Deinisi Jumlah Ismiyyah NASIKH JUMLAH ISMIYYAH KAJIAN INNA DAN KAANA BAHASA ARAB

48 Talqis Nurdianto, Lc., MA 23 ٌسِرَدُم ىَف َط ْصُم Mushthafa mudarrisun Mushthafa Mustafa : N.nom.S mudarrisun Seorang guru : N.nom.P “Mustafa seorang guru” 24 ٌ ة َطْي ِشَن ُة َسِرَدُملا Almudarrisatu nasyîthatun Almudarrisatu guru perempuan :N.nom.S Nasyîthatun orang yang rajin :N.nom.P “Guru pr itu rajin” Subjek pada contoh 23 adalah ىَف َط ْصُم mushthafâ ‘mustafa’ berkategori nomina berfungsi sebagai mubtada` yang memiliki khabar predikat ٌسِرَدُم mudarrisun ‘guru lk’ berkategori nomina juga. Sedangkan contoh 24 subjeknya berkategori nomina ُ ة َسِرَدُمْلا al-mudarrisatu ‘guru pr’ dan predikatnya juga berpredikat nomina ٌ ة َطْي ِشَن nasyîthatun ‘rajin’. Predikat nomina pada jumlah ismiyyah sama dengan predikat nomina pada klausa nomina, yang masing-masing tersusun atas predikat berkategori nomina. Para linguis Arab berbeda pendapat dalam mendefinisikan dan menilai mubtada` dalam jumlah ismiyyah. Ibnu Sirâj w.316H. menyebut mubtada` sama dengan musnad ilaih. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Sibawaih dan Al-Mubarrad. Lebih lanjut Ibnu Sirâj mengartikan mubtada sebagai isim nomina yang bebas dari segala bentuk perilaku ‘amil dan memiliki khabar. Linguis Arab lainnya yang mengikuti pendapat Ibnu Siraj adalah Az- Zabidi w.379H., sedangkan Ibnu Jinni w.392 H. tidak jauh berbeda dengan sebelumnya hanya ada perubahan sedikit dengan menambahkan mubtada` berkasus nominatif dikarenakan berada diawal jumlah. Pendapat Ibnu Jinni diikuti amini oleh Ibnu Burhân w.456 H.. Az-Zamakhsyari memiliki deinisi yang sederhana bahwa mubtada` dan khabar adalah dua isim nomina. Deinisi Az-Zamakhsyari ini dengan tegas menyatakan baik mubtada atau khabar berkategori nomina Al-Makârim, 2007:22-25. 49 Nasikh Jumlah Ismiyyah Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab Definisi mubtada` terlihat lebih jelas setelah masa Ibnu Hâjib w.656 H., dengan menyertakan beberapa syarat untuk mubtada`, selain berkategori nomina, musnad ilaih, juga tidak menerima perilaku dari unsur lain, ditambahkannya bahwa mubtada` bisa berkategori isim sifat adjektif yang terletak setelah partikel negasi atau alif istifham nomina interogatif yang berkasus nominatif. Deinisi diperjelas oleh Al-Istrabadzi w.686 H. dengan menambahkan adanya kesesuaian makna dari dua unsur yaitu mubtada` dan khabar Barakât, 2007a: 44. Contoh: 25 ِناَدْيَزلا ٌمِئاَق اَم Mâ qâimun az-zaidâni Mâ tidak : par.neg Qâimun orang yang berdiri : N.nom.S Az-zaidâni dua orang Zaid : N.nom.P “Dua orang Zaid itu tidak berdiri” Mubtada` pada contoh 25 berupa kata sifat ٌمِئاَق qâimun ‘orang yang berdiri’ terletak setelah partikel negasi اَم, sedangkan khabar mubtada` ِناَدْيَزلا az-zaidâni ‘dua orang zaid’. Di sini, mubtada` berupa isim sifat yang terletak setelah partikel negasi. Sebagaimana mubtada` terletak setelah isim istifhâm interogatif Barakât, 2007a: 44. Contoh: 26 ِناَدْيَزلا ٌمِئاَق َأ Aqâimun az-zaidâni A Apakah : N.intr Qâimun Berdiri : N.nom.S Az-zaidâni Du aorang zaid : N.nomP “Apakah dua orang zaid berdiri? Pada contoh 26 mubtada` ٌمِئاَق qâimun terletak setelah nomina interogatif أ berupa hamzah, sedangkan khabar mubtada` berada setelahnya. `aqâimunz zaidâni. Kata sifat memberikan makna ta’rif deinit dan memberikan batasan makna secara khusus. Maka, mubtada ` adalah kata berkategori nomina deinit ma’rifah atau frase bukan predikatif atau semisalnya yang berkasus nominatif berada diawal jumlah ismiyyah, tidak terpengaruh dengan perilaku ‘amil kata lainnya, bukan sebagai tambahan fudllah dalam kalimat, yang diperjelas 50 Talqis Nurdianto, Lc., MA dengan khabar setelahnya, baik sebagai kata sifat atau fa’il dari mubtada yang memiliki perilaku padanya Al-Makârim, 1999. Contoh: 27 اَنُبَر ُه Allahu rabbunâ Allâhu Allah : N.nom.S Rabbu Tuhan : N.nom.P Nâ Kita : pron.gen “Allah Tuhan kita” Pada contoh 27 kata ُ ه allahu ‘Allah’ berkasus nominatif berfungsi sebagai mubtada ` karena berkategori nomina deinit isim ma’rifah. Kata اَنُبَر rabbunâ ‘Tuhan kita’ adalah frase nomina yang berkasus nominatif menempati posisi kasus nominatif berfungsi sebagai khabar mubtada`. Mubtada` pada contoh ini terbentuk dari kata berkategori nomina deinit. 28 ٌح ِضاَو ُق َحلا Al-chaqqu wâdlichun Al-chaqqu Kebenaran :N.nom.S Wâdlichun Jelas :N.nom.P “Kebenaran itu jelas” Pada contoh 28 kata ُ ق َحلا al-chaqqu ‘kebenaran’ berkasus nominatif berfungsi sebagai mubtada` dan kata ٌح ِضاَو wâdlichun ‘jelas’ berkasus nominatif juga sebagai khabar mubtada`. Akan tetapi mubtada` termasuk kata deinit sedangkan khabar termasuk kata tak deinit. Mubtada` juga bisa diikuti oleh fa’il subjek atau nâibu al-fâ’il subjek pasif yang menempati posisi khabar Barakât, 2007a: 44. Contoh: 29 ِناَدَم َحُملا ٌح ِجاَن َأ Anâjichun al-muchammadani A Apakah :N.int Nâjichun Orang yang berhasil :N.nom.S Al-muchammadâni Dua muhammad :N.nom.P “Apakah dua orang Muhammad itu berhasil” Pada contoh 29 mubtada` adalah ٌح ِجاَن nâjichun ‘orang yang berhasil’ sedangkan kata ِناَدَم َحُملا al-muchammadâni ‘dua orang Muhammad’