Kebijakan pengawasan kelautan oleh TNI Angkatan Laut
58 menegakkan hukum di laut, melindungi sumberdaya dan kekayaan laut nasional,
memelihara keamanan dan ketertiban di laut Dinas Pembinaan Hukum TNI AL 2001.
Legalitas kewenangan Perwira TNI AL untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu di laut diatur dalam berbadai perundang-undangan, mulai dari
produk hukum zaman pemerintahan Hindia Belanda, produk hukum nasional hingga konvensi hukum laut internasional UNCLOS 1982. Kewenangan sebagai penyidik
terdapat dalam pasal perundang-undangan dan masih berlaku sebagai hukum positif dan dilaksanakan serta diterima dalam praktek proses peradilan di Indonesia Dinas
Pembinaan Hukum TNI AL 2001. Konvensi Hukum Laut Internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah
Indonesia melalui perundang-undangan nasional secara yuridis formal memberikan kewenangan penegakan hukum bagi kapal perang terhadap segala bentuk kejahatan
yang dilakukan di dan lewat laut, terutama kejahatan yang bersifat internasional. Di samping itu dala m peraturan perundang- undangan nasional juga memberikan
kewenangan kepada perwira TNI AL untuk melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu di laut Dinas Pembinaan Hukum TNI AL 1995.
Undang-undang tentang kelautan zaman pemerintahan Belanda yang masih berlaku yaitu Pasal 13 Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Laut Larangan
Territoriale Zee en Maritime Kringen OrdonantieTZMKO 1939 yang menyatakan bahwa untuk memelihara dan mengawasi pentaatan ketentuan-ketentuan dalam
ordonansi ditugaskan kepada Komandan Angkatan Laut Surabaya, Komandan- komandan Kapal Perang Negara dan kamp-kamp penerbangan dari Angkatan Laut.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 memberikan kewenangan kepada pejabat-pejabat, kapal perang dan kapal
pemerintah untuk melakukan penegakan hukum di laut, dimana hal ini dapat dilihat pada beberapa pasal antara lain pasal 107, 110, pasal 111 dan pasal 224 UNCLOS
1982 Dinas Pembinaan Hukum TNI AL 2001. Menurut Dinas Pembinaan Hukum TNI AL 2001, dengan adanya
pengumuman pemerintah tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, maka dikeluarkanditetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
59 Eksklusif Indonesia. Dalam rangka pengawasan dan pentaatan terhadap ketentuan-
ketentua n dalam Undang-Undang maka upaya penegakan hukum diatur dalam pasal 14 ayat 1 yang memberikan kewenangan kepada Perwira TNI AL yang ditunjuk
oleh Pangab sebagai aparat penegak hukum di bidang penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983. Aparat yang telah
ditunjuk ini juga berwenang dalam melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan yang dinyatakan
pada Pasal 31 ayat 1. Dalam bidang pembinaan konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya, wewenang penyidik TNI AL tidak berkurang meskipun dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan
Ekosistemnya, pada Pasal 39 ayat 2 dinyatakan bahwa kewenangan penyidik dilakukan oleh Kepolisian Negara RI, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Penyidik TNI AL
mempunyai wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya, melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana, memeriksa tanda pengenal, melakukan penggeledahan dan
penyitaan barang bukti, serta membuat dan menangani berita acara Dinas Pembinaan Hukum TNI AL 2001.
Kewenangan penyidikan TNI AL dalam bidang pelayaran ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 pasal 99 ayat 1 yang menjelaskan bahwa
selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang pelayaran dan perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut tertentu diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
pelayaran. Penyidik mempunyai wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap saksi dan
orang yang diduga melakukan tindak pidana pelayaran, melakukan penggeledahan atau penyegelan Dinas Pembinaan Hukum TNI AL 2001.
60 Wewenang penyidik TNI AL terutama dalam hal pertahanan negara diatur
dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, komunikasi dan informasi akan sangat mempengaruhi
pola dan bentuk ancaman yang bersifat multi dimensial terhadap kedaulatan negara antara lain berupa terorisme, imigran gelap, bahaya narkotika, pencurian kekayaan
alam, bajak laut dan perusakan lingkungan. Untuk menanga ni persoalan tersebut perlu diterapkan hukum internasional dan perangkat hukum nasional. Peranan TNI
dalam melaksanakan kebijakan pertahanan negara bertugas mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan
bangsa, melaksanakan operasi militer selain perang dan ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.
Dalam melakukan pengawasan dan pendeteksian pada daerah – daerah atau sektor–sektor patroli, pelaksanaan operasi dimulai dengan berdasarkan pada
informasi awal dan informasi lanjutan yang didapat dari luar maupun dari unsur sendiri. Pengawasan dan deteksi dapat dilakukan oleh satu unsur secara mandiri atau
secara gabungan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas operasi. Informasi dapat diperoleh dari Analisa Daerah Operasi ADO, informasi intelijen dari komando atas,
atau instansi lain, laporan dari masyarakat nelayanpantai, dari kapal-kapal sipil atau dari pengintaian patroli udara. Dalam melakukan deteksi, peralatan yang digunakan
antara lain: 1 Radar, sonar
2 Electronic Support Measure ESM, 3 Pengawas visual.
Selain menggunakan peralatan, juga diperlukan data intelijen untuk mendukung proses pengenalan sasaran, yang menyangkut tentang daerah rawan
tindak pidana, sasaran yang sedang dicari dan lain- lain. Penilaian sasaran dilaksanakan dengan mengkorelasikan data-data yang didapat dari hasil pengenalan
sasaran dengan datainformasi intelijen yang ada untuk mendapatkan konfirmasi dan selanjutnya menentukan tindakan yang akan diambil, antara lain berupa 1 mencatat
posisi dan tanggal waktu deteksi sasaran, 2 sasaran diabaikanditinggalkan apabila tidak ada kecurigaan, atau 3 diadakan penghentian dan pemeriksaan, dan 4 dalam
hal memerlukan informasi tambahan, dapat meminta kepada komando atas. Apabila
61 bukti yang diserahkan oleh Komandan KRI dirasa masih belum cukup, maka
pangkalan dapat melakukan penyelidikan lebih lanjut. Bila terdapat bukti-bukti yang kuat maka akan diteruskan ke proses penyidikan Dinas Pembinaan Hukum TNI AL
2001. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik yang diatur dalam
undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti guna menemukan tersangka. Tindakan yang dilakukan antara lain penggeledahan kapal, pemeriksaan
saksi, pemeriksaan tersangka dan penahanan. Bila tidak terdapat cukup bukti maka akan dilakukan proses penghentian penyidikan.
Kewenangan Perwira TNI AL sebagai penyidik tindak pidana di laut merupakan bagian dari sistem penegakan hukum di Indonesia. Penegakan hukum di
laut tidak mungkin diwujudkan dan ditangani oleh satu instansi tanpa keterlibatan instansi yang berwenang lainnya. Oleh karena itu sistem penegakan hukum di laut ke
depan seharusnya dibangun dengan prinsip mensinergikan semua potensi kekuatan nasional yang ada.