118
Talqis Nurdianto, Lc., MA
Pada contoh 128 partikel nasikh inna yang bergandengan dengan partikel mâ membatalkan perilakunya pada jumlah ismiyyah setelahnya.
Melainkan subjek dan predikat jumlah ismiyyah tetap pada kasus dan fungsinya. Oleh karena itu, dlomir pronoun yang dilesapkan terletak
setelah partikel innamâ, yakni َوُه huwa ‘dia lk’ yang dimaksud adalah
Allah berfungsi sebagai mubtada`. Sedangkan khabar berkategori verba imperfek
ْمُهُر ِخَؤُي yu`akhkhiruhum ‘menangguhkan mereka’ menempati posisi kasus nominatif. Partikel nasikh lainnya yang bergandeng mâ juga
tidak bisa berperilaku pada jumlah ismiyyah setelahnya. Contoh: 129
رُاَنلا َكَل ْتَءا َضَأ اَمَلَعَل La’allamâ adlâ`at lakan-nâru
La’allamâ semoga
:par.conv Adlâ`at
menerangi :v.perf.III.tg.mask.P
La bagi
:prep Ka
Kamu :pron.gen
An-nâru Cahaya
:N.nom.S “Semoga cahaya ini bisa menerangimu”
Contoh 129 Partikel nasikh la’alla yang bergandengan dengan
partikel mâ menjadikannya tidak bisa berperilaku sebagaimana pada jumlah ismiyyah. Meskipun demikian, bahwa partikel
nasikh la’alla ini tetap memberikan makna konirmatif pada kalimat setelahnya yakni
jumlah i’liyyah terdiri dari i’il predikat dan fa’il subjek setelahnya. Subjek pada
jumlah i’liyyah kata ُرُاَنلا an-nâru ‘cahaya’ dari verba perfek ْتَءا َضَأ adlâ`at ‘menerangi’. Dengan susunan kalimat pada contoh 129,
memberikan makna harapan yang kuat bahwa cahaya bisa meneranginya. Partikel nasikh yang bergandeng partikel mâ tidak selamanya diikuti
oleh jumlah ismiyyah, terkadang juga diikuti oleh jumlah i’liyyah.
Dikarenakan partikel tersebut sudah tidak berperilaku pada jumlah ismiyyah lagi melainkan hanya memberikan makna penegas serta penguat.
K. Karakteristik Jumlah Inna wa Akhwâtuhâ
Dalam bahasa Arab, Inna wa akhwâtuha adalah partikel nâsikh penghapus yang masuk pada struktur jumlah ismiyyah. Partikel ini disebut
nâsikh karena perilakunya yang menghapus fungsi subjek mubtada dan
119
Nasikh Jumlah Ismiyyah
Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab
predikat khabar jumlah ismiyyah dengan merubah fungsi dan kasus kedua unsur jumlah ismiyyyah. Yaitu menjadikan subjek jumlah ismiyyah sebagai
subjek nâsikh isim yang berkasus akusatif dan predikat menjadi predikat
jumlah ismiyyah sebagai predikat nâsikh khabar berkasus nominatif. Jumlah ismiyyah setelah nâsikh inna wa akhwatuhâ yang berkasus
akusatif sebagai isim dan nominatif sebagai khabar atau struktur yang menempati posisinya membuat nâsikh seperti verba transitif yang memiliki
subjek nomina berkasus nominatif dan objek berkasus akusatif. Kemiripan antara verba
i’il dengan partikel nâsikh inna wa akhwatuhâ terdapat pada lafal maupun arti. Diantara kemiripan antara dua kategori sebagaimana
berikut ini. 1. Partikel nâsikh inna wa akhwatuhâ tersusun atas tiga huruf
sebagaimana verba bahasa Arab mayoritas tersusun dari tiga huruf bahkan lebih. Seperti kata َ
لَعَل la’alla, َنَأَك ka`anna yang tersusun dari tiga huruf.
2. Partikel nâsikh inna wa akhwatuhâ tidak bisa berperilaku kecuali pada jumlah ismiyyah yang memiliki nomina isim berkasus akusatif dan
nomina berkasus nominatif atau yang menduduki posisinya khabar, sebagaimana verba transitif yang membutuhkan nomina berfungsi
sebagai subjek berkasus nominatif dan objek berkasus akusatif. 3. Semua partikel nâsikh inna wa akhwatuhâ adalah mabni structured
dengan charakat fatchah vokal a, begitu juga dengan verba perfek bahasa Arab.
4. Partikel nâsikh inna wa akhwatuhâ dapat bergandengan dengan huruf nun sebagai wiqâyah yang memberikan suara pada pronoun orang
pertama tunggal bergandeng dengannya berfungsi sebagai isim-nya. sama juga dengan verba yang memiliki objek berupa pronoun
orang pertama tunggal membutuhkan nun sebagai wiqâyah untuk memberikan suara bacaan.
5. Sertiap partikel nâsikh inna wa akhwatuhâ menunjukkan arti verba. Seperti inna berarti akkada ‘menguatkan’, ka`anna berarti syabbaha
‘menyerupai’, laita berarti tamanna ‘mengharapkan’, la’alla berarti
raja ‘mengharapkan’. Kemiripan verba dengan nâsikh inna wa