyyah al-masûkhah. Kata al-
mansukhah berarti terhapus, yaitu terhapus fungsi dan perilaku kedua fungsi jumlah ismiyyah yakni mubtada` subjek dan khabar predikat.
Subjek jumlah ismiyyah tidak bisa berperilaku pada predikatnya setelah berterima partikel ini dalam kasus nominatif.
Ulama linguistik Arab menyebut nasikh inna wa akhwatuha sebagai partikel churuf bukan verba atau nomina. Hal ini dikarenakan setiap
partikelnya tidak bisa berperilaku dengan sendirinya melainkan berhimpun dengan jumlah ismiyyah bukan lainnya. Partikel nasikh yang berjumlah
enam ini, menyerupai verba dalam berbagai sisi Barakat, 2007a; 169. Keenam partikel tersebut adalah َ
نِإ inna ‘sungguh’, َنَأ anna ‘sungguh’, َنَأَك ka`anna ‘seperti’, َنِكَل lakinna ‘tetapi’, َلَعَل la’alla ‘semoga’, dan َتْيَل
laita ‘semoga’. Perbedaan jumlah partikel antara lima atau enam partikel, kembali
kepada pandangan linguis pada partikel َ نِإ inna ‘sungguh’ dan َنَأ anna
‘sungguh’apabila dihitung menjadi dua partikel yang berbeda maka berjumlah enam buah, apabila dihitung dalam satu kesatuan dikarenakan
penyerupaan charakat dan huruf maka berjumlah lima buah partikel. Di samping setiap partikel nasikh memiliki makna yang melekat pada
dirinya, semuanya tetap memberikan makna taukîd penegas sebagai partikel konirmatif.
93
Nasikh Jumlah Ismiyyah
Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab
Setidaknya ada dua pendapat berbeda dalam menyikapi perilaku partikel nasikh inna wa akhwatuha yang masuk pada struktur jumlah
ismiyyah. 1. Sesungguhnya partikel nasikh inna wa akhwatuha tidak berperilaku
pada jumlah ismiyyah. Apabila berperilaku pada jumlah ismiyyah maka aka nada perubahan kasus atau fungsi pada salah satu unsur
jumlah ismiyyah atau keduanya. Perubahan itu tidak ditemukan pada fungsi khabar predikat. Yaitu dengan melihat kasus pada khabar
predikat jumlah ismiyyah masih tetap berkasus nominatif marfû’,
tidak ada perubahan kasus baik sebelum atau setelah berterima salah satu partikel nasikh inna wa akhwatuha. Ini adalah pendapat ulama
Nahwu dari Kufah Barakât, 2007a:169-170. Contoh: 94
ٌمِئاَن ٌدَم َحُم Muchammadun nâimun
Muchammadun Muhammad
:N.nom.S Nâimun
Orang yang tidur :N.nom.P
“Muhammad tidur” Pada contoh 94, kata ٌ
دَم َحُم Muchammadun ‘muhammad’ nomina berkasus nominatif berfungsi sebagai mubtada` subjek, sedangkan
kata ٌمِئاَن nâimun ‘orang yang tidur’ nomina berkasus nominatif berfungsi
sebagai khabar mubtada` predikat. Pada contoh ini khabar berkasus nominatif. Apabila partikel nasikh inna wa akhwatuha berperilaku atasnya
maka akan merubah kasus predikat jumlah ismiyyah. Contoh: 95
ٌمِئاَن ًادَم َحُم َنِإ Inna muchammadun nâimun
Inna sungguh
:par.conv Muchammadun
Muhammad :N.nom.S
Nâimun orang yang tidur
:N.nom.P “Muhammad sungguh tidur”
Pada contoh 95, jumlah ismiyyah berterima partikel nasikh berupa inna ‘sungguh’ yang berperilaku pada unsur di dalamnya. Akan tetapi,
kata ٌمِئاَن nâimun ‘orang yang tidur’ nomina berkasus nominatif berfungsi
sebagai khabar-nya tidak berubah kasus kepada bentuk kasus lainnya.