Australia Legislasi Desain sistem monitoring control and surveillance nasional dalam pembangunan kelautan Indonesia

92 dalam bentuk apapun bila tidak memilikinya. Yang menjadi hal mendasar adalah seberapa optimal suatu negara dapat menyelenggarakan penegakan keamanan dan hukum di perairan yurisdiksinya dengan atau tanpa Coast Guard, karena secara nyata keberadaan Coast Guard sangat besar pengaruhnya dalam mewujudkan penegakan keamanan dan hukum di laut. Secara substansial terdapat tiga model Coast Guard di dunia, yaitu : 1 Model US Coast Guard 1 US Coast Guard merupakan instansi maritim yang bersifat otonom dengan kepemilikan berbagai pangkalan, sarana dan Alutsita sendiri. 2 US Coast Guard merupakan instansi maritim dengan kualifikasi unit paramiliter, yaitu personel dengan status warga negara sipil, namun dilatih dan diorganisir dengan cara-cara militer serta kepadanya diterapkan kultur militer dan disiplin militer yang melekat. Kemampuan paramiliter disiapkan untuk: i Memiliki kemampuan penanganan masalah penegakan keamanan laut seperti Angkatan Laut dan penegakan hukum di laut maritime law enforcement seperti Polisi. ii Kekuatan pengganda selaku komponen cadangan kekuatan maritim nasional yang siap digunakan untuk harbour defence, port security, naval counter intelligence and coastal patrol di masa perang. 3 Keberadaan Coast Guard mengeliminir berbagai instansi maritim departemen teknis seperti Bea Cukai, Imigrasi, Perikanan, dan lain- lain. Institusiinstansi maritim yang melaut hanya US Navy, US Coast Guard dan Police Marine. 2 Model British Coast Guard 1 HM Coast Guard merupakan instansi maritim yang hanya bersifat administratif, tidak memiliki Alutsita sendiri sehingga sangat bergantung pada institusiinstansi pelaksana lapangan yang merupakan link up-nya. 93 2 Substansi dari model ini adalah unity of effort dimana HM Coast Guard hanya bertindak sebagai koordinator dan penghubung. Prasyarat bagi suksesnya British Coast Guard Model adalah koordinasi yang baik dan ditunjang dengan spirit komitmen nasional yang tinggi terhadap bidang tugas dan kemanusiaan, partisipasi masyarakat dan organisasi non pemerintah. Sebagian besar instansi link-up HM Coast Guard merupakan instansi non-government dengan status volunteer. Oleh sebab itu, model ini sulit diaplikasikan di negara-negara berkembang, bahkan Kanada, Australia dan India sebagai negara yang cukup maju, mengalami kesulitan dalam mengadopsi model ini dan berubah mengikuti US Coast Guard Model. 3 Model French Coast Guard Centre Regional Operationnel de Surveillance et Sauvetage CROSS sebagai model French Coast Guard; merupakan perpaduan antara US Coast Guard model dan British Coast Guard model dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1 CROSS merupakan instansi maritim pemerintah yang bersifat otonom dengan kepemilikan berbagai pangkalan, sarana dan Alutsita sendiri. 2 CROSS tidak memiliki kewenangan pada maritime law enforcement. 3 CROSS bukan unit paramiliter. Umumnya pembina Coast Guard negara–negara di dunia adalah Department of Transportation DOT dan Department of Marine Service, karena keduanya merupakan instansi maritim yang dapat memfokuskan diri pada domain operasional di laut. Selain itu kedua instansi tersebut juga lebih memahami perlakuan di laut, terutama yang menyangkut hukum laut internasional, hukum internasional lainnya dan hukum nasional yang berkaitan dengan laut Markas Besar TNIAL 2005.

4.4 Perbandingan MCS di antara beberapa negara

Kemampuan manajemen perikanan di antara berbagai negara sangat bervariasi. Hanya Malaysia dan Thailand yang mempunyai armada kapal dan peralatan sendiri untuk pelaksanaan MCS di bidang perikanan, sedangkan Indonesia baru mulai membangun sistem MCS perikanannya. Kamboja dan Myanmar mempunyai beberapa kapal patroli yang kecil dan tua. Hampir semua negara 94 tergantung pada armada kapal Angkatan Laut dan Penjaga Pantai dalam menerapkan hukum kelautan.

4.4.1 Legislasi

Setiap negara berusaha secara sungguh-sungguh menerapkan hukum kelautan negaranya untuk perikanan di dalam wilayah teritorialnya. Masing- masing negara berusaha menyusun dan memperbaharui aturan perundang- undangan dengan bantuan dari badan dunia seperti yang dilakukan oleh FAO terhadap Malaysia, Indonesia dan Thailand. Prioritas bantuan juga perlu diberikan kepada negara- negara yang secara langsung sedang mengamandemen undang- undang perikanannya, seperti Maladewa, Philipina, dan Srilangka, dan selanjutnya merestrukturisasi Departemen Perikanan yang baru. Bangladesh, India, Myanmar dan Vietnam juga memerlukan bantuan legislasi dalam memperbaharui hukum sumberdaya kelautannya.

4.4.2 Lisensi, dan Identifikasi Kapal

Pengelolaan sistem lisensi dan identifikasi kapal masing- masing negara bervariasi, yang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Lisensi dan identifikasi kapal di berbagai negara Lisensi Penan- daan Negara Akses terbuka YN Satu lembaga lisensi Lisensi nasional propinsi Perikatan asing joint venture kapal Bangla- desh Akses terbuka Multi agensi Wilayah nasional Tidak ada kapal asing Lengkap dengan otoritas lainnya Kamboja Akses terbuka untuk kapal, akses terbatas untuk perikanan darat Multi agensi Pemerin- tah nasio- nal untuk kapal ke- cil Tidak ada kapal asing Otoritas lainnya tidak di- paksa- kan 95 India Akses terbuka di bawah otoritas ne- gara Multi agensi Pemerin- tah nasio- nal untuk kapal asingJV di luar 12 mil laut, tapi tidak ada do- mestik Tidak ada kapal asing, joint venture diizinkan Otoritas perikan- an dan lainnya. Indonesia Akses regulasi untuk beberapa area, umumnya tidak ada regulasi di area lain dengan akses terbuka Multi agensi Nasional dan berge- ser ke pro- pinsi dan distrik dengan hukum otonomi Tidak ada kapal a- sing, joint venture dan dua bendera negara diizinkan. Otoritas lain Malaysia Akses terbatas Lisensi perikanan dan identifi- kasi kapal Nasional untuk ka- pal besar dan dili- sensi kem- bali oleh negara Tidak ada kapal a- sing, tapi ABK a- sing dii- zinkan sampai 90 FAO, sistem terbaik di Asia dengan sertifikat ISO 9000. Malade- wa Akses terbatas un- tuk kapal asing, akses terbuka untuk kapal lokal Multi agen- si, Trade and Industry MTI untuk asing, Nasional Kapal asing diizinkan di bawah lisensi Asing- FAO, lokal- otoritas lain, de- sain per- ikanan dengan kode Myanmar Terbatas secara hu- kum Multi agensi Nasional untuk ka- pal besar, dilisensi lagi oleh daerah, daerah un- tuk kapal kecil Tidak ada kapal asing Kode warna otoritas pelabuh an Tabel 10 Lanjutan 96 Philipina Akses terbatas seca- ra hukum tapi tidak diterapkan Multi agen- si, otoritas maritim dan perikanan Nasional untuk ka- pal besar, lisensi re- gional, ko- dya untuk kapal ke- cil 3GT Tidak ada kapal a- sing, joint venture diizinkan Agensi lain, o- toritas kelautan Srilangka Akses terbuka un- tuk domestik, ter- batas untuk BOI Multi agen- si, perikan- an, otoritas pelabuhan ikan Nasional untuk ka- pal besar, propinsi untuk ka- pal kecil. Tidak ada kapal a- sing, BOI kapal a- sing dii- zinkan un- tuk penda- ratan di Srilangka Perikan- an dis- trik, dan sejum- lah kode Thailand Akses terbuka kecu- ali peralatan berge- rak Multi agensi pelabuhan dan perikan- an Nasional Tidak ada kapal asing Pelabuh- an regis- trasi propinsi Vietnam Akses terbuka Multi agensi Nasional 75hp, propinsi 75hp Tidak ada kapal asing ID propinsi Sumber: Flewwelling 2001 Umumnya negara masih memiliki sistem manajemen perikanan “akses terbuka” dan beberapa negara memiliki kemampuan hukum untuk menerapkan akses terbatas. Sistem identifikasi kapal sangat bervariasi, termasuk penerapan sistem FAO yang digunakan di Maladewa terhadap kapal asing. Malaysia menerapkan suatu sistem modifikasi dengan penambahan kode warna, penandaan zona dan tipe kapal untuk memudahkan identifikasi di laut dan di udara. Sistem identifikasi kapal dan lisensi Malaysia sangat rinci dan diyakini sebagai model sistem untuk wilayah regional tersebut. Malaysia mendapatkan ISO 9000 untuk sistem tersebut pada tahun 2000. Tabel 10 Lanjutan