6 hukum di laut yang dimiliki oleh Indonesia tidak sebanding dengan luasnya wilayah
kelautan nasional. Celah ini dimanfaatkan oleh pihak asing untuk melakukan pencurian sumberdaya, pelanggaran perbatasan dan perdagangan ilegal. Luasnya
wilayah kelautan nasional yang harus dikelola, membutuhkan peningkatan kapital dan teknologi secara memadai.
1.2.4 Faktor kelembagaan
Selama lebih dari tiga dekade, pembangunan berorientasi pada pengelolaan sumberdaya yang ada di darat. Saat ini potensi sumberdaya di darat seperti hutan,
bahan tambang dan mineral serta lahan pertanian produktif semakin menipis atau sukar untuk dikembangkan lebih lanjut. Oleh karena itu, sumberdaya pesisir dan
lautan akan menjadi tumpuan harapan bangsa di masa depan. Kondisi ini menjadikan dicarinya sumber-sumber ekonomi baru bagi kelangsungan hidup dan masa depan
bangsa dari sumberdaya alam kelautan. Dalam rangka pembangunan kelautan sangat banyak pihak yang terkait, baik yang menyangkut aspek ekonomi, sosial budaya dan
bidang kelembagaan penegakan hukum di laut. Pada bidang ekonomi, sektor perikanan yang mulai diandalkan menjadi
sumber pertumbuhan baru ternyata belum mencapai sasaran. Hal ini disebabkan oleh tingginya penangkapan secara ilegal yang mencapai sekitar Rp. 21 trilyun pada tahun
2002. Berkeliarannya sekitar 5000 kapal penangkapan ikan asing tanpa ijin sah di perairan yuridiksi Indonesia merupakan problema tersendiri yang memerlukan suatu
sistem MCS yang handal untuk mengantisipasinya Dahuri 2003. Dalam bidang sosial budaya, kehidupan komunitas nelayan Indonesia identik
dengan kemiskinan dan ketertinggalan. Mereka hidup dengan kondisi lingkungan kumuh, tingkat pendidikan rendah dan produktivitas rendah. Kehidupan 70
masyarakat nelayan di Indonesia pada saat ini masih berada di bawah garis kemiskinan. Dengan meningkatnya populasi penduduk terutama di daerah pesisir
yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari perikanan tradisional, keberadaan kapal-kapal ikan asing yang melakukan penangkapan ikan ilegal dan
adanya pena ngkapan ikan yang tidak berwawasan lingkungan, merupakan ancaman serius bagi kehidupan mereka. Upaya- upaya untuk menanggulangi permasalahan ini
dengan suatu sistem MCS yang handal merupakan suatu bentuk perlindungan
7 masyarakat nelayan ini, yang sangat didambakan mereka untuk kelangsungan
hidupnya. Pada bidang budaya, sebenarnya secara klasik bangsa Indonesia telah
memiliki nilai kapital sosial atau kearifan lokal untuk pelaksanaan MCS. Sejak jaman dahulu, budaya pengawasan masalah kelautan telah dikenal masyarakat Indonesia.
Sebagai salah satu contoh misalnya sasi di Maluku. Keberadaan suatu sistem MCS nasional kelautan yang mewadahi seluruh unsur atau komponen masyarakat, secara
historis telah dirasakan kebutuhannya bagi masyarakat dan pengembangannya tidak akan menjadi masalah serta kendala.
Dalam bidang hukum, disamping hukum-hukum adat yang tidak tertulis, secara nasional dan internasional hukum dan perundang-undangan yang ada selama
ini diberlakukan di Indonesia. Dalam rangka pelaksanaannya sangat dibutuhkan unsur pengawasan dan penegakan hukum agar dapat diperoleh suatu kepastian hukum di
Indonesia. Sementara itu pada bidang kelembagaan penegakan hukum tidak dapat ditangani oleh satu instansi saja, karena undang- undang memberikan mandat kepada
beberapa instansi pemerintah untuk melaksanakan unsur pengawasan dalam penegakan hukum. Dalam pelaksanaan MCS nasional dalam bidang pembangunan
kelautan di Indonesia, instansi- instansi terkait ini seringkali berjalan sendiri-sendiri dan menjalankan surveillance dalam bidangnya masing- masing, masih terasa
kurangnya keterpaduan antar instansi Purwaka 2005. Tumpang tindihnya kegiatan instansi- instansi terkait ini, yang masing- masing
memiliki landasan hukum sendiri dapat dilihat dari Gambar 1 di bawah ini.