Verba Tidak Boleh Feminin Khabar Wajib Feminin

137 Nasikh Jumlah Ismiyyah Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab Isim kâna ِنَا ُج َرلا ar-rajulâni ‘dua orang laki-laki’ menunjukkan mutsanna dual berkasus nominatif yang ditandai dengan churuf alif sebelum akhir. Khabar-nya juga harus sesuai dengan isim-nya ِنْيَقِدا َص shâdiqaini ‘dua orang laki-laki jujur’ berkasus akusatif yang ditandai dengan churuf yâ` dan nûn diakhir kata. Keserasian juga terdapat pada kata yang menunjukkan jama’ plural. Contoh lain: 26 َنْيِقِدا َص ُلا َجِرلا َناَك Kânar-rijâlu shâdiqîna Kâna adalah :v.inc.mask Ar-rijâlu para laki-laki :N.nom.pl.mask.S Shâdiqîna orang-orang yang jujur :N.ak.pl.mask.P “Para laki-laki itu orang-orang yang jujur” Isim kâna ُ لا َجِرلا ar-rijâlu ‘para laki-laki’ jama’ taksir broken plural dari bentuk mufrad ُ ل ُجَرلا ar-rajulu ‘seorang laki-laki’ berkasus nominatif yang ditandai dengan charakat dlammah vocal u, maka khabar berupa jama’ mudzakkar sâlim pada posisi akusatif ditandai dengan نَْي churuf yâ bercharakat sukun dan nûn bercharakat fatchah. Kesesuaian antara isim dan khabar verba kâna wa akhwâtuhâ dari sisi mufrad tunggal, mutsanna dual, dan jama’ plural tidak merubah bentuk verba kepada bentuk mutsanna dan jama’. Akan tetapi verba ber- isim mutsanna dan jama’ harus berada dalam bentuk mufrad tunggal. Berbeda dengan contoh sebelumnya, bahwa isim kâna dan khabar- nya berjumlah mutsanna atau jama’ berjenis muannats feminin maka verba tetap tunggal dengan menunjukkan bentuk muannats. Contoh lain: 27 ً ةَقِدا َص ُةَمِل ْسْملا ِتَلاَزاَم Mâzâlatil-muslimatu shâdiqatan Mâzâlat masih :v.inc.fem Al-muslimatu wanita muslimah :N.nom.tg.fem.S Shâdiqatan orang yang jujur :N.ak.tg.fem.P “Wanita muslimah itu orang jujur” 28 ِنْيَتَقِدا َص ِنَاَتِمْل ُسْملا ِتَلاَزاَم Mâzâlatil-muslimatâni shâdiqataini 138 Talqis Nurdianto, Lc., MA Mâzâlat masih v.inc.fem Al-muslimatâni dua wanita muslimah :N.nom.dl.fem.S shâdiqataini dua orang yang jujur :N.ak.dl.fem.P “Dua orang muslimah itu masih jujur” 29 ٍتاَقِدا َص ُتاَمِل ْسُمْلا ِتَلاَزاَم Mâzâlatil muslimâtu shâdiqâtin Mâzâla masih :v.inc.fem Al-muslimâtu para wanita muslimah :N.nom.pl.fem.S shâdiqâtin orang-orang yang jujur :N.ak.pl.fem.P “Para muslimah itu masih pada jujur” Verba kâna wa akhwâtuhâ pada kondisi mufrad tunggal meskipun isim-nya berupa mutsanna dual seperti pada contoh 28 ِنَاَتِمْل ُسْملا al-muslimatâni ‘dua orang muslimah’ atau berupa jama’ muannats sâlim seperti pada contoh 29 ُ تاَمِل ْسُمْلا al-muslimatu ‘para muslimah’. Hal ini tidak menyebabkan verba berubah menyesuaikan jumlah isim-nya akan tetapi tetap memperhatikan jenis jenisnya baik mudzakkar maskulin atau muannats feminin.

B. Jumlah Ismiyyah dan Inna wa Akhwatuha 1. Mubtada dan Inna wa Akhwatuha

Tidak semua struktur jumlah ismiyyah dapat bersambung dengan nâsikh inna wa akhwatuhâ. Ada syarat yang berlaku atas mubtada` dan khabar jumlah ismiyyah untuk bisa bersambung dengan nâsikh inna wa akhwatuhâ. Sebagaimana syarat yang berlaku pada mubtada` ber- nawâsikh kâna wa akhwâtuhâ. 1. Mubtada` jumlah ismiyyah yang menjadi isim nâsikh inna wa akhwatuhâ tidak termasuk mubtada` yang wajib dilesapkan chadzf pada jumlah ismiyyah Al-Makârim, 2007: 136. Barakat 2007:135 menyebutkan kondisi-kondisi mubtada` wajib dilesapkan dalam jumlah ismiyyah. enyebutan mubtada` merupakan bagian penting dalam memberikan keutuhan makna dari 139 Nasikh Jumlah Ismiyyah Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab sebuah jumlah disertai qarinah dalil menunjukkan mubtada` yang dilesapkan. Berikut ini adalah kondisi pelesapan mubtada`: a. Apabila mubtada` sebagai man’ut dari na’at yang sudah diketahui. Hal ini terjadi apabila man’ut sudah diketahui dari na’at yang tersebut dalam kalimat dikarenakan ada dalil yang menunjukkan maka wajib hukumnya baik bertujuan memuji, mencela atau menghormati mubtada yang dilesapkan. Contoh: 30 ِمْي ِحَرلا ِنَم ْحَرلا ِه ِم ْسِب Bismillâhir-rachmânir-rachîm Bi dengan :prep Ismi nama :N.gen Allahi Allah :N.gen Ar-rachmâni Maha Pengasih :N.gen Ar-rachîmi Maha Penyayang :N.gen “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang” Contoh 30 menggambarkan bahwa mubtada` merupakan man’ût kata yang disifati dari na’at sifat yang tersebut pada kalimat yaitu kata ِنَم ْحَرلا ar-rachmâni ‘Maha Pengasih’. Pada contoh ini terjadi pelesapan mubtada` dengan alasan tersebut di atas. Apabila mubtada` yang dilesapkan ditampilkan berbunyi ُنَم ْحَرلا َوُه huwar-rachmânu ‘Dia Maha Pengasih’. Pelesapan ini bersifat wajib 31 ِمْي ِجَرلا ِنا َطْيَشلا َنِم ِهاِب ُذْوُعَأ A’udzu billahi minasy-syaithânirrajîm A’ûdzu berlindung :v.imp.I.tg.P Bi kepada :prep Allahi Allah :N.gen Min dari :prep Asy-syaithâni syetan :N.gen Ar-rajîmi terkutuk :N.gen “Saya berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk” Pada contoh 31, khabar dalam kalimat di atas adalah kata ِمْي ِجَرلا ar-rajîm ‘yang terkutuk’ sedangkan mubtada` dilesapkan