Pola Urutan Khabar dan Ma’mul-nya

177 Nasikh Jumlah Ismiyyah Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab 48 ٌ دَم َحُم ُه َس ْرَد اًمِهاَف َناَك Kâna fâhiman darsahu muchammad Kâna adalah :v.perf Fâhiman orang yang paham :N.ak.P Darsa pelajaran :N.ak.O Hu ia :pron.gen Muchammadun muhammad :N.nom.S “Muhammad paham pelajarannya” Verba kana memiliki isim ٌ دَم َحُم muchammadun ‘muhammad’ berada jauh dari verbanya yang terpisahkan oleh khabar-nya اًمِهاَف fâhiman ‘orang yang paham’ juga berfungsi sebagai ‘amil bagi kata setelahnya ُ ه َس ْرَد darsahu ‘pelajarannya’. Di sini ma’mul khabar ُ ه َس ْرَد darsahu ‘pelajarannya’ mendahului isim-nya dan berada di antara khabar dan isim kâna. Karena ma’mul khabar tidak terbentuk dari frase preposisi. Kalimat aslinya bahwa verba kâna berada di depan kalimat kemudian isim dan khabar-nya, setelah khabar ada ma’mul khabar berkasus akusatif. Contoh: 49 ُ ه َس ْرَد اًمِهاَف ٌدَم َحُم َناَك Kâna muchammadun fâhiman darsahu Kâna Adalah :v.perf. Muchammadun Muhammad :N.nom.S Fâhiman Orang yang paham :N.ak.P Darsa pelajaran :N.ak.O Hu Ia :pron.gen “Muhammad paham pelajarannya’ Verba kâna tetap memiliki isim dan khabar-nya. akan tetapi posisinya sesuai dengan urutan regular. Dimulai dari verba, kemudian isim, dilanjutkan khabar-nya. apabila khabar memiliki ma’mul maka ma’mul berada diakhir kalimat atau setelah ‘amil khabar. Jadi ma’mul khabar berada setelah ‘amil-nya khabar dan isim-nya. 178 Talqis Nurdianto, Lc., MA

3. Jumlah Inna wa Akhwâtuhâ

1. Boleh Mendahulukan Khabar atas Isim

Berikut ini adalah kondisi khabar nâsikh boleh mendahului isim-nya dan terletak sebelum partikel inna wa akhwatuhâ apabila khabar inna wa akhwatuhâ berupa frase preposisi atau frase zharaf. Contoh: 50 ً ةَرْبِعَل َكِلَذ يِف َنِإ Inna fî dzalika la’ibratan Inna sungguh :par.konf Fi pada :par.prep Dzalika demikian :N.dem La’ibratan pelajaran :N.aks “Sesungguhnya yang pada demikian itu terdapat pelajaran” QS. An-nâzi’ât: 26 Pada contoh 50 partikel nasikh inna berada diawal jumlah sehingga bisa berperilaku pada jumlah setelahnya. Kata ً ة َرْبِعَل la’ibratan ‘pelajaran’ berkasus akusatif sebagai isim inna yang berada diakhir jumlah, sedangkan khabar berupa frase preposisi َ كِلَذ يِف fî dzalika ‘pada demikian itu’ menempati posisi kata berkasus nominatif. Keberadaan khabar frase preposisi yang berada di antara partikel nasikh dan isim nasikh berhukum jaiz boleh. Hal ini dikarenakan tidak merubah perilaku inna wa akhwatuha, selama ada diawal jumlah.

2. Boleh Mendahulukan Khabar atas Nâsikh

Apabila khabar inna wa akhwatuhâ berupa frase zharaf atau frase preposisi. Contoh: 51 ً ااَكْنَأ اَنْيَدَل َنِإ Innâ ladainâ ankâlan Inna sungguh :par.conv Ladai pada :prep Nâ kami :pron.gen Ankâlan belenggu-belenggu :N.aks 179 Nasikh Jumlah Ismiyyah Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab “Sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat” QS. Al-Muzammil: 12 Pada contoh 51 partikel nasikh adalah inna ‘sungguh’. Isim inna berupa isim mufrad nomina tunggal berkasus akusatif ً ااَكْنَأ ankâlan ‘belenggu-belengu’ yang terletak setelah partikel nasikh. Khabar inna berupa frase zharaf اَنْيَدَل ladainâ ‘di sisi Kami’ yang menempati posisi kata berkasus nominatif. Khabar nasikh inna yang berupa frase zharaf terletak antara partikel nasikh inna dan isim-nya. Keberadaan khabar ini adalah boleh. Sebagaimana pada contoh 51 khabar nasikh yang berupa frase preposisi yang berada di antara partikel nasikh dan isim-nya juga. 181 Nasikh Jumlah Ismiyyah Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab -BAB V- PELESAPAN CHADZF UNSUR-UNSUR PADA JUMLAH MANSÛKHAH K ata chadzf berarti qath berarti memotong, membuang atau melesapkan Ibnu Manzhûr, tt.: 39. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, chadzf berarti menghilangkan atau membuang Ali dan Muhdlor, 2003: 749. Dalam linguistik umum, chadzf dapat disepadankan dengan pelesapan atau elipsis, yaitu penghilangan unsur tertentu dari satu kalimat atau teks Alwi dkk., 2003: 412. Ba’albaki 1990, 583 berpendapat bahwa chadzf sama dengan deletion atau ellipsis yaitu peniadaan kata atau satuan lain yang ujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa Kridalaksana, 2008:57. Istilah elipsis juga berarti penggantian sesuatu yang ada tetapi tidak diucapkan atau dituliskan dengan tujuan kepraktisan. Pendapat ini senada dengan Lubis 1993: 20 yang menyatakan sebenarnya elipsis sama prosesnya dengan substitusi, tetapi elipsis ini disubstitusikan oleh sesuatu yang kosong atau sesuatu yang tidak ada. Salah satu cara agar kalimat menjadi efektif ialah dengan cara pelesapan. Bagian-bagian tertentu dari sebuah kalimat yang sudah diketahui oleh pesapa atau pembaca dapat dilesapkan. Dalam tingkatan wacana hal ini sering dilakukan. Bagian 182 Talqis Nurdianto, Lc., MA utama kalimat yang bisa dilesapkan ialah subjek, predikat, atau objek Djajasudarma dkk., 1991: 182. Pelesapan struktur kâna wa akhwâtuha tidak hanya terjadi pada unsur pembentuknya seperti verba kâna wa akhwâtuha, isim atau khabar-nya. akan tetapi pelesapan juga terjadi pada salah satu churuf dari verba kâna. Yaitu dengan melesapkan churuf terakhirnya, churuf nun dengan ketentuan syarat tertentu tanpa merubah makna.

A. Pelesapan Unsur Jumlah Kâna wa Akhwâtuhâ

Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab II, unsur-unsur yang dapat membentuk jumlah kâna wa akhwâtuha adalah i verba i’il kâna wa akhwâtuha, ii isim kâna wa akhwâtuha, iii khabar kâna wa akhwâtuha, baik khabar berupa kata tunggal mufrad, frase preposisi syibhul jumlah atau klausa jumlah. Di antara unsur-unsur itu yang utama adalah verba kâna wa akhwâtuha, isim dan khabar-nya. Artinya ketiga unsur ini adalah penting dan harus ada pada setiap jumlah kâna wa akhwâtuha. Apabila kâna wa akhwâtuha dilesapkan dari jumlah akan merusak susunan struktur jumlah baik makna atau lafalnya. Isim kâna wa akhwâtuha yang menyerupai fa’il pada dasarnya tidak boleh dilesapkan dan khabar kâna wa akhwâtuha menjadi pelengkap makna isim-nya meskipun boleh dilesapkan berdampak pada kesempurnaan makna dalam menjelaskan maksud isimnya. Namun, rupanya ada beberapa jumlah kâna wa akhwâtuha yang tidak mengandung verba kâna wa akhwâtuha atau tidak mengandung verba kâna wa akhwâtuha dan isim-nya, bahkan ada pula jumlah kâna wa akhwâtuha yang tidak mengandung verba kâna wa akhwâtuha, isim dan khabar-nya sekalian. Dalam hal pelesapan sebagian unsur-unsur jumlah kâna wa akhwâtuha, terdapat kaidah tertentu yang dapat dijadikan pedoman. Pada pembahasan pelesapan unsur tidak ditemukan pelesapan verba nasikh dengan khabar-nya yang menyisakan isim-nya. Berikut ini kaidah pelesapan sebagian unsur-unsur jumlah kâna wa akhwâtuha. 183 Nasikh Jumlah Ismiyyah Kajian Inna dan Kaana Bahasa Arab

1. Pelesapan Kâna wa Akhwâtuha

Verba kâna wa akhwâtuhâ merupakan unsur paling utama dalam struktur jumlah kâna wa akhwâtuhâ. Apabila verba kâna wa akhwâtuhâ dilesapkan akan merusak makna dan konstruksi jumlah tersebut. Permasalahannya terjadi pada mitra tutur mustami’ dalam menangkap maksud penutur. Al-Makârim menyebutkan bahwa sebuah susunan kata-kata bahasa Arab disebut sebagai jumlah apabila ditemukan salah satu verbanya dalam jumlah tersebut. Akan tetapi para ahli linguistik Arab membolehkan pelesapan verba kâna wa akhwâtuha apabila ada qarînah petunjuk yang membolehkannya dengan membiarkan isim dan khabar-nya. Barakât 2007a, 379 berpendapat tentang pelesapan verba kâna dengan cara sebagai berikut: 1. Apabila verba kâna bergandeng atau didahului oleh ْ نَأ an masdariyah. َناَك ْنَأ an kâna 2. Apabila verba kâna didahului oleh lam ta’lîl sebab akibat dan churuf نأ an al-mashdariyyah. َناَك ْنَ ِل 3. Apabila struktur kâna didahului oleh ‘illah sebab yang termasuk preposisi jar terkandung dari َناَك ْنَ ِل li’an kâna ‘dikarenakan’ yang menyebabkan terjadinya sesuatu dari ma’lûl akibat. Contoh: 1 ً ةَزِئا َج َلاَن اًدِهَت ْجُم ٌدَمَحُم ْنَ ِل Li`an muchammadun mujtahidan nâla jâizatan Li`an Karena :prep Muchammaun Muhammad :N.nom.S Mujtahidan Bersungguh-sungguh :N.ak.P Nâla Mendapatkan :v.perf.III.tg.mask Jâizatan Hadiah :N.ak.O “Sebab dikarenakan kesungguhan muchammad dalam belajar akibatnya mendapatkan hadiah” Verba kâna pada contoh 1 didahului oleh preposisi jar dan partikel ْ نَأ mashdariyyah karena aslinya berbunyi َناَك ْنَ ِل li`an kâna